Zadyn melihat pria itu tersenyum ramah ketika berpapasan dengannya. Baru saja kemarin ia melihatnya dengan rambut pirangnya sekarang rambutnya itu sudah dipotong pendek dan hitam legam. Tampilannya juga rapi dan urak-urakan seperti kemarin lusuhnya.Sungguh Allah Maha Mengetahui sedangkan ia tidak mampu. Begitulah hati manusia, Allah akan menghendaki siapa pun yang Allah hendaki.
Bukankah dia adalah lelaki yang dua hari lalu mengatakan perasaannya padanya? Dia yang mengajaknya pacaran waktu itu.
Lelaki itu tersenyum dan sedikit tertunduk kemudian melewatinya. Dia terlihat gentle dan sopan.
Zadyn beristighfar karena tadi sempat memandang matanya karena rasa kagetnya.
Ia segera menuju ke parkir untuk mengambil kendaraan dan pulang. Bukankah ibunya tadi mengatakan jika ada tamu di rumah. Ia pun penasaran siapa yang datang, mungkinkah sahabat ummah akan datang? Entahlah.
"Zadyn!"
Lelaki bertubuh jangkung itu melihat ke belakang. Terlihat gadis berhijab gelap itu kemudian berjalan menghampirinya. Napasnya sedikit terengah-engah.
"Ada apa?"
Setelah Kelvin berhenti di hadapannya dan mendongak. Ia pun mulai berbicara. "Dyn, gue punya tawaran. Seseorang ..." Ia berusaha mengatur napasnya. "Dyn, bagaimana penilaian lo tentang Alleo? Bukannya dia seorang yang taat sama kek lo?"
"Seseorang itu taat bukan dilihat dari penampilan," jawab Zadyn, "dan gue masih kurang dalam segala hal."
Selalu merendah hati. Kelvin selalu kagum dengan pria itu. Sebaik-baik manusia adalah dia yang sibuk melihat kekurangan diri sendiri sehingga melupakan menilai kekurangan orang lain.
Kelvin melambaikan tangannya di depan wajah Zadyn. "Ah iya, Dyn. Maksudnya iya ..." Kelvin kemudian menatap Zadyn dengan serius. "Lo gak bisa terus-terusan seperti ini, Dyn. Lo harus bisa membuka hati. Mungkin hari itu adalah kisah kelam. Tapi, jangan dulu menolak seseorang yang berusaha datang dengan niat baik, Zadyn."
Zadyn tahu ke mana arah pembicaraan ini, seketika tatapannya menjadi layu setelah ia sedikit tertunduk. "Gue tau, gue masih terpaku di sana. Tapi, gue belum bisa menerima siapa pun dulu."
Kelvin merasa kasihan. Sebesar inikah perasaan Zadyn kepadanya? Namun, ia menyadari karakter perempuan ini adalah versi ummahnya sewaktu muda.
Jika saja Kelvin tidak ada hubungan darah persaudaraan dengan Zadyn, ia ingin bisa bersamanya. Tersadar dengan lamunannya, Kelvin malah berpikir seperti itu. Apa yang malah gue pikirkan? Ia menepuk pelan keningnya.
"Dyn, semoga Allah beri hati yang lapang ya. Gue titip lo ke Allah. Dah, hati-hati di jalan." Kelvin melambaikan tangannya dan segera kembali ke temannya yang baru saja datang menungguinya.
Zadyn kembali melanjutkan langkahnya menuju parkir. Di dalam pikirannya seketika memberi penilaian atas seseorang yang disebut Kelvin.
Alleo teman sekelas mereka?
Menurutnya? Bahkan Zadyn tak pernah memperhatikan lelaki itu. Ia hanya tahu ada nama Alleo di kelasnya. Itu saja.
Sejauh yang ia dengar. Alleo itu lelaki sholeh. Sopan dan pintar. Dia juga termasuk mahasiswi yang aktif hingga bergabung menjadi anggota BEM. Dia juga sangat menjaga pergaulannya dengan lawan jenisnya.
Dia baik. Tapi, dia tidak bisa menyentuh hati ini. Zadyn tidak ingin melanjutkan penilaiannya. Ada rasa sesak di dadanya hingga akhirnya ia memilih untuk melupakan dan segera pulang.
Zadyn melihat sebuah mobil hitam terparkir rapi di halaman rumahnya. Mereka datang lebih cepat darinya dan ia tidak begitu penasaran siapa yang datang.Seandainya ada jalan masuk rumah lewat pintu belakang, ia akan menyelinap masuk di sana daripada harus bertemu dengan tamu ibunya.
Di dalam sana terdengar suara yang bersahutan. Zadyn tak dapat memilih jalan dan akhirnya mengucap salam walau ruang depan tidak ada siapa-siapa. Sepertinya mereka berada di ruang tengah.
"Kakak sudah pulang?" Itu seperti suara ....
"Salman?" Zadyn kaget. Lelaki itu tersenyum dan memberi salam padanya.
"Kapan kamu pulang?"
"Dua jam yang lalu, Kak," Salman menjawab.
Salman adik bungsunya. Dia sedang mengenyam pendidikannya di pondok pesantren kota sebelah. Ia pikir sekarang belum masa libur sekolah, lantas apa yang membuatnya pulang kali ini?
"Aku pulang karena aku rindu rumah, dan ada acara juga." jawab Salman seperti tahu pertanyaan yang ada di pikiran Zadyn.
Salman sangat berbeda dengan kakak sulungnya. Dia seorang yang ramah dan murah senyum, berbanding balik dengan kepribadian Arzher. Namun, hal itu tidak membuat keduanya berjauhan dan justru keduanya sangat akrab dan saling mengerti.
Ummah menyadari keberadaan Zadyn lantas tersenyum ramah dan segera duduk. Tanpa ia ketahui seseorang telah melihatnya dengan tatapan lain.
Tak menyangka akan bertemu di sini.
Baru saja duduk di sebelah abinya dan menyapa tamu dengan senyuman, bibir Zadyn merasa kelu melihat siapa yang ada di antara tamu itu. Seketika detak jantungnya bekerja dua kali lebih cepat.
"Zadyn, ini Ibu Ayana, teman lama Ummah. Kami kenal semenjak kami berada di lingkungan dunia kerja yang sama. Di sanalah pertemanan kami berawal." Ummah memperkenalkan sahabatnya kepada Zadyn karena hanya dia yang belum tahu. Sedangkan Salman dan Hana sudah mengetahuinya lebih dulu. Apalagi dengan Arzher meski jarang bertemu setidaknya ia tahu kerabat dekat keluarga mereka.
Zadyn jarang sekali berkumpul dengan mereka. Ia termasuk orang yang introvert sehingga dengan keluarganya saja dia masih bersikap kaku.
"Halo, Zadyn. Baru pulang kampus ya. Lama ya kita gak ketemu," sapanya, "sepertinya baru kemarin yah, Sheil aku menggendong Zadyn sekarang udah besar aja." Ayana berkomentar sembari tertawa kecil.
"Sekarang udah besar dong. Bahkan Zadyn udah mau bentuk keluarga sendiri juga keknya," kata Sheil disela candaannya.
Keluarga itu sangat harmonis dan mereka tertawa ramah sembari percakapan mereka yang bersahutan, sesekali Zadyn beristigfar karena tak sengaja tiba-tiba melihat ke cowok yang sedari tadi hanya diam. Dia tampak seperti pria maskulin yang berkarakter dingin.
Seketika Zadyn merasa rikuh saat tatapannya berjumpa dengan mamanya yang tengah tersenyum. Zadyn menjadi kikuk dan tertunduk disertai pipi yang kemerah-merahan.
Pria itu. Ia tak menyangka akan bertemu kembali dengannya. Zadyn tidak bisa mengatakan apa pun selain diam.
Begitu pula dengan lelaki itu. Dia juga tidak mengatakan apa pun selain diam dan sedikit tertunduk. Seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Zadyn merasa dunia ini sempit, ia bertemu dengan lelaki yang ternyata dia adalah anak dari teman ibunya.
Di sisi lain, Khana sang adik melihat kakaknya yang pandangannya tidak seperti biasanya hanya tersenyum simpul.
Lupakan masa lalu, Kakak. Allah pasti akan menggantikannya dengan seseorang yang lebih baik, dengan versi yang lebih baik.
Astaghfirullah hati gue kenapa ini kok jedag-jedug. Zadyn terus berusaha beristigfar karena gelisah hatinya merasa dikerubungi oleh banyak kupu-kupu.
"Sebenarnya tujuan bersilaturahminya kita dua keluarga ini ada maksud lain juga untuk menyambung tali persaudaraan menjadi terikatan kekeluargaan." Alga selaku pemimpin dari keluarga dari pihak perempuan menyampaikan maksud dan kedatangan ibu Ayana dan keluarganya.
Maksudnya keterikatan bagaimana? Zadyn seketika menjadi panas dingin dan tak sengaja pula matanya bersua dengan tatapan sayu, namun tampak dingin itu.
Zadyn langsung menundukkan pandangannya dan ta'awudz.
KAMU SEDANG MEMBACA
Z A D Y N A
Cerita PendekDi zaman sekarang ini sangat jarang ada seseorang yang bisa bertahan dengan satu hati. Di mana perasaannya yang tidak berubah hanya untuk satu hati saja. Terlebih lagi seorang perempuan yang memiliki cinta tulus untuk seorang ikhwan. Sebut saja Zady...