"Tak apa jika takdir ku sesulit ini. Karena mungkin setelah semua kesulitan yang ku lalui, akan ada hal yang membuatku terpana sampai aku melupakan semua rasa sakit ini, Hyung."
================================================================
Langkah panjang Yoongi terhenti tepat didepan pintu bercat putih tulang yang disamping handle nya terdapat ornamen kaca.
Terlihat dalam manik matanya sosok pemuda yang kini tengah berdiam menatap langit yang sore ini menumpahkan berkahnya ke dunia.Dia yang tengah menenteng bak instrumen karena harus melakukan injeksi pada si manis. Tapi, melihat begitu asik Jungkook yang terlarut dalam dunianya membuat ia urung membuka pintu.
Dia tak ingin mengganggu Jungkook yang ia tau pasti sedang mencoba berdamai dengan keadaan. Karena setelah insiden tiga hari lalu, Jungkook resmi menjadi penyandang Single-Side deafness, sebelah kiri telinga Jungkook sudah tidak bisa berfungsi normal jika tidak menggunakan alat bantu dengar. Beruntung telinga kanannya masih normal meski harus tetap melakukan beberapa pemantauan.
Jika orang lain akan menangis dan menyalahkan takdir, adiknya justru tersenyum mendengar vonisnya. Seolah semua kemalangan yang menimpanya hanyalah hal kecil yang tidak begitu memiliki arti.
Padahal, Yoongi berulang kali menyalahkan dirinya karena tidak bisa mendeteksi lebih awal. Ia merasa malu dengan predikat nya yang dinyatakan lulus sebagai dokter, sementara dia sendiri telah gagal merawat adik yang begitu di cintai nya.
"Mau ku temani, Yoon?"
Tawar A Rin yang melihat sudah sejak sepuluh menit lalu dokter muda itu terpaku di depan pintu.
"Tidak, Rin. Aku hanya tidak ingin merusak momen kesukaan Jungkook."
Bohong,Yang ada Yoongi sangat ingin menemani Jungkook menikmati hujan yang begitu disukainya. Bercanda dan bercerita bersama dengan secangkir kopi atau coklat panas, membangun kehangatan antara adik dan kakak yang memiliki kesibukan masing-masing.
Tapi sepertinya Tuhan tidak menghendaki itu. Karena yang Yoongi rasakan justru berbanding terbalik dengan bayangan indahnya. Jika saja Yoongi masuk tanpa perasaan yang kokoh, dia hanya akan menambah dingin suasana dan menghancurkan senyum si manis yang tengah terbit.
"Momen kesukaan si manis itu saat bersamamu, Yoon. Kakak tercintanya."
A Rin meminjam sebelah tangan Yoongi. Mengamitnya dengan kedua telapak tangannya dan menggantungkan setinggi dada. Ia mulai menutup mata dan merapatkan telapak tangannya dengan kuat.
"Apa yang kau lakukan, Rin?"
A Rin terdiam beberapa saat dan membuka matanya beberapa detik kemudian untuk menjawab kebingungan Yoongi.
"Aku barusaja meminjamkan sedikit kekuatan. Jadi, kau harus membayar nya kapan-kapan, oke?!!"