8. Pandangan Berbeda

102 6 0
                                    

"Pake, dibeliin calon bapak Lo tuh!"

Binar masih memutar-mutar sebuah benda persegi panjang dihadapannya, "ini pasti mahal, gausah lah, No."

Binar menyodorkan kembali handphone keluaran terbaru itu, merasa tidak enak. "Ck...gamau, udahlah terima aja, anggep hadiah ultah!"

"Gue belum ultah, bego!" Dengan enteng Binar memukul kepala Eno yang sekarang sedang duduk disampingnya diruang tunggu.

Binar sudah diperbolehkan pulang setelah seminggu dirawat, itupun karena Binar memaksa dan merasa dirinya sudah sembuh padahal masih butuh beberapa kali pemeriksaan.

Akhirnya karena menghindari perdebatan yang tidak berguna, Saka yang menangani Binar terpaksa memperbolehkan Binar untuk pulang dengan syarat seminggu kedepan harus kembali ke Rumah Sakit untuk melakukan check up, dan menghindari berkegiatan yang berat.

Karena kondisi itu juga Binar mau tidak mau harus bersedia diantar jemput oleh Eno, manusia bego yang nyebelin dan keras kepala tingkat nasional.

Seperti sekarang ini, berkali-kali Eno memaksa memberikan sebuah ponsel baru untuk Binar pakai sehari-hari, bilangnya sih dari Om Saka, untuk memudahkan komunikasi katanya.

"Udahlah, pake aja. Lagipula biar kalo mau ngabarin apa-apa bisa gampang. Ga kasian kalo Lo pulang telat gada yang ngabarin Bunda? Biar bunda ga khawatir."

"Bener juga, si. Tapi, ini kemahalan njir. Gue ga biasa pake hp mahal kek gini." Binar menunduk, menatap kosong ponsel digenggamannya. Sebenarnya Binar sangat suka ponsel ini karena berwarna biru gelap, seperti warna kesukaannya.
Tapi, tetap saja dia merasa tidak enak pada Saka yang secara cuma-cuma memberikan ponsel ini padanya.

"Cih, gausah sok sedih deh, ga cocok banget preman baperan har–aduh!"

Kali ini Binar mencubit dengan kuat lengan Eno, setelah melepasnya terlihat bekas merah yang mungkin nanti akan membiru. Baru saja Eno akan membalas, sebuah panggilan menghentikan tawa Binar yang menggelegar itu.

"Ayo pulang! Eno jagain Binar, belum sembuh banget dia." Saka mendorong kursi roda Ayu mendekati keduanya.

"Gamau, ntar yang ada aku digebukin mulu sama dia. Lihat nih, dicubit." Eno memperlihatkan lengannya yang merah, sambil terus mengusap-usapnya untuk meminimalisir rasa sakit.

"Binar, jangan kaya gitu! Masa sama calon adik sendiri cubit-cubit." Ayu menatap Binar serius, tetapi tetap diakhiri dengan kekehan kecil, meledek.

"Dih, siapa juga yang mau punya adek bentukannya kek gini. Mending dituker marmut, bisa dapet lima biji." Binar melengos pergi, berjalan pelan meninggalkan Eno yang memasang wajah kesal. Sedangkan dua manusia bucin itu hanya menggeleng pelan sambil terkekeh geli melihat calon saudara itu semakin hari semakin bertingkah, persis seperti kakak-adik pada umumnya.

*****

Seorang pria muda sedang menganyun-ayunkan kakinya, terduduk bosan karena menunggu seseorang yang katanya sebentar lagi menemuinya. "Bang Rahza lama banget, sih."

Akhirnya dia mengambil ponselnya yang berada didalam saku jaket varsity hitamnya, membuka sosial media seperti biasa. Matanya menelisik, ada satu notifikasi yang menarik perhatiannya.

dara_binar mengunggah sebuah postingan

Dengan cepat Bumi memencet notifikasi itu, terpampang sebuah foto yang membuat hati Bumi sedikit memanas.

Dengan cepat Bumi memencet notifikasi itu, terpampang sebuah foto yang membuat hati Bumi sedikit memanas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MENARI •||• ON GOING (Delshel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang