CHAPTER 6

6 5 0
                                    

Kevin masih bergelung di kasurnya yang hangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kevin masih bergelung di kasurnya yang hangat. Udara dingin di luar membuatnya semakin melilitkan tubuh dalam selimut. Meski sejak tadi suara dalam pikiran tidak bisa diam dan matanya tidak bisa terpejam. Padahal jadwal mengajar pagi lima jam lagi segera dilaksanakan, tetapi dia belum juga terlelap dalam mimpi yang membuatnya sedikit beristirahat.

Suara ketukan pintu membuyarkan imajinasinya sendiri perihal susunan peristiwa yang mungkin bisa memberi jawaban kemana Raras berada. Hampir tiga hari tak ada berita dan dia lelah terus meyakinkan temannya kalau ibunya baik-baik saja. Bagaimana mungkin bisa meyakinkan seseorang, sementara dia sendiri ragu akan keyakinannya?

Tidak ada yang sedang baik-baik saja, meski mereka meyakini semoga hal buruk tidak terjadi, tetapi kenyataan kadang tidak berjalan mulus sesuai keinginan. Kevin terduduk, mengibaskan selimutnya ke samping, dan berjalan menuju pintu yang berada di samping rak buku yang minta diganti baru. Dia menarik handel, membukanya lalu dibanting kembali begitu menyadari siapa yang ada di sebaliknya.

"Kirain Genta, kamu ngapain ke sini, Ra?" jerit Kevin panik lalu celingukan menyambar kaus dan celana panjang.

Betul-betul tidak terduga, baru saja dipikirkan sosok wanita itu sudah menjelma di depan pintunya pagi-pagi buta begini. Dia menarik napas sebentar karena wajahnya seakan memanas. Berharap wanita itu belum melihatnya yang berantakan di pagi hari, kacau, poninya bahkan berantakan, muka bantal masih terlihat. Terdengar tawa Genta samar di balik pintu. Diiringi tawa Zanara yang juga seperti dihalau oleh telapak tangannya sendiri. Mereka berdua sudah seperti saudara.

"Makannya kalo tidur pake baju lengkap!" teriak Genta sembari mencuci beras di wastafel.

Jarak kamar Kevin yang berada di ujung bersebelahan dengan dapur, membuatnya tak perlu repot jika ingin memasak bahkan di tengah malam sekali pun. Sementara Zanara yang masih terkekeh duduk di bangku dekat sekat meja yang dibuat terpisah antara dapur dan ruang makan. Dekorasi dinding putih dengan wallpaper batu bata berwarna serupa, memberi kesan rapi meski yang memasak sering lupa bebersih. Dua daun jendela yang berada di sisi samping Zanara terbuka lebar membuat semilir angin dari halaman samping sedikit menerbangkan ujung-ujung rambut sebahunya. Segelas teh dalam cangkir kaca berada dalam genggaman wanita itu.

"Temenin hari ini ke kantor polisi, kita lapor kehilangan. Gak mungkin nunda-nunda lagi," ujarnya sembari menyeruput teh yang tinggal separuh.

Kevin menggaruk kepala yang tak gatal. Lalu berdiri tak jauh dari Zanara, kedua tangannya masuk dalam kantong celana bahan yang dia ambil sembarang. "Yaudah, ayo. Tapi sebelum berangkat, kita pada makan dulu, ya. Habis ini aku mau lanjut ngajar soalnya." Kevin mensejajari Genta yang sekarang mematung dengan tatapan yang tertuju bergantian antara kakaknya dengan Zanara–di samping magicom setelah memencet tombol untuk memasak.

"Minimal mandi dulu, Bang. Jangan sampe iler-ilernya pada netes ke makanan," sela Genta sembari menjauhkan diri takut disambit.

Kevin mengibas-ngibaskan tangan meraih sang adik yang kini sudah berdiri jauh dekat kulkas yang berada di sisi kanan jendela. "Kenapa bukan kamu tadi yang bukain pintu?" tanya Kevin geram sembari mengambil wajan di lemari bawah kompor.

Terikat Takdir (Kala Cinta Bertahan dalam Kenangan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang