Welcome!
Don't forget coment and vote, Loves!
"There is no need to try hard to resist fate, just live it. Let time answer all the events in the past."
-m i o.
✦ . ⁺ . ✦ . ⁺ . ✦
Irena menatap kosong tangan lusuhnya, ia terdampar pada tubuh kurus entah milik jiwa siapa. Matanya menatap sekeliling, memindai dengan cermat dimana ia sekarang. Jembatan diatasnya, sungai dan beberapa sampah membuat Irena mengerti. Ini mengingatkannya pada kehidupan pertama saat dijatuhkan ke bumi, selalu mengulang takdir tragis.
Saat menjadi Ratu di kehidupan keempatnya, ia mendapatkan jalan takdir yang indah. Semua ia dapatkan tanpa harus berusah payah. Menarik napasnya sebentar, mengingat seberapa bodohnya ia, terlalu terlena dengan kenikmatan dunia fana.
"Sebenarnya salahku dalam memimpin itu dimana? Aku mengambil pajak lebih tinggi karena itu sebagai jaminan masa tua para rakyat. Aku mempekerjakan anak perempuan mereka di Istana. Pembangunan kerajaan juga sangat baik. Dimana salahku, Az?"
Hening. Tidak ada jawaban, justru udara malam semakin menggigit kulit kusamnya.
Irena tertawa miris, airmatanya turun deras. "Azarath ... Datang dan hapus airmataku! Ini perintah!"
Suara serangga berdatangan, Irena sadar bahwa kali ini ia sendiri lagi. Kesepian tidak ada yang menemani. Irena harus memulai semuanya dari awal, tanpa Azarath di sisinya, tanpa pundak sang bayangan saat merasa lelah, tanpa rengkuhannya saat tidak bisa tidur nyenyak. Irena marah, terlalu marah hingga tidak bisa berteriak dan hanya menangis.
Semenjak bertemu Azarath, Irena selalu menangis di pundak kokoh pria itu. Irena tidak pernah kesepian karena sang bayangan. Irena ketergantungan dan ... Apa bisa ia berjalan tegak tanpa Azarath di sisinya?
Ingatan Irena saat pertama kali melakukan penebusan datang, masa tersulit menurutnya. Ia yang 'jiwa langit' harus menjadi manusia biasa. Kehidupan asing, orang asing, tempat asing dan ... Irena selalu gagal dalam kehidupannya
Setelah beberapa menit menangis dan meratapi takdirnya, Irena bangkit. Ia sadar hukumannya akan semakin berat saat menyerah. Ia juga belum melihat bagaimana bentuk dunianya ini. Seperti kehidupan sebelumnya atau berbeda, Irena ingin tahu.
"Mirip seperti kehidupan keduaku?" lirih Irena saat melihat bangunan megah, kendaraan berlalu-lalang.
"Brr ... Dingin sekali. Kapan fajar akan datang? Bisa mati kedinginan aku." Kaki kecil Irena melangkah menaiki tangga menuju trotoar, saat tersandung dan terjatuh, Irena baru sadar bahwa tubuhnya mengecil.
"Aku menjadi kecil lagi? Kenapa tidak menjadi nenek peot sekalian, ya? Kan aku hanya perlu diam menunggu kematian." Irena merebahkan tubuhnya pada pondasi keras, memandang sendu langit malam yang penuh bintang.
"Apa kalian menungguku diatas sana? Yah, mana mungkin. Kalian kan membenciku," ucapnya pada hamparan bintang, seolah mengerti bintang paling terang pun mengerlipkan cahayanya.
"Cih. Bohong kau, Selena." Jika jalan tengah ramai saat ini, mungkin Irena akan dianggap gila karena berbicara sembari menatap langit, apalagi penampilannya sangat mendukung.
Irena memeluk tubuh ringkihnya, meringkuk kedinginan. Kesadarannya menipis saat merasa cahaya hangat masuk ke tubuhnya. "Terimakasih, Selena," gumamnya sebelum terlelap. Sedangkan sosok cahaya disampingnya tersenyum tipis. "Semoga berhasil, Adikku." Sosok itu mengusap kepala Irena, sebelum mengecup dahinya cukup lama.
![](https://img.wattpad.com/cover/357707855-288-k920635.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Redemption and Fate
Fantasy[warn: mature, harsh word, kissing scene, etc] Jiwanya diturunkan untuk menebus kesalahan, namun bukannya melakukan hal baik untuk kembali, ia malah melakukan hal sebaliknya. Hidupnya seperti opera tak berujung. Setiap kehidupan, ia gagal. Bagaima...