Master
.
.
.4 tahun berlalu...
.
.
."Tuan, apa ada yang mengganggu anda?"
"Ppfft... Tidak sengaja menggigit lidah ku sendiri disaat sedang enak enaknya makan tidak bisa mengganggu ku, Jordy."
Jordy, si pria besar dengan bekas luka melintang yang khas itu hanya diam saja. Sebenarnya dia sudah peka dengan suasana hati tuan nya.
"Yang mengganggu adalah ... kenapa pria tua bangka itu memanggil ku setelah 5 tahun diam saja di kursi bututnya! Hah! Kita hampir hancur saja dia sangat acuh. Sialan, keparat itu benar benar! Apa mau nya kali ini."
Pelayan yang lain sudah benar benar bergetar takut ketika tuan mereka marah marah sambil meremukkan gelas wine nya.
Sedangkan seperti yang diharapkan, Jordy si tangan kanan setia dengan santainya membereskan semua itu.
"Tapi Tuan harus datang."
"Hah... Sialan. Apa si tua itu sedang sekarat, Jordy? Jika saja nanti dia tak memberiku surat warisan, kita bakar saja mansion utama." Gumam nya sambil berjalan menuju kamar utama, tentunya masih dengan rutukan marah marah.
Meski begitu, seperti kata Jordy. Kedatangannya ke mansion utama adalah perintah mutlak.
.
.
.Tumben sekali jalanan kali ini terasa sepi, hanya ada satu dua mobil saja yang melintas. Itu pun berlawanan arah.
Hal ini membuat Jordy bisa lebih cepat mengantar tuan nya ke mansion utama.
Tempat yang apabila dilihat dari luar begitu mewah dan bercahaya, ketika masuk kedalam banyak sekali pelayan yang menyapa mereka dengan ramah penuh hormat.
Beda sekali dengan mansion mereka yang dingin dan gelap. Para pelayan bahkan hampir tak pernah tersenyum. Ketakutan menjadi satu satunya hal yang ada disana. Hanya karena mereka selama bertahun tahun melayani tuan berhati dingin dan suka marah marah. Salah sedikit, kepala mereka bisa kena tebas.
"Tuan, saya menunggu disini saja."
"Ya ya... bersetubuh saja sana dengan pelayan muda dibelakang mu, sedangkan aku mendengar ocehan pria tua bau tanah."
Jordy hanya bisa menatap datar kearah pelayan wanita yang tersinggung dengan ucapan tuan nya.
Mau bagaimana lagi, Jordy tak pernah membantah satu pun perkataan kasar dari mulut tuan nya yang saat ini sudah masuk ke ruangan utama disini.
"Akhirnya datang juga, mau teh?"
"Tak usah, langsung bilang saja pak tua, penyakit apa yang sedang anda alami? Kanker stadium akhir? Warisan bagian ku yang mana? Bisnis persenjataan di bagian selatan?"
"Hohoho, sifat perhitungan mu itu mirip sekali dengan ibu mu."
Suara dentingan cangkir teh yang berisi setengahnya itu sungguh lembut namun juga sarat akan ketegangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blackwell
General Fiction"Harusnya ku bunuh saja kau malam itu..." dengan tangan besar yang merantai leherku semakin erat, dia berbisik sambil membenamkan kebanggaannya semakin dalam, jauh ke dalam titik ternikmat. "Desahkan namaku." dan tanpa ada keraguan serta celah untu...