Sebuah berita dalam siaran televisi membuat Raras yang tengah berada di ruko rajutnya menghentikan kegiatan. Seorang penyiar wanita dalam breaking news mengenakan blazer biru dengan rok span merah setinggi lutut. Namun, fokus Raras terpaku pada bacaan di bawah layar, 'Kebakaran terjadi di gedung Gunande Point. Tiga belas orang luka-luka.'
Raras mengalihkan pandangan lagi ke rajutannya yang tengah mengerjakan sebuah cardigan dengan benang cokelat. Kini dia hampir merampungkan rajutannya dengan menyatukan kancing hitam besar sebagai variasi.
"... Para karyawan yang sedang melakukan acara di dalam gedung Gunande Point, salah satu korban tewas sudah berhasil diidentifikasi yaitu seorang karyawati bernama Zanara Audi. Sementara seluruh korban kini sudah dilarikan ke Rumah Sakit Wijaya Kusuma."
Tetangganya yang bernama Sumirna berteriak nyaring sembari menutup mulut dengan mata membelalak ke arah televisi yang berada di atas mereka. Detak jantung Raras berhenti seketika. Mungkin saja dia salah dengar dan teriakkan Sumirna membuyarkan keyakinannya. Membuat Raras kembali melihat televisi, menyaksikan sebuah gedung pencakar langit yang dari atas hingga bawah diselimuti dinding kaca. Memperlihatkan sisi gedung tingkat tiga mengeluarkan asap hitam mengepul ke udara, meninggi bahkan sampai menyaingi tinggi gedung. Petugas pemadam kebakaran sedang mengevakuasi korban terluka dan beberapa orang masih berlarian keluar dari gedung.
Proses pemadaman berlangsung cepat karena sudah tidak terlihat lagi kobaran si jago merah, hanya asapnya yang masih mengepul besar sembari terus dipadamkan agar memusnahkan percikan bunga apinya. Gedung yang berada di pinggir jalan itu menyita banyak perhatian pengendara dan warga sekitar. Beberapa orang ada yang bolak-balik sambil menekan ponsel ke telinga. Raut wajah yang panik, membuat Raras meringis. Apalagi nama anaknya tadi disebut-sebut.
"Bu, gimana ini?" Sumarni sudah menangis di sisi Raras dengan bergetar mendekatinya. Selagi Raras masih merasakan kedua matanya mencari sesuatu yang dia inginkan. Pikiran Raras masih menyambungkan segala sesuatu yang bisa dijadikan pedoman kalau anaknya masih hidup lagipula Zanara tidak bekerja di gedung itu. Bagaimana bisa terjadi? Batin Raras meronta penuh pertanyaan.
Sumarni mengguncang bahu Raras yang masih terpaku pada layar televisi. Sementara raut wajah perempuan di sampingnya masih tidak terbaca. "Bu, ayo kita ke rumah sakit. Kita lihat beneran Zanara bukan." Sumarni memberikan ide sembari menahan cemas.
Kevin tengah mengoreksi hasil nilai ujian dari anak muridnya. Meski baru tahap awal percobaan ujian, tetapi fungsinya cukup baik untuk melatih kemampuan murid dalam ujian akhir semester yang sebenarnya. Satu per satu diteliti dengan baik, karena perihal keahlian dalam pelajaran sejarah tidak boleh salah sama seperti pelajaran matematika. Hasil akhir harus tetap sama, kalau berbeda sedikit tandanya salah. Begitu pula sejarah, kemampuan waktu yang telah berlalu maka terlewat pula momen yang ada di dalamnya. Tidak ada toleransi bagi kesalahan yang pernah dibuat dalam sejarah begitu menurut Kevin.
Seseorang membesarkan volume televisi di meja seberang. Membuat Kevin mendongak dan menemukan guru matematika berbadan tinggi berkulit hitam tengah duduk tegak sembari memegang remot. Membuat tiga guru lainnya yang berjauhan saling mendekat begitu melihat apa yang disiarkan oleh si pembawa berita saat menjeda acara sinetron kesayangan. Wanita itu berambut pirang yang disanggul, mengenakan blazer biru berpadu cantik dengan rok merah setinggi lutut.
Kevin kembali menunduk, berusaha mencari konsentrasi di antara suara yang saling tumpang tindih dengan suara guru yang berkomentar. Bisa saja Kevin membawa pekerjaan ini ke rumah dan bisa mengoreksi bersama dengan Genta. Akan tetapi Kevin tak pernah suka membawa derita pekerjaan ke rumah begitu juga sebaliknya, bagi Kevin semua sudah ada tempatnya.
"... Kebakaran gedung Gunande Point diduga akibat hubungan pendek arus listrik yang datang dari ruang audio. Sementara para pekerja dari lain tempat yang sedang melakukan acara di sebelah ruangan terkena imbasnya. Dari kejadian ini didapati sembilan orang korban luka parah, tiga lainnya luka ringan, sementara satu orang meninggal dunia. Sejumlah korban saat ini sudah dilarikan ke Rumah Sakit Wijaya Kusuma ...."
Tangan Kevin berhenti seketika. Pandangannya beralih ke televisi yang tengah menayangkan kericuhan di tempat kejadian perkara. Sejumlah petugas pemadam kebakaran sibuk menyiram gedung pencakar langit itu dan fokus mereka pada lantai ketiga yang timbul asap pekat membumbung ke udara. Lantai ketiga pojok kanan seperti terkena imbas dari bahan peledak, semuanya menghitam. Layar televisi juga menampilkan kemacetan di depan gedung, beberapa kendaraan terjebak tak dapat maju ataupun memutar arah. Hanya ada satu arus jalan yang dibuka dan pengendara melewati bergantian.
Kevin mengambil ponsel dari saku kemeja batik yang dikenakan. Sambil berharap kalau pesan semalam yang dikirimkan oleh Zanara bukanlah nama gedung yang sama. Semalam mereka sempat berbincang tentang filem akhir pekan yang bagusnya ditonton lebih dulu. Namun, Zanara pamit tidur karena besok ada acara pembukaan cabang yang terletak di Gunande Point. Nama yang sama dengan apa yang disajikan di layar televisi. Jantung Kevin seakan memompa berlebihan. Dia kalap membereskan kertas-kertas yang ada di meja, dimasukkan ke dalam ransel bersama laptop. Lalu menghambur ke rumah sakit yang tertera dalam layar televisi. Jarak rumah sakit itu dengan lokasi kejadian memang tidak terlalu jauh.
Sesampainya di Rumah Sakit Wijaya Kusuma, Kevin menghambur masuk meski suasana di parkiran dan lobby utama dipenuhi oleh kerumunan paparazi yang hendak memburu berita selanjutnya. Keringat dingin pada cuaca tengah hari membuat Kevin merapatkan kerah baju lebih dekat. Tas laptop yang bersandar di bahu kanannya berulang kali merosot karena dia berlari terburu-buru menuju ruang Unit Gawat Darurat di mana ditunjukkan oleh perawat di lobby utama tadi.
Di depan pintu kaca dengan list merah melintang itu terlihat sepi. Kevin mendorong salah satu pintu dan menemukan beberapa ranjang yang terhalang tirai kuning. Dia berlari, menengok beberapa orang yang terbaring namun tidak juga bertemu dengan sosok Zanara. Seorang perawat berbaju kuning dan bawahan putih menghampiri. Kevin menanyakan perihal nama Zanara Audi dengan kejadian kebakaran yang ada di Gunande Point.
Namun, catatan di dalam ruang UGD tidak tertera nama tersebut. Membuat Kevin lari ke ruangan sebelah yang merupakan tiga orang terkena luka ringan. Dari mereka tidak ada satu pun sosok wajah yang dia kenali. Begitu memeriksa kepada perawat terdekat betapa terkejutnya dia saat diberitahukan kalau orang yang bersangkutan ada di dalam kamar mayat. Kondisi luka yang dideritanya sudah lebih dari sembilan puluh persen dan tidak berhasil diselamatkan.
Terasa lumpuh kedua kaki Kevin untuk melangkah. Begitu tiba di pintu yang dimaksudkan, langkahnya berhenti saat melihat Raras tengah menjerit pedih di depan ruangan. Wanita berusia setengah abad itu, meraung meneriakkan nama sang anak. Sementara seorang wanita lagi yang usianya lebih muda beberapa tahun menopang bahu Raras agar tidak merosot ke lantai, meski keduanya sama-sama menangis.
Tak perlu Kevin melihat dengan mata kepalanya sendiri, kalau sosok yang berada di dalam adalah sosok yang dicari sejak tadi. Napas Kevin tercekat seolah seutas kain mengikat di sekeliling leher. Membuat Kevin hampir kehilangan kesadaran kalau saja salah satu tangannya tidak menopang pada dinding dengan gemetar.
###
KAMU SEDANG MEMBACA
Terikat Takdir (Kala Cinta Bertahan dalam Kenangan)
FantasyApa yang akan terjadi pada dirimu jika melalui hidup tanpa ibu lagi? Berantakan, boros, makan tidak teratur, tak ada lagi tempat berkeluh-kesah, karena seperti itu juga yang dirasakan oleh Zanara Audi-si anak semata wayang manja yang bahkan tidak bi...