Andrew kembali menghela napas. Entah sudah berapa kali dia menghela napas panjang hari ini. Dia tidak habis pikir, bagaimana dia bisa terjebak dengan wanita ini? Padahal sekarang mereka sedang berlibur ke pantai yang terletak di pulau seberang, tapi tetap saja wanita ini bertingkah sesuka hatinya. Semua liburan mahal ini adalah rencananya. Seharusnya dia senang, bukan malah sebaliknya. Andrew benar-benar pusing.
Wanita itu mengerjapkan matanya saat membuka tirai jendela kamar hotel. Udara hangat pagi hari khas daerah pantai berhembus ke dalam kamar hotel yang mewah.
"Morning, sayang ... gimana? ... tidurnya nyenyak?", sahut Andrew menyapa istrinya yang cantik jelita, Irene.
"Biasa aja", balas wanita itu dengan ketus.
Seberkas cahaya pagi hari menembus tirai jendela kamar. Irene terbangun oleh sinar mentari pagi yang membanjiri wajahnya. Selimut sutra menyapu bahu telanjangnya saat dia duduk.
Sambil menghela napas panjang. Irene menghirup setiap udara segar ke dalam paru-parunya sambil menyibakkan rambutnya yang panjang dari sisi poni. Irene menendang kakinya dari bawah selimut, lalu melompat dari tempat tidur sebelum akhirnya mendarat di lantai berkarpet lembut.
Wanita itu berdiri selama beberapa detik lalu kemudian mengangkat tangannya ke atas kepala, merenggangkan tubuhnya yang lentur dan atletis.
"Hari ini kamu mau kemana? Sini aku anterin".
"Gak usah, ... gua bisa sendiri", sebuah jawaban singkat dengan nada datar yang terkesan tak acuh.
Andrew menarik nafasnya sedalam mungkin diiringi gelengan kepala. Pria tampan berkacamata itu menggaruk kepalanya dengan ekspresi kebingungan. Penampilannya hari ini terlihat menyedihkan. Berbeda dengan pebisnis muda lainnya, penampilan Andrew terlihat tidak terawat, wajahnya menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Dia memiliki kantung mata dan kulit pucat karena kurang tidur.
Pagi ini pun tidak ada bedanya. Apalagi ditambah dengan keadaan linglung, seakan sedikit tersesat dalam kehidupannya sendiri.
"Aku mandi dulu", keluh Irene.
"Kita lagi liburan, sayang ... kamu apa gak bisa kalem sedikit", dia mencondongkan tubuhnya lalu mengendus punggungnya.
"Gak usah pegang-pegang gua", Irene berbalik dan mendorong suaminya hingga jatuh ke atas tempat tidur.
Tiba-tiba kondisi kamar berada dalam kesunyian. Andrew dengan wajah bodohnya, sedangkan Irene memandang pria itu dengan tatapan jijik.
"Udah gua bilang, gak usah pegang-pegang gua, ...", bentak Irene, "denger ya, Ndrew, ... lo bisa jadi seperti sekarang itu karena bokap gua, ... kalau bukan karena dia, ... lo cuma cowok gembel yang ada di jalanan".
Apa gua ceraikan aja ini cewek, ya.
Begitu pikir Andrew saat dia mendengar istrinya mengocah hal yang sama berulang-ulang.
Memang semua yang dia katakan Irene itu benar. Dirinya bisa menjadi pengusaha real estate seperti ini karena bantuan dari keluarga Irene.
Andrew percaya bahwa tidak semua pria ingin menjalin hubungan seperti ini. Faktanya, tanpa keluarga Irene pun sebenarnya dia bisa membangun bisnisnya sendiri. Dirinya cukup mandiri untuk tidak bergantung pada siapapun.
Namun pada saat itu, ... dia bertemu dengan Irene, ... seorang wanita yang kecantikannya bak bidadari. Sosok wanita berusia 24 tahun yang sungguh mengesankan secara fisik. Lekuk tubuhnya sempurna bagaikan jam pasir, ditambah rambut hitam lurus sebahu. Wajah gadis yang sangat cantik dengan wajah oriental yang ideal. Pipinya yang kecil dengan tulang pipi yang menonjol, dagunya melekuk 'V-shape', dan matanya cenderung sipit namun proporsional.
Hingga saat ini, ... sosok itu tak pernah berubah. Dan selalu menjadi pemandangan yang mengesankan, yang berarti, dan yang selalu diinginkan oleh Andrew. Tapi harga dari memiliki sosok sempurna itu adalah hubungan suami istri yang tidak pernah luput dari kekecewaan.
Kecantikan, kekayaan, kepintaran, ambisius, ...
Tanpa empati, sombong, dan tempramental, ...
Itulah Irene.
Saat dia berkonsultasi dengan konsultan pernikahan, Andrew tersadar bahwa hubungannya dengan Irene adalah Female Led Relationship. Bukan istilah baru, akan tetapi Andrew pun tersadar bahwa relationship inilah yang menjebaknya hingga akhir hayat nanti. Selalu berada di bawah kaki sang istri.
Segala keputusan dalam rumah tangga berada di dalam genggaman Irene. Bahkan untuk hal-hal kecil seperti tempat berlibur, jam makan malam, berpakaian, waktu me-time dan waktu bersama, semuanya berada di bawah keputusan Irene.
'Semua' yang dimaksud pun tidak hanya terbatas pada skala pekerjaan. Bahkan untuk hal-hal mendasar dalam rumah tangga pun harus dilakukan oleh Andrew, dan dia tidak diperbolehkan untuk membantah, atau mempertanyakan, alih-alih memperdebatkan keputusan Irene.
"Gua mandi dulu", kata Irene sambil Irene melenggang ringan melintasi kamar hingga sampai ke kamar mandi.
Helaan nafas panjang kembali terdengar. Ini sudah kali keberapa Andrew menahan kekesalannya pagi ini. Teringat dengan jelas saat pertama kali mereka berdua bercinta pada malam pertama. Dari sanalah Irene memulai mengambil peran penguasa di dalam keluarga ini. Satu kalimat dari bibir Irene yang tidak pernah dilupakan oleh Andrew.
Mulai sekarang, aku yang bakalan ngatur keluarga. Mengatur kamu, dan segalanya tentang keluarga ini. Paham!?
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Hukuman untuk Sang Istri
RomanceHukuman untuk seorang istri yang dominan kepada suaminya, ... Tapi yang menghukum sang istri bukanlah sang suami, ... Female led relationship! Soft BDSM! Cerita ini adalah karya fiksi. Semua karakter, peristiwa, dan tempat di dalamnya adalah hasil...