22

6.2K 373 2
                                    

Asing.

Mungkin kata itu cocok untuk menggambarkan suasana saat ini. Revan dan Kaynara sama-sama adu gengsi rasanya.

Sudah 1 minggu mereka tak bersua. Mengobrol pun tak pernah. Padahal mereka saling rindu satu sama lain. Jika boleh jujur, ingin mereka saling memeluk untuk melepas rindu. Namun, lagi-lagi semuanya tertutup oleh gengsi.

Kini di depan kantor Kaynara, sudah berdiri seorang laki-laki yang tengah memainkan ponselnya.

"Rafli?"

Lelaki itu mendongak. "Lama banget lo keluarnya."

"Lo ngapain disini?" tanya Kaynara tak menggubris omongan Rafli.

"Bisa ngga sih kalo berantem, ngga usah bawa-bawa gue?"

Kening Kaynara mengerut bingung. "Maksudnya?"

"Revan nyuruh gue jemput lo. Katanya tadi dia ngeliat lo ngga bawa mobil."

"Mobil gue aja dijual sama dia karena kecelakaan dulu. Lupa ingatan kali dia," gerutu Kaynara.

"Yaudah cepet deh. Gue anter lo balik. Dan please, besok hari minggu. Jangan ganggu gue."

Tidak. Rafli hanya bercanda. Sudah beberapa kali memang Revan memintanya menjemput Kaynara. Entah sejak kapan mereka juga jadi dekat dan Revan percaya kalau Rafli sudah tak punya perasaan lagi yang bisa merebut Kaynara darinya.

Keesokkan paginya, Kaynara mendatangi rumah Revan. Itupun setelah semalaman ia tidak tidur memikirkan apa cara ini benar ia lakukan. Banyak pertimbangan sampai akhirnya ia menurunkan gengsi tersebut.

Bel sudah ia pencet. Tak lama kemudian, seorang wanita keluar.

"Kay? Tumben. Nyari Revan?"

"Iya, Tante. Ada?"

"Revan belum pulang. Nanti siang dia baru balik."

"Emang kemana, Tante?"

"Dia terbang ke Surabaya. Cuma anter pejabat aja, jadi ngga nginep."

"Oh gitu. Yaudah nanti biar aku jemput aja ke bandara."

"Udah baikan kalian?"

Kaynara nyengir. "Belum, Tante. Makanya aku mau samperin dia."

"Maafin Revan ya, Kay. Dia kalo emosi emang suka begitu."

"Ngga apa-apa, Tante. Emang kemarin salah aku juga karena terlalu sibuk di kantor."

"Pokoknya tante mau kalian perbaiki hubungan ini. Kalian sudah dewasa. Turunkan ego masing-masing biar masalah ngga tambah besar."

Kaynara mengangguk paham. "Iya, Tante. Yaudah kalau gitu, Kay jemput Revan dulu ya."

"Pake mobil Revan aja. Dia tadi di jemput kantor kok. Tapi hati-hati ya. Kamu suka ceroboh."

"Hehe iya tante. Aku permisi ya."

Sudah lama sekali rasanya Kaynara tidak menyetir sendiri. Biasanya Revan akan melarangnya habis-habisan meskipun Kaynara merayu sedemikian rupa.

Kini ia sudah berada di bandara. Menunggu pria yang ia cintai datang. Namun, pemandangan di depannya membuat ia kesal. Revan berjalan dengan salah satu pramugari cantik dan sexy sambil tertawa. Pria itu tidak sadar kalau ada Kaynara disini. Sampai salah satu temannya menyadarkan.

"Saya duluan ya. Kalian hati-hati," kata Revan pada rekannya.

"Oke, Capt. Sampai ketemu."

Kaynara berbalik badan ketika Revan menghampiri. Tentu lelaki itu mengejarnya.

"Hey, kenapa?"

"Segampang itu kamu ngelupain aku? Happy banget kayanya sama cewek seksi?"

Revan mendengus. "Bisa ngga usah asal tuduh kaya gitu ngga? Minimal tanya mereka siapa ke aku."

"Aku ngga peduli mereka siapa. Yang jelas kamu keliatan happy sama dia."

"Kamu nyetir sendiri?" tanya Revan setelah menyadari kunci mobil dipegang oleh Kaynara.

Perempuan itu mengangguk mengiyakan.

"Siapa yang izinin? Kenapa ngga tanya aku dulu?"

"Mama kamu. Ah, itu ngga penting. Dia siapa?"

"Mau aku jelasin sekarang, atau pas kamu udah tenang?"

"Aku tenang sekarang."

"Oke. Tapi janji jangan tantrum ya?"

Kaynara mencubit perut Revan.

"Dia itu salah satu pramugari maskapai aku. Tadi kami ngga sengaja bareng pas ambil koper.  Lagian kan ngga berduaan. Ada Rio juga tuh tadi."

Kaynara diam tak bicara. Ia masih memasang wajah kesalnya.

"Kamu tumben jemput aku. Mau ngomong sesuatu?" tanya Revan memancing.

"Ngga jadi!"

Ketika hendak berbalik, tangan Kaynara ditahan oleh Revan.

"Aku kangen kamu, Kay."

Kaynara masih bertahan di posisinya.

"Maafin aku kemarin ngga bisa kontrol emosi. Jujur, aku kesel banget sama kamu. Tapi setelah aku pikir, aku salah juga karena egois ke kamu."

Kaynara menoleh. Ia memegang kedua tangan Revan.

"Aku yang salah. Aku yang egois karena lebih pentingin kerjaan dibanding pernikahan kita. Aku minta maaf ya?"

Revan tersenyum, lalu membuang nafasnya lega. Ia membawa wanitanya itu ke pelukan. Ia eratkan pelukan tersebut, seolah jika ia lepas, Kaynara akan pergi lagi.

"Aku ngga mau putus, Kay. Aku sayang sama kamu."

"Aku juga ngga mau, Rev. Maafin aku."

"Arghh.. aku mau nangis," kata Revan melepas pelukannya.

"Apa sih lebay banget."

"Udah berapa bulan kita ngga bareng, Kay. Kamu pikir gampang? Enggak sama sekali."

"Lebay banget. Baru juga seminggu."

"Seminggu bagiku setahun."

"Bucin ih."

"Bodo amat. Sama calon istri sendiri ini."

"Emang kita jadi nikah? Bukannya WO udah kamu batalin?"

"Ngga mungkinlah. Aku cuma tunda aja. Aku bilang, kita mau bikin anak dulu, baru nikah."

Kaynara mendelik kaget. "Revan! Serius?"

Revan tertawa. "Nggak lah. Aku bilang ditunda 2 minggu karena aku harus keluar negeri."

"Uhh.. sweet banget sih kamu."

"Makanya, jangan macem-macem sama Revan. Gini-gini rela berkorban demi yang tersayang."

"Pret!"

"Tapi Kay....."

"Apa?"

"Ciuman yuk. Kangen bibir kamu."

"Revaann!!!!!"

Si Gendut dan Si CasanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang