07 › seandainya.

737 91 7
                                    

Sejak pulang dari rumah sakit, Rasi yang awalnya diam menjadi semakin diam, benar-benar berbicara sesuai kebutuhannya sajaㅡBaik saat berada di rumah maupun sekolah, mungkin jika tidak ada yang mengajaknya berbicara pun Rasi tidak akan membuka suara.

Seperti sekarang ini, Rasi duduk di tepi lapangan karena kelasnya sedang pembelajaran mapel olahraga. Ya, pemuda itu terlihat sekali tidak berminat bergabung dengan teman-teman kelasnya yang terlihat sedang asik melakukan permainan bola besar, Rasi justru abai dan memilih duduk di tepi lapangan.

"Jangan ngelamun," Luna datang menghampiri dan duduk langsung di samping Rasi yang diam, "Keadaan kamu gimana?" Melirik pergelangan tangan Rasi yang hanya di Hansaplast.

"Baik."

Luna lega, "Syukurlah, lain kali jangan melakukan hal seperti itu lagi! Aku tidak suka duduk sendiri karena kamu izin tidak masuk."

"Kamu keberatan jika duduk sendiri?"

"Iya, aku sangat keberatan! Maka dari itu, kamu jangan melakukan sesuatu seperti kemarin." Kecam Luna terdengar serius.

Rasi menoleh dan menatap Luna yang tersenyum manis, "Belajarlah duduk sendiri karena manusia diciptakan dalam keadaan sendiri, mati ataupun hidup sendiri." Kemudian beranjak pergi meninggalkan Luna sebab jam mapel Penjaskes sudah selesai.

Mengabaikan tatapan dan bisik-bisik mencemooh dari para Siswa-siswi yang ia lewati, Rasi berjalan menuju loker untuk mengambil sragam gantinya kemudian pergi menuju kamar mandi untuk berganti pakaian yang menghabiskan waktu sepuluh menit, selesai dengan urusan sragam yang sudah rapi terpakai, Rasi berdiri di depan cermin wastafel untuk sekedar mencuci tangan dan wajah.

"Rasi,"

Tidak menjawab, Rasi hanya melirik pantulan seseorang dari cermin, salah satu anggota Osis, rekan kekasihnya.

"Minta Hardan buat balik OSIS, dia gak bisa gitu aja ninggalin OSIS."

Tertegun, demi apapun, Rasi tidak tahu tentang kekasihnya yang meninggalkan organisasi yang menurutnya sangat merepotkan itu. Rasi berbalik menghadap seseorang itu, Nalen Nawasena namanya.

"Gue gak ada urusannya,"

"Justru lo adalah penyebab utama Hardan ninggalin OSIS!" Sentak Nalen, suaranya menggema mengingat saat ini mereka berada di area kamar mandi sekolah, "Demi apapun lo harus bisa bujuk Hardan balik OSISㅡSi, Rasi!" Panggil lantang Nalen karena Rasi meninggalkannya yang belum sempat menyelesaikan kalimatnya.

Nalen menghentakkan kakinya, kesal sebab berbicara dengan Rasi sama saja seperti berbicara dengan tembok.

Rasi meletakkan baju olahraganya di dalam tasnya, lalu duduk di bangkunya dengan tatapan kosong menatap lurus ke depan.

Hardan keluar OSIS karenanya?

"Dor!" Kejut gadis sebangkunya yang sama sekali tidak mengejutkan Rasi.

Mengrejap datar, Rasi mengabaikan Luna.

"Ihh, cuek amat sihhh." Keluh Luna duduk di bangkunya, menatap Rasi setelah menopang wajahnya dengan tangan di atas meja, "Rasi~"

Rasi berdehem, mengambil buku pelajaran yang lima belas menit lagi akan di mulai.

"Boleh nanya gak?"

"Apa?"

"Gallen itu siapa kamu?"

Thantophobia
what if you lose me?

Layaknya mayat yang hidup tanpa tujuan, Sacava merasa miris setiap melihat kakaknya yang banyak diamㅡTidak seperti tahun-tahun lalu, ceria.

"Kalau capek bilang aku ya, Kak? Jangan dipendam sendiri." Ujar Sacava pada Rasi yang duduk diam di kursi lukis, jangan lupakan Canvas putih yang sudah ternodai dengan warna abstrak.

17. ThantophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang