21

6.1K 383 5
                                    

"Niatnya ngga sih kamu sebenernya, Kay?"

"Niat, Sayang. Tapi aku masih ada kerjaan sebentar. Atasan aku tiba-tiba ngajakin meeting."

"Aku udah bilang sama kamu. Cuti! Susah banget kayanya."

"Kantorku ngga bisa seenaknya ajuin cuti, Revan. Ngertiin aku dong."

"Iya. Aku bakal selalu ngertiin kamu. Biar aku sendiri hari ini yang cek gedung, cincin, bahkan entar prewedding juga aku sendiri aja. Kamu silahkan kerja!"

Revan langsung memutus panggilan di ponselnya. Ia kesal sekali pada Kaynara yang sepertinya lebih mementingkan pekerjaan daripada persiapan pernikahan mereka. Awalnya Revan memaklumi, tapi lama kelamaan rasanya sudah tidak bisa ditolerir lagi.

"Kenapa, Van?" tanya Rio, rekan kerjanya.

"Pusing banget gue."

"Pasti ngurusin pernikahan ya? Wajar itu mah. Kata orang cobaan mau nikah tuh ada aja. Lo harus sabar."

"Berat banget. Asli."

"Lo harus tahan lah. Baru gini, entar kalo udah berumah tangga, makin banyak pasti cobaannya."

"Sok tau."

"Yeu. Gini-gini senior kalo di dunia pernikahan."

"Si paling senior," sindir Revan.

Keesokkan paginya, Kaynara sudah berada di rumah Revan. Ia sedang mengobrol dengan mamanya Revan di ruang tamu. Pakaiannya santai, mengingat ini juga hari libur. Revan sudah sejak tadi dibangunkan asisten rumah tangganya, tapi ia baru turun dari kamar.

"Kamu nih kalo tidur suka lupa daratan," kata sang ibu.

"Semalem Revan begadang, Mah. Ada kerjaan sama ngobrol sama vendor," jawab Revan seraya duduk di sofa.

"Yaudah. Mama ke dapur dulu. Kay, nanti makan bareng disini ya."

"Iya, Tante."

Selepas sang mama ke dapur, Kaynara berpindah duduk ke sebelah Revan. Ia merangkul lengan Revan dengan manja.

"Marah ya sama aku?"

Revan yang masih setengah mengantuk, tak menggubris. "Ada apa pagi-pagi kesini?"

"Emang ngga boleh?"

"Bukan ngga boleh, tapi ngga biasanya," jawab Revan dengan nada lembut tapi terkesan dingin.

"Aku kangen. Kemarin kamu ngga hubungin aku. Pulang juga ngga bareng."

"Kan kamu sendiri yang bilang ngga usah jemput karena banyak kerjaan. Yaudah."

"Maaf, Revan. Ak--"

"Kamu mau ngomong penting ngga? Kalo enggak, aku mau balik tidur."

Kaynara melepas rangkulannya. "Kamu kenapa sih? Selalu gini. Aku bela-belain kesini demi ketemu kamu loh."

"Aku ngga minta kan? Lagian aku juga lagi ngga mau ribut."

"Siapa sih yang ngajakin kamu ribut? Kamu kesel sama aku karena kemarin?"

"Siapa yang ngga kesel sih, Kay? Semua calon suami di dunia ini juga bakal kesel kalo calon istrinya lebih pentingin kerjaan dari pada pernikahan."

"Ya tapi aku kan kerja, Van."

"Emang kamu pikir aku ngga kerja? Kita sama! Tapi aku milih buat ngebagi waktu aku buat pernikahan kita. Terus kamu? Sibuk sendiri."

"Kamu ngertiin aku dong, Van."

"Aku selalu ngertiin kamu, Kay! Kamu ngga sadar selama ini aku terus yang ngalah? Aku tau kok kerjaan kamu banyak and so do I. Tapi please, luangin waktu kamu buat ini. Kok kayanya susah banget?"

"Ngga susah. Cuman waktunya aja ngga tepat."

"Terus kapan tepatnya? Ngga akan pernah tepat kalo kamu ngga sempetin atau atur!"

"Van.."

"Aku capek, Kay. Disini seolah aku doang yang excited dan niat buat nikah. Mending sekarang kita masing-masing dulu deh."

"Maksud kamu apa?"

"Ya kita masing-masing dulu. Saling instrospeksi diri."

"Kamu mau kita putus?"

"Masing-masing, bukan putus." Revan menegaskan.

"Ya apa bedanya? Mending putus sekalian."

"Gampang banget kamu bilang putus, Kay? Aku cuma mau kita sadar sama kesalahan kita doang."

"Bahasa itu hanya diperhalus. Ujung-ujungnya kita putus!"

"Berhenti ngucap putus, Kaynara!" Nada Revan kini meninggi.

"Kamu bentak aku?"

"Aku ngga akan bentak, kalo kamu ngga ngomong asal! Aku paling benci sama kata putus. Karena sekali putus, aku ngga akan balik lagi."

"Yaudah. Emang maunya kamu gitu kan? Kamu capek sama aku. Aku itu menurut kamu ngga excited, ngga niat nikah. Iya kan? Yaudah batalin aja pernikahan kita."

"Mau kamu itu?"

"Itu maunya kamu!"

"Aku tanya sekali lagi. Maunya kamu, kita batalin pernikahan ini? Iya?"

Kaynara tak menjawab. Ia ingin menangis rasanya.

"Ok! Aku ikutin maunya kamu. Kita batalin semuanya!"

Ketika Revan berdiri, sang mama datang menghampiri karena mendengar keributan.

"Ada apa ini?"

"Untung aja kita belum sebar undangan, Mah. Kaynara mau batalin semua persiapan pernikahan kita."

"Bukan aku yang mau, Revan!" Kaynara tak mau kalah.

Revan tertawa meremehkan. "Jelas kamu yang mau kita putus. Sayang aku ngga punya rekamannya."

"Sudah sudah. Kalian ini kenapa jadi berantem gini sih? Inget. Pernikahan kalian sebentar lagi. Ngga baik ribut begini."

"Revan mau telepon WO dan batalin semuanya. Biar dia puas kerja atau bahkan pacaran sama atasannya itu," kata Revan emosi seraya melangkah kembali ke kamarnya.

Si Gendut dan Si CasanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang