"Mengapa kau seperti ini Mily? Apa yang terjadi?". Aku hanya menangis di dalam mobil Harry saat ia mengemudikan mobilnya yang entah kemana tujuannya. Ia terlihat sangat khawatir, aku pun mencoba menenangkan diriku. Lalu Harry memberikan aku sebotol air putih dan jaketnya yang lain karena jaket yang ia berikan tadi sudah basah karena salju tadi.
"Apa kau ingin ke fratku?" Tawar Harry. Aku tidak tau harus apa, tapi sekarang yang kubutuhkan hanya Bibi liz. Di tambah lagi aku kedinginan, aku menggigil. Aku memang bodoh mengapa di hari yang dingin seperti ini aku hanya memakai sebuah dress pendek. "Please hazz, just take me home." mohonku. "Baiklah.. Tapi kau butuh sesuatu yang hangat, aku akan mampir sebentar untuk membeli sesuatu ok?" Aku hanya mengangguk, Air mata yang menetes membuat diriku semakin kedinginan. Gigi-Gigi ku pun beradu dibuatnya.Harry pun menghentikan mobilnya di sebuah Mini mart di pinggir jalan, "tunggu sebentar, aku akan kembali secepat mungkin. Ok?" Ujar Harry sambil tersenyum lembut. Lekukan lesung pipinya terpampang indah di wajahnya, Mata hijaunya seakan-akan membuatku lebih tenang.
"I'm ok Harry," balasku.Tidak lama Harry pun datang membawa sebuah kantong belanjaan dan dua gelas minuman. "Aku membelikanmu roti, apa kau sudah makan? Aku takut kau akan masuk angin," "oh iya minum ini, aku membeli kopi dan teh. Aku tidak tahu kau mau yang mana jadi aku membeli semuanya." Lanjutnya lagi sambil tersenyum.
Sungguh ini sudah lebih dari cukup, aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Aku tidak pernah merasa seseorang sangat peduli denganku, kecuali Ibu, Bibi liz, dan Jordan. "Harry, thank you so much! It really means to me." Ujarku seraya secara spontan memeluknya hingga ia mendadak nge-rem.
Setelah itu suasana di mobil Harry pun menjadi canggung, untungnya tidak lama kami sampai di rumahku. "Sekali lagi terima kasih Harry," ujar ku sambil turun dari mobilnya. "I-i-iya, tidak masalah kok." Harry tersenyum malu dan melambaikan tangannya sebagai tanda ia akan pergi, aku pun membalas senyuman dan lambaian tangannya.
"Dimana Niall? Mengapa kamu pulang dengan laki-laki lain?" Ujar Bibi liz mengerenyitkan dahinya.
"Mengapa matamu sembab mily? Apa yang terjadi?" Ujar Jordan tidak kalah penasaran.
"AAA BIBI LIZ, NIALL JAHAT!" Tangisan ku meledak, aku langsung memeluk erat Bibi liz hingga dia tersentak.
Aku menceritakan semua yang aku lihat kepada Bibi liz dan Jordan. Tangisan ku pun meledak tak tertahankan.
"Mungkin mereka tidak sedang berciuman sayang, siapa tau kau salah melihatnya." Ujar Bibi liz menanggapiku.
"Benar! Jangan cepat mengambil keputusan, mil." Jordan pun ikut menanggapinya.
Tapi aku yakin kalau aku tidak mungkin salah liat, dengan jelas aku melihat bibir mereka saling bersentuhan. Tapi bagaimana jika aku salah lihat? Arrgh ini semua benar-benar membuatku bingung.
Kalau gadis itu adalah kekasih Niall bagaimana? Oh god! Beribu-ribu pertanyaan terlontar di otakku, Tidak mau terus memikirkannya aku pun meminta Jordan untuk menemaniku tidur di kamarku sambil bercerita.•••
Pagi ini aku melakukan rutinitasku seperti biasa, bedanya adalah hari ini Jordan akan mengantarku ke sekolah karena nanti sore dia sudah harus kembali ke Manchester.
Aku sangat senang, bangun dengan Jordan di sebelahku. Dia masih lelap tertidur. Aku memandangi wajahnya sebelum aku benar-benar bangun dari kasurku, dia terlihat seperti Bob. Tiba-tiba aku benci melihatnya, dengan segera aku bangun untuk mandi dan bersiap-siap.
Aku tak menyangka, mataku masih sembab karena semalaman menangis. Aku pikir-pikir Mengapa juga aku menangis? Niall bukanlah kekasihku, dia hanya seorang pangeran yang dengan beruntung aku bisa berteman dengannya.
"Apa kau sudah siap? Jangan sampai kau terlambat, kau sangat lambat." Ujar Jordan mengusap-usap kepalaku, yang membuat rambutku menjadi berantakan.
"Iya cerewet, sebentar lagi. Karena kau juga kan aku harus merapihkan rambutku lagi," balasku sambil menyisir kembali rambutku yang berantakan.
Hari ini aku satu kelas lagi dengan Niall dan Harry di pelajaran Mrs. Wright, sebenarnya aku agak malas karena kejadian kemarin, di tambah lagi gadis-gadis genit yang mendekati Niall.
Sesampainya di sekolah aku pergi menuju kelas Harry untuk mengembalikan jaket yang ia pinjamkan kemarin, tapi yang aku lihat adalah Niall yang sedang asik mengobrol dengan Zayn dan yang lainnya tanpa Harry. Aku belum siap untuk bertemu Niall sekarang jadi aku memutuskan pergi kembali ke kelasku. tapi terlambat, Louis sudah memergoki ku dan menyuruhku untuk bergabung.
"Hey mil! Kenapa pergi? Ayo sini," ujar Louis dari dalam kelasnya.
"Na-Nanti saja ya, a-a-aku harus pergi ke perpustakaan. Ya, perpustakaan!," Aku harus bagaimana, membeku dan tiba-tiba aku menjadi gagap.
Sial, Niall bangun dari bangkunya dan menghampiriku. Otak dan hatiku berbeda jalan, otakku bilang kalau aku harus cepat pergi. Tapi hatiku tidak mau.
"Mil, kau kemana? Mengapa kau meninggalkan aku di toko buku? Aku mencarimu kemana-mana, kau tidak apa-apa kan? Apa yang terjadi?" Ujar Niall, dia terlihat sangat khawatir hingga bibirnya bergetar. Aku tidak mungkin jujur kepadanya, di tambah lagi aku sedang berada di wilayah senior.
"Ma-maafkan aku, Bibi liz tiba-tiba menelpon menyuruhku pulang karena... Karena Jordan ingin membeli barang kebutuhannya."
Dia menatapku bingung, lalu dia memulai membuka mulutnya lagi.
"Begitukah? Syukurlah, aku pikir sesuatu yang buruk terjadi Padamu, aku senang kau baik-baik saja." Ujar Niall sambil menepuk sebelah lenganku dan tersenyum manis.
Oh Niall horan, i'm totally not okay actually!
"See ya soon," Aku mengangguk dan membalas senyumannya lalu melesat pergi kembali ke kelasku.
TO BE CONTINUED!
Hahaha lagi lagi ga jelas, sebentar lagi konfliknya bakal muncul-muncul. Lama banget ya😂Menurut kalian perasaan Mily ke Harry gimanaaa?
Vomments ya! Thankyou.All the love as always, A.😘😁
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PRINCE CHARMING
Hayran KurguThis is my very first fan fiction, I'm really sorry if you guys are unsatisfied. Sorry for the typos and all the bad stories. And also im insipired by one of my favorite ever movies The Perks of Being A Wallflower. This fan fiction might be bad, bu...