Almost forgot
.
.
."Shh, sakit sekali astaga."
Pagi ini Lavierra bangun dengan kondisi yang mengenaskan. Rambutnya acak acakan, matanya bengkak, leher dan pinggulnya sakit, bahkan hampir seluruh tubuh bagian bawahnya terasa kebas. Keadaan ini diperparah dengan kepala yang berdenyut sakit.
Lavierra sampai bertanya tanya, memang seperti ini kah malam pertama? Begitu sakit!
"Ah sudahlah, jangan dipikirkan!" Lavierra menjambak rambutnya kemudian berusaha bangkit. Sampai matanya melihat sprai yang acak acakan ini, ada bercak darah yang tertinggal disana. Sontak Lavierra mengalihkan mata, memejamkannya sejenak dan berusaha bernafas senormal mungkin.
Ketika waktu semakin siang, secara alami para pelayan wanita menanyakan kabarnya dan membantu Lavierra bersiap diri.
"Tuan menunggu anda di meja makan, nyonya." Ucap seorang pelayan muda yang sudah selesai mengganti sprai baru. Membuat Lavierra malu saja, terlebih lagi panggilan 'nyonya' terkesan konyol untuknya. Sungguh berlebihan.
"Dia mau makan bersamaku? Dia yang mengajak duluan? Tumben sekali..." gumam Lavierra sambil berjalan ke ruang makan. Langkahnya pelan pelan, terkadang terdengar helaan nafas juga karena Lavierra tak tahan dengan rasa sakitnya.
"Ayo lah, kau lambat sekali seperti siput. Waktu ku berharga!!!" Mata tajam dan ucapan menghina itu menjadi sapaan pagi untuk Lavierra dari Zedekiah.
"Kau pikir ini ulah siapa!" Bentak Lavierra setelah duduk dengan ... lumayan nyaman pada kursinya.
Selang beberapa lama setelah mereka menghabiskan setengahnya menu sarapan, Zedekiah berdehem dan menatap Lavierra.
Yang lebih muda tentu saja melayangkan tatapan kebingungan. Sedikit kesal juga pada Zedekiah yang membuang buang waktu. Katanya waktunya berharga, tapi dia tak kunjung bicara juga selain dengan menatap Lavierra terus. Aneh.
"Kenapa diam saja begitu! Kau sembelit? Kau butuh aku jejali sayur?" Lavierra yang mulai kesal pun bersuara duluan.
"Dasar cerewet. Mulut mu itu semakin pintar saja ya. Menjijikan."
"Tolong bercermin tuan. Yang orang keluarkan dari mulut mereka itu kadang tergantung lawan bicaranya." Balas Lavierra tidak mau kalah.
Dan sampai sarapan mereka habis pun, tak ada percakapan penting selain saling mencela dan memaki.
Zedekiah berdecak kasar, rambutnya diacak acak frustasi dan kemudian dia meninggalkan Lavierra begitu saja.
"Jordy! Kau saja yang bilang pada wanita itu!"
Jordy berdehem, dia mendekati Lavierra kemudian menatapnya cukup lama.
"Kalian kenapa! Astaga!!! Ada yang salah dengan wajah ku!?" Kesal Lavierra ketika sadar akan mereka semua yang selalu terdiam menatapnya.
Jordy berdehem dan mengalihkan pandangannya, "Maaf nyonya..." Dia nampak salah tingkah.
Lavierra sangat tidak memahami ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blackwell
General Fiction"Harusnya ku bunuh saja kau malam itu..." dengan tangan besar yang merantai leherku semakin erat, dia berbisik sambil membenamkan kebanggaannya semakin dalam, jauh ke dalam titik ternikmat. "Desahkan namaku." dan tanpa ada keraguan serta celah untu...