Hello!
Don't forget coment and vote, Loves!✦ . ⁺ . ✦ . ⁺ . ✦
"Kita harus berpisah disini, ya, Michael? Michael ... Aku suka nama barumu." Cassie tersenyum lebar menatap Killian.
"Apa yang dilakukan manusia disini saat perpisahan, Leticia?" tanya Killian, mengusap rambut coklat bergelombang sang gadis.
"Hng?" Cassie berpikir sejenak sebelum menjawab. "Pada dasarnya semua manusia disetiap dimensi itu sama. Ucapan selamat tinggal mungkin? Yah, dulu sewaktu aku didimensi ini, tak ada yang mengucapkannya, sih," jelasnya.
"Hidupmu miris sekali," cibir Killian.
Cassie menatapnya sayu, lemas sekali seperti tidak ada tenaga. Gadis kecil berjiwa dewasa itu bergelayut manja pada lengan Killian. "Heungg. Kau benar. Maka dari itu, beri aku ciuman lagi agar aku lebih kuat menghadapi hidup~"
Semenjak keduanya terikat, mereka sama-sama ketergantungan satu sama lain. Cassie selalu membutuhkan kekuatan Killian melalui sentuhan fisik atau hal intim. Sedangkan Killian membutuhkan Cassie untuk bertahan hidup, agar jiwanya abadi. Keduanya itu gila dan ambisius.
Semua berawal ketika Irena masih menjadi Puteri kerajaan, dikatakan bahwa ada sosok tersegel dalam inti goa kesengsaraan. Irena turun membawa kekuatannya, jadi ia menaklukkan Azarath. Jiwa pria itu tersegel dan hanya keturunan dewi Nyx yang bisa membebaskannya. Ikatan terjadi setelah Azarath diberi setetes darah Irena, itupun keduanya harus bertarung sengit.
Irena waktu itu sangat putus asa dengan hidup, melakukan hal senekat itu. Jiwa murninya perlahan terkikis oleh jiwa kotor Azarath. Mustahil bagi Irena bisa 'kembali'.
"Harus berpisah disini?" tanya Killian tanpa menanggapi tingkah Cassie.
"Iya. Ketika aku dipertemukan denganmu lebih awal, itu artinya akan berpisah cukup lama."
"Kita tidak bisa berjauhan, 'kan? Lalu bagaimana dengan jarak?"
Cassie semakin memeluk erat lengan Killian. "Ada beberapa hal yang tak bisa aku katakan padamu. Namun tenang saja, aku maupun kau akan baik-baik saja." Cassie mendongakkan kepalanya, melihat ekspresi pria kecil. "Lagipula kita itu satu, sejauh apapun jaraknya. Jangan khawatir!"
"Aku yang pergi dari sini atau kau?"
"Kau."
Killian mendatarkan wajahnya, terlihat kesal. "Jadi aku yang meninggalkanmu?"
Cassie mengangguk dengan wajah serius, melihat setiap ekspresi Killian itu menghadirkan kebahagiaan tersendiri. Ia yang sedari awal berusaha membuat pria kaku itu berekspresi, ia berhasil. Ah, rasanya seperti melihat anak berhasil berjalan dan kau yang yang melatihnya! Ekhem. Lupakan, lupakan.
"Aku tidak mau."
"Apa?"
"Meninggalkanmu. Harusnya kau saja, Leticia."
Cassie melongo, tidak mengerti. "Maksudmu?"
"Harusnya kau yang pergi dari sini, bukan aku," jawab Killian.
"Sudah takdirnya seperti itu."
"Lalu kau?"
"Hm?" Harusnya Cassie sudah terbiasa dengan sifat irit bicara Killian, namun kenapa rasanya berbeda!?
"Kau menetap disini dan meminum ekstasi?"
"Menjadi jalang. Ini bukan panti asuhan, kau tahu?"
Killian berdiri dan menarik kerah dress Cassie, menatap netra hazel itu tajam. "Ulangi ucapanmu!" sentaknya menuntut.
Cassie pun terpaksa ikut berdiri. Perbedaan tinggi sangat terlihat, "Aku melakukannya karena menunggumu, agar memiliki pekerjaan juga. Lagipula itu takdirku disini," tutur Cassie pelan. Menyinggung Killian itu kesalahan besar!
KAMU SEDANG MEMBACA
Redemption and Fate
Fantasy[warn: mature, harsh word, kissing scene, etc] Jiwanya diturunkan untuk menebus kesalahan, namun bukannya melakukan hal baik untuk kembali, ia malah melakukan hal sebaliknya. Hidupnya seperti opera tak berujung. Setiap kehidupan, ia gagal. Bagaima...