Ruangan serba putih itu tampak lengang, hanya diisi oleh suara dengkuran halus dari seorang perempuan yang masih terbaring lemah diranjang rumah sakit itu.
Tak lama kemudian, suara deritan pintu sedikit mengusik ketenangan sang empu. Matanya setengah terbuka, sedikit melirik kearah pintu yang baru saja terbuka dan menampilkan beberapa orang dewasa yang terasa familiar di penglihatannya.
"Kayaknya Arshel lagi istirahat, Indah juga ga kelihatan. Kalian tunggu disini ya, biar aku cari Indah." Seorang pria melenggang pergi, menyisakkan dua orang perempuan, dan seorang laki-laki berumur yang duduk dikursi roda.
Mereka hanya duduk-duduk disofa dalam ruangan itu. Binar sebenarnya ingin sekali bangun dan mencaci maki mereka yang datang kesini tanpa ada raut bersalah sedikitpun. Tapi, demi bundanya, dia menahan semua emosi yang selama ini dia pendam.
"Mas Indra lama banget, Arshel juga belum bangun. Apa kita bangunin Arshel aja? Tanya Indah ada dimana, biar aku bisa ngabarin Mas Indra."
Perempuan yang berusia hampir setengah abad itu berdiri, menghampiri ranjang Binar dengan hati-hati. Mengulurkan tangannya pelan, mengelus rambut Binar yang kering dan tidak terawat itu."Shel, bangun nak. Ini tante Nia," Nia memandangi wajah damai keponakannya, tak terasa setitik air mata jatuh. Sungguh, sebenarnya dia tidak tega melihat Binar penuh luka seperti ini, apalagi ini semua karena perbuatan laki-laki yang tidak pantas disebut Ayah untuk Binar. Laki-laki pilihan keluarganya.
Perlahan Binar membuka kelopak matanya, memandangi wajah Nia yang sudah dipenuhi air mata, Binar hanya menatapnya datar, tanpa mau mengucapkan sepatah katapun.
"Shel, gimana keadaannya? Udah mendingan? Maaf, ya kami baru sempat menjenguk, Om Indra baru ngasih tau soalnya." Nia genggam tangan Binar yang terbebas dari infus itu, mengelusnya pelan, seakan mengatakan bahwa dia juga peduli terhadap kondisi Binar.
"Aku baik, dan aku ga butuh dijenguk orang kaya kalian." Binar melengos, tangannya dia tarik dari genggaman hangat Nia.
Kalau dibilang marah, Binar sangat marah pada ketiga orang didepannya. Ingin rasanya dia menghajar satu-persatu orang yang telah menjerumuskan bundanya kedalam kesengsaraan disepanjang hidupnya.
Satu perempuan yang sedari tadi duduk kini beranjak bangun, sembari mendorong kursi roda milik sang papa, dia mendekati Binar.
"Kami minta maaf dengan apa yang terjadi sama kamu dan Kak Indah, Shel. Kami ga bermaksud-"
"Kakak diam! Kakak gatau apa-apa tentang hidup aku sama bunda selama ini. Jangan ngomong seakan-akan kalian tau hidup kami!"
Binar mulai meninggikan suaranya, persetan dengan jarak usia diantara mereka. Binar hanya mengungkapkan kekesalannya, kemarahannya dan kekecewaannya selama ini."Kalian gatau kalo aku sama bunda selalu kena pukul dari anjing bernama Ozan itu! Dari kecil, dari kecil! Aku sudah harus menerima siksaan dari anjing itu karena kalian!"
Binar terengah, butuh tenaga ekstra untuk menahan emosi yang sudah tepat diubun-ubun. "Karena kalian bunda lumpuh! Karena kalian bunda bisu! Karena kalian, kami harus kehilangan adikku!"
"Belum puas?! Kalian mau kami tersiksa seperti apa lagi? Kalau kalian memang benci dengan kami, bunuh saja kami! Jangan memberikan kesengsaraan saja, apalagi sama bundaku! Aku gapapa dipukul tiap hari, asal jangan bunda!"
Pintu terbuka dengan sedikit keras, Eno yang melihat Binar histeris segera berlari menghampiri, memeluknya erat. "Bi, udah. Tenang ya, jangan terlalu emosi!"
"Mereka jahat Eno, mereka jahat sama bunda. Kalo mereka jahat sama gue gapapa, asal jangan jahatin bunda gue." Binar terisak, bahunya naik turun karena baru pertama kali dia menangis sekeras ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENARI •||• ON GOING (Delshel)
Fiksi PenggemarAdara Binar Seorang gadis tomboy yang sangat tidak suka dengan laki-laki playboy. Dan berniat untuk memberi pelajaran kepada siapapun yang berani melawannya. Arya Bumi Laki-laki playboy yang ingin mendapatkan hati seorang gadis tomboy dan ingin menj...