SIAPA

4 1 0
                                    

Apa hal yang lebih membuat malas untuk beraktivitas dibanding cuaca hujan. Pagi ini tulang tulangku seperti jelly dan tidak bisa diajak bekerja sama. Ayolah aku sudah terlambat ke sekolah, tidak ada waktu lagi untuk bermalas malasan.

Setelah berhasil mengumpulkan seluruh nyawa, aku pun bersiap siap untuk menghadapi dunia. Menyelesaikan ritual tiap pagi, mulai dari mandi sampai dengan memakai seragam sekolah yang bagian dalam kerahnya mulai menguning akibat keringat.

Pagi hari adalah situasi yang sangat sibuk didalam rumahku, karena jadwal berangkat aku dan ayahku hampir sama. Seisi rumah bisa berantakan hanya karena kami yang mencari barang untuk dibawa namun ajaibnya menghilang saat itu juga.

"Ah iya lupa, payungku" aku yang sudah didepan pagar kembali masuk kedalam rumah untuk mengambil payung. Bisa bisa aku basah kuyub jika tidak pakai payung saat menunggu angkutan umum.

Setelah berpamitan aku langsung berjalan cepat kedepan gang agar tidak terlambat untuk masuk sekolah. Tapi keberuntungan tidak berpihak padaku saat itu, semakin aku terburu buru semakin tidak ada satupun angkutan umum yang lewat. Setelah sekian lama menunggu akupun akhirnya melihat angkutan umum berwarna hijau, senyumku terbit karena merasa penantianku tidak sia sia.

Namun kebahagiaan memang hanya semata, saat kendaraan tersebut berhenti didepanku terlihatlah didalamnya penuh manusia yang berhimpit himpitan. "Baiklah tidak apa, yang penting cepat sampai" begitu pikirku. Namun cepat apanya?! Kendaraan beroda empat tersebut berjalan dengan sangat lambat. Astaga aku benar benar sudah pasrah.

Setelah memakan waktu yang lama akhirnya aku sampai di sekolah, bahkan hujan yang tadinya turun dengan deras sudah berhenti. Aku berjalan kedalam lingkungan sekolah sambil menenteng payungku yang bergambar bebek. Sungguh tamat riwayatku saat aku tidak melihat siapapun lagi berkeliaran di koridor sekolah.

"Yes, gak ada pak Jul" aku bersorak karena tidak melihat kehadiran guru BK yang biasanya membawa penggaris kayu panjang di dekat tangga. Tapi siapapun tolong tutup mulutku saat itu juga karena setelah anak tangga terakhir kupijakkan, terlihat pula lah sosok tersebut dengan penggaris legendnya.

"Siapa yang kamu bilang gak ada?" Perkataan bapak tersebut mengartikan beliau mendengar selebrasiku saat mengira ia tidak ada tadi. "Eh, anu pak" aku hanya bisa cengengesan sambil menggaruk belakang kepalaku yang padahal tidak terasa gatal.

"Cepat berdiri didepan kantor guru" titah tersebut hampir sama seperti titah raja yang tidak dapat dibantah. Tanpa bersuara lagi aku langsung berjalan dengan lunglai menuju kedepan pintu kantor guru. Tapi tidak lama kemudian suara pak Jul kembali terdengar "ini kamu juga! Siswa jaman sekarang sudah ada kendaraan masih saja telat. Cepat berdiri disana."

Wah sepertinya aku tidak apes sendirian hari ini. Sambil memainkan gagang payung yang terus kupegang, aku melihat sosok pria muncul dari arah samping. Aku sempat meliriknya sebentar namun ternyata aku tidak mengenali pria tersebut, mungkin kakak kelas? Atau dari jurusan lain pikirku. Karena aku hampir mengenali seluruh murid di jurusanku, yaitu MIPA.

"Lo bawa bebek ya? Kalau gue bawa bintang" aku melongo mendengar kata kata yang barusan keluar dari mulutnya. Dia barusan ngomong sama aku? Aku melihat kanan kiri memastikan apa ada orang lain selain kami, dan hasilnya nihil. "Bebek?" Aku menyaut dengan kebingungan sambil melihatnya.

Ia menoleh kesamping menatapku, sambil menunjuk kebawah. Pandanganku pun mengikuti arah yang ditunjuknya, dan jatuh tepat ke arah payungku. Jadi bebek yang dimaksud dia itu gambar bebek yang ada di payungku? Ya, ga salah sih.

"Ini punya gue bintang" ia mengangkat payung miliknya dengan tersenyum sumringah layaknya anak kecil yang memamerkan sesuatu. Aku memperhatikan payung miliknya, hampir sama dengan milikku. Payung transparan yang memiliki motif, bedanya milikku motif bebek sedangkan miliknya bintang.

"Ah... iya" aku hanya bisa tersenyum canggung menanggapi tingkah absurd nya.

"Siapa?" Dahiku mengernyit mencoba mengerti apa maksud dari perkataannya. Aku rasa ia mendapatkan sinyal bahwa aku tidak bisa menangkap apa yang ia maksud. "Nama lo, siapa?" Kali ini aku paham bahwa ia sedang mencoba untuk berkenalan denganku, wah mendapatkan kenalan baru saat sedang dihukum adalah pengalaman pertama dalam hidupku.

"Gue Bulan Anandara, kalau lo?" aku mengulurkan tanganku kehadapannya sambil menyebutkan namaku. "Khandra Maitias" ia menyambut uluran tanganku seraya tersenyum ramah.

"Baiklah bulan, gue rasa si Jul udah gak ada. Cabut deluan, semoga kita bisa ketemu lagi ya" ia mengedipkan matanya sebelah padaku sebelum berlari kabur sambil membawa payung. Dan yang dia maksud si Jul tadi? Pak Jul? Jika terdengar ditelinga pemilik nama tersebut bahwa ia menyebut tanpa embel embel "pak" aku rasa tangannya sudah memerah akibat hantaman penggaris kayu.

"Eh jangan panggil gue Bulan!" Namun sia sia saja usahaku untuk memberitahunya, karena ia sudah tidak terlihat lagi. Ya sudahlah lagian belum tentu bakal ketemu lagi kan.

Akupun kembali masuk kedalam kelas saat pergantian kelas. Sesampainya didalam kelas terpampang pemandangan yang sudah biasa kulihat, namun jika orang lain melihatnya aku rasa mereka bisa sakit jantung. Dibagian belakang kelas ada dua orang yang sedang bermain lempar tangkap bola, jika melirik ke sudut bawah maka kalian dapat melihat sekelompok penjudi yang bertaruh memakai kartu UNO. Papan tulis dijadikan media untuk berkreasi bagi si pecinta seni, dan tidak sedikit pula yang sibuk mencari sumber jawaban untuk tugas mata pelajaran selanjutnya.

Dari kondisi kelas tersebut aku sudah paham bahwasannya guru yang masuk selanjutnya sedang tidak hadir, atau kami biasa menyebutnya free class.
"Woi dar, tumben amat telat" bahkan tanpa menoleh aku sudah tau siapa pemilik suara itu, Jessica tapi aku biasa memanggilnya Jeje.

"Apes gue hari ini je. Nunggu angkutan umum lama, pas udah dapat malah jalannya kayak keong. Mana kena hukum pak jul lagi" aku mengomel panjang lebar tentang kejadian buruk yang kualami hari ini pada sahabatku itu.

"Kasian amat lu, mumpung free class yok ke kantin" sebenarnya aku juga ingin mengiyakan ajakan Jeje, namun karena sudah lama berdiri saat dihukum tadi kakiku rasanya sangat pegal dan malas untuk dibawa jalan lagi. "Lu duluan aja deh, gue mending tidur" aku langsung meletakkan tasku diatas meja dan menjadikannya sebagai bantal untuk kepalaku.

Baru saja ingin masuk ke alam mimpi aku kembali teringat saat dihukum tadi, "aduh lupa lagi siapa nama orang aneh itu" aku mencoba mengingat kembali namun apa boleh buat kemampuan mengingatku tidak sebaik itu. Aku pun mencoba tidak peduli dan kembali tidur.

Entah akan bertemu atau tidak lagi dengannya. Si payung bintang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sinar BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang