***
Drett... Drett...
Suara ponsel berdering di atas meja membuat Gita yang sedang menangis sambil memeluk tubuh sendiri, langsung mengangkat kepalanya menatap meja yang tak jauh darinya.
Dia langsung menghentikan tangisannya, mengusap wajahnya, terutama bagian mata agar tidak terlihat seperti orang yang sedang menangis.
Gita mulai berdiri dari duduknya, dia meraih ponselnya dan melihat ada nama Eli di layarnya. Eli tiba-tiba mengajaknya Video Call. Dia tak buru-buru mengangkat, lagi-lagi Gita memastikan wajahnya terlihat baik-baik saja walaupun dia tahu akan sulit. Maka hal alternatif yang dia lakukan adalah mematikan lampu agar wajahnya tak terlihat.
"Ekhem..." Dehem Gita mengecek suaranya sendiri.
Setelah itu Gita mengigit bibirnya sendiri menahan dirinya agar tidak menangis dan akhirnya dia memencet tombol mengangkat panggilan dan mulai tersambung dalam panggilan video call dengan Eli.
"Halooo Gita!!" Teriak Eli dari seberang sana.
Gita tak menjawab, dia masih sibuk menahan dirinya agar tidak menangis di depan Eli.
Ternyata Eli menyadari ada yang aneh dengan Gita, pertama dia tidak mendengar omelan atau bahkan decakan dari Gita. Biasanya Gita akan mengomel karena Eli teriak-teriak dan akan bilang jika Gita bisa mendengarkan suara Eli walaupun Eli tidak berteriak-teriak seperti tadi.
Kedua Eli melihat layar Gita gelap gulita, hanya ada sedikit cahaya saja, tapi itu tak membuat Eli bisa melihat wajah Gita.
"Napa lu?" Tanya Eli dengan nada bicara yang serius.
Gita menggelengkan kepalanya, dia tak mampu untuk mengatakan satu katapun, tapi agak percuma Gita menggelengkan kepalanya karena Eli tidak akan bisa melihatnya.
"Git, jangan buat gue khawatir. Lu kenapa?" Tanya lagi Eli karena tak kunjung juga mendapatkan jawaban dari Gita.
Sekarang Gita tak bisa menahan tangisannya, dia melepaskan bibirnya yang digigit lalu menangis. Dia menjatuhkan ponselnya di atas kasur, sedangkan dia lanjut menangis sambil mendekap wajahnya sendiri.
"Git, lu nangis?" Tanya Eli.
Setelah itu, Eli tidak bertanya apa-apa lagi. Dia cukup mengerti jika sekarang Gita belum bisa ditanyai, jadi dia memilih membiarkan Gita menangis.
Sekarang yang terdengar hanya isak tangis dari Gita, suara itu membuat Eli jadi ikut menangis. Jika diingat-ingat terakhir kali Eli menemani Gita menangis adalah saat pertama kalinya Dey mengatakan putus pada Gita, walaupun mereka balikan lagi dan akhirnya putus lagi.
Yang kedua kalinya bersama Dey, Gita tak lagi bisa menangis karena rasanya tak terlalu menggebu-gebu seperti diawal.
Dan hal yang paling membuat Gita menangis, hingga tangisannya tak lagi mengeluarkan air mata karena saking menyakitkan adalah karena Ayah-nya.
Sang ayah yang selalu menjadi panutan Gita, selalu Gita bangga-banggakan dan Gita kira seseorang yang paling mencintai dirinya dan Bunda-nya, ternyata berkhianat juga. Kejadian itu membuat Gita menangis hampir setiap malam dan beberapa kali juga Eli uang menemaninya.
Sekitar 15 menit Eli hanya mendengar Gita menangis, dia juga sudah menangis karena bisa merasakan rasa sakit yang Gita alami.
"Li" Lirih Gita memanggil Eli.
Suaranya kecil, tapi masih bisa terdengar oleh Eli. Eli langsung mengangkat kepalanya, sebelumnya dia merebahkan kepalanya dengan tumpuan tangannya sendiri.
"Kenapa? Udah enakkan lu?" Tanya Eli, "Nyalain dong lampunya, gue mau lihat lu" Lanjut Eli.
"Nggak, gue gak mau" Tolang Gita, suaranya sangat lemah dan masih ada sisa-sisa segukkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Different World
FanfictionGita Sekar, mahasiswa sastra Inggris semester akhir yang sedang disibukkan dan dipusingkan dengan skripnya, tetap mencoba waras dengan melampiaskan rasa lelah dan stressnya pada mainan. Gita yang memang sedari dulu suka sekali mainan dan punya kein...