Chapter. 00

61.2K 1.4K 91
                                    

Say hai to Dicintai Putra Kyai

Yuk ikutin kisahnya dan temukan akhir yang bahagia!

○•○•○


Majelis taklim itu dipenuhi oleh jamaah yang antusias. Di luar, antrian masih mengular, menanti kesempatan untuk masuk ke dalam gedung tempat acara peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam akan segera dimulai. Di tengah keramaian itu, Zahra melangkah ragu-ragu, menggenggam tangan ibunya dengan erat.

"Uma, ramai sekali... Zahra malu," bisik gadis itu, wajahnya yang putih berseri menunduk, berusaha menghindari tatapan orang-orang yang terlihat tertuju padanya.

Sang Umma, Salma Arumi Nasha, tersenyum lembut pada putrinya. "Wajar saja, Nak. Ini acara besar. Banyak orang yang ingin datang. Lagipula, ini kesempatanmu untuk belajar dari Kyai besar."

"Tapi Zahra merasa canggung, sepertinya banyak yang memperhatikan kita," Zahra bergumam pelan, merasa tak nyaman dengan perhatian yang dirasanya terlalu intens.

Umma mengusap lembut tangan putrinya. "Tenang saja. Kamu di sini bersama Umma dan Abi. Yuk, kita masuk dulu, nanti kalau terlambat, tidak kebagian tempat duduk."

Dengan berat hati, Zahra mengikuti langkah Umma-nya, menundukkan kepalanya saat beberapa jamaah perempuan tersenyum ke arah mereka. Ia baru pertama kali mengikuti majelis sebesar ini. Biasanya, Zahra selalu berhasil menghindar dari ajakan orang tuanya, tapi kali ini, Umma dan Abi-nya tak memberikan pilihan lain. Mau tak mau, Zahra harus ikut.

Sesampainya di dalam, mereka melepas sandal dan masuk ke area utama. Tempat duduk di barisan depan masih kosong, jadi mereka memilih duduk di sana. Zahra duduk dengan canggung, matanya mencoba fokus ke depan, tempat Kyai akan berceramah. Namun, sesekali ia melirik ke arah orang-orang di sekelilingnya, memperhatikan wajah-wajah yang tampak khusyuk.

Di tengah rasa gugupnya, pandangannya tak sengaja bertemu dengan sepasang mata tajam milik seorang pemuda yang duduk beberapa baris di depan. Mata mereka bertemu sejenak, lalu detik berikutnya pemuda itu tersenyum. Zahra merasakan pipinya memanas, cepat-cepat ia menundukkan kepala, berusaha mengalihkan perhatiannya.

"Astagfirullah... Zahra, jaga pandanganmu," gumamnya, berusaha menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdegup lebih kencang.

---

Sementara itu, di depan jamaah, duduklah dua pemuda yang tampak berbeda dari yang lain. Salah satunya adalah Ariz Zayyan Malik, putra dari Kyai Azhar Malik. Dengan penampilan yang menawan dan sikapnya yang tenang, Zayyan menarik perhatian banyak orang, terutama jamaah perempuan yang tak bisa mengalihkan pandangan darinya. Rahangnya yang tegas, kulitnya yang putih, serta tatapannya yang dalam membuat banyak mata terfokus padanya, meski Zayyan tampak acuh.

"Masya Allah, Gus Zayyan, banyak yang cantik di sini," bisik Ilyas, teman dekatnya, dengan nada menggoda.

Zayyan hanya menggeleng pelan. "Jaga pandanganmu, Ilyas. Kita di sini untuk mendengarkan ceramah, bukan untuk melihat-lihat," ucapnya datar, meski matanya pun tak bisa menghindar dari sesekali melihat ke arah barisan jamaah perempuan.

Saat ia mengedarkan pandangannya, matanya bertemu dengan seorang gadis yang duduk di barisan depan. Gadis itu—Zahra—terlihat berbeda. Kecantikannya bukan hanya fisik, tetapi ada aura ketenangan dan kesederhanaan yang memikat. Zayyan tertegun sesaat, hingga gadis itu menundukkan pandangannya. Zayyan tersenyum, meski sedikit kecewa karena pandangan itu tak berlangsung lama.

"Astagfirullah...," gumamnya pelan, menyadari dirinya terpesona oleh gadis yang baru saja dilihatnya.

---

Setelah acara majelis berakhir, semua jamaah menunaikan shalat berjamaah. Zayyan berjalan keluar bersama ayahnya, Kyai Azhar, ketika mereka bertemu dengan sahabat lama ayahnya, Kyai Faiz, yang juga baru saja keluar dari masjid.

"Faiz! Sudah lama kita tak bertemu," sapa Kyai Azhar dengan wajah sumringah.

"Azhar! Alhamdulillah, kabar baik? Sudah lama sekali ya, kita tak duduk bersama begini," balas Kyai Faiz sambil menjabat erat tangan sahabatnya.

Mereka terlibat percakapan akrab, sementara Zayyan berdiri di sebelah ayahnya, mendengarkan dengan sopan. Sesaat kemudian, seorang gadis menghampiri mereka, dan Zayyan tertegun. Gadis itu—Zahra—ternyata adalah putri dari Kyai Faiz. Kini, gadis yang sempat menarik perhatiannya di majelis tadi berdiri tepat di hadapannya.

"Abi, Umma sudah menunggu di mobil," Zahra memberi tahu ayahnya dengan lembut.

Zayyan hanya bisa menatap dalam diam, sementara Ilyas yang berdiri di sampingnya menyenggol lengan Zayyan, tersenyum nakal. "Eh, Gus, jangan sampai terpesona lagi," bisiknya, diiringi senyum jahil.

Kyai Azhar, yang melihat tingkah putranya, tersenyum kecil. "Kamu suka gadis itu, Zayyan?" tanyanya pelan, namun penuh makna.

Zayyan terdiam, lalu perlahan ia menatap ayahnya dan berkata dengan nada serius, "Abah... bolehkah aku meminangnya?"

Ucapan Zayyan membuat Ilyas yang tadinya menggoda mendadak terdiam, kaget dengan keseriusan temannya. Kyai Azhar tersenyum bijak, menepuk bahu putranya. "Kalau itu yang kamu inginkan, bicaralah pada kedua orang tuanya."

Zayyan mengangguk pelan, sementara pikirannya berkecamuk. Apakah ini takdir yang mempertemukan mereka? Pertanyaan itu memenuhi benaknya saat ia berjalan menuju mobil, mengikuti langkah ayahnya dan Ilyas yang masih sibuk mencerna apa yang baru saja terjadi.

---

To Be Continued...

𝐷𝑖𝑐𝑖𝑛𝑡𝑎𝑖 𝑃𝑢𝑡𝑟𝑎 𝐾𝑦𝑎𝑖 [ END-REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang