Happy Reading
!
\
¡Pagi itu, sinar matahari menelusup masuk melalui celah-celah gorden kamar. Rosé menggeliat di atas kasurnya, merasa malas untuk bangun. Namun, saat matanya melirik jam dinding, ia terperanjat.
"Oh tidak!" Serunya dalam hati ketika melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 07:15. "Kita telat!"
Rosé melompat dari tempat tidurnya dan segera menyadari bahwa Jisoo juga baru bangun. Mereka berdua panik karena tahu mereka sudah terlambat untuk ke sekolah, dan buru-buru ingin bersiap. Namun, hanya ada satu kamar mandi, dan mereka berdua membutuhkannya.
"Jisoo-ya, aku duluan!" Rosé berteriak sambil berlari menuju pintu kamar mandi, tapi Jisoo yang lebih dekat berhasil tiba duluan.
"Tunggu sebentar, aku sudah di sini," kata Jisoo dengan nada datar, mencoba mendorong pintu kamar mandi agar bisa masuk duluan.
Rosé mendesah kesal. "Tapi aku harus mandi sekarang! Kita sudah terlambat, Jisoo!"
Jisoo tetap tak bergeming di depan pintu kamar mandi, membuat Rosé merasa semakin putus asa. Akhirnya, Rosé mencoba tawaran yang tidak biasa baginya.
"Bagaimana kalau kita mandi bersama saja? Itu akan lebih cepat!" Rosé menawar dengan setengah bercanda, berpikir ini bisa menjadi solusi cepat.
Wajah Jisoo seketika berubah merah padam. Tawaran itu benar-benar tak terduga baginya. Rosé belum mengetahui rahasia yang selama ini disembunyikan Jisoo, dan tawaran itu membuat Jisoo merasa sangat gugup.
"T-tidak, itu bukan ide yang baik," Jisoo menjawab tergagap, matanya berusaha menghindari tatapan Rosé.
Rosé mengerutkan kening, bingung melihat reaksi Jisoo yang berbeda dari biasanya. "Kenapa tidak? Kita bisa lebih cepat dan tidak terlambat."
Jisoo tetap tidak menatap Rosé, wajahnya memerah dan ekspresinya terlihat gelisah. "Aku... aku tidak nyaman dengan itu," jawabnya cepat, kemudian langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci pintunya dengan cepat.
Rosé berdiri terpaku di depan pintu, merasa heran. "Dia ini kenapa sih?" pikirnya sambil melipat tangan di dada, merasa kesal karena Jisoo tidak mau mengalah. Rosé akhirnya memilih duduk di tepi tempat tidur sambil menunggu giliran, merutuki nasibnya yang akan semakin terlambat.
.
.
.
.
.Sepanjang hari itu, Rosé terus merasa kesal. Biasanya, dia yang paling cerewet dan suka mengobrol di antara mereka berdua, tetapi hari ini Rosé memilih untuk diam. Saat sarapan, Jisoo duduk di meja belajar dengan sebuah buku di tangannya, sementara Rosé memilih duduk di tempat tidur, membelakangi Jisoo.
Jisoo, yang menyadari keheningan tak biasa itu, sedikit merasa bersalah. Meskipun wajahnya tetap datar, ia mengerti bahwa Rosé kesal karena kejadian tadi pagi. Namun, Jisoo bukan tipe orang yang pandai meminta maaf, apalagi dalam situasi seperti ini.
Sepulang sekolah, Rosé langsung naik ke tempat tidur tanpa berkata sepatah kata pun. Biasanya, Rosé akan menceritakan bagaimana harinya di sekolah atau mengajak Jisoo untuk melakukan sesuatu bersama, tetapi hari ini ia hanya diam.
Jisoo duduk di meja belajarnya, mencoba membaca buku tetapi pikirannya terus-menerus tertuju pada Rosé yang masih mendiamkannya. "Hm..." gumamnya pelan, mencoba memikirkan cara untuk mengatasi situasi ini.
Jisoo kemudian bangkit dari kursinya dan membuka laci meja belajarnya. Ia mengeluarkan sebungkus coklat yang memang disimpan untuk keadaan darurat. Jisoo tahu Rosé sangat suka coklat, dan mungkin ini bisa sedikit memperbaiki suasana.
Dengan ragu-ragu, Jisoo berjalan ke arah tempat tidur Rosé dan berdiri di sampingnya. "Rosé," panggil Jisoo pelan.
Rosé tidak merespons, hanya tetap memunggungi Jisoo.
Jisoo menghela napas, lalu meletakkan cokelat itu di samping Rosé. "Aku membawakan coklat ini untukmu."
Rosé melirik ke arah cokelat itu, tetapi tetap tidak memberikan reaksi apa pun. Jisoo merasa canggung dan akhirnya berbalik untuk kembali ke meja belajarnya, tetapi langkahnya terhenti ketika Rosé akhirnya berbicara.
"Kamu tahu, Jisoo, kamu bisa sedikit lebih fleksibel, terutama di pagi hari seperti tadi. Kamu sudah tahu jika kita telat," kata Rosé dengan nada datar, tetapi jelas terdengar kesal.
Jisoo terdiam sejenak, lalu kembali ke meja belajarnya. "Aku mengerti," jawabnya singkat, kembali duduk dan berpura-pura fokus pada buku yang dipegangnya.
Rosé mengambil coklat itu dan mulai membukanya. "Kalau kamu benar-benar menyesal, kamu harus menebusnya," katanya sambil mengunyah coklat.
Jisoo menoleh dengan alis terangkat. "Bagaimana caranya?"
Rosé memutar bola matanya, berpikir sejenak. "Traktir aku makan street food di akhir pekan."
Jisoo terdiam beberapa detik, mempertimbangkan permintaan itu. Akhirnya, ia mengangguk. "Baiklah, aku akan mentraktirmu."
Rosé tersenyum kecil, merasa mood-nya mulai membaik. Ia melirik ke arah Jisoo yang kembali fokus pada bukunya, namun jelas terlihat bahwa Rosé sudah tidak lagi marah.
•••
Akhir pekan pun tiba, dan sesuai janji, Jisoo membawa Rosé keluar dari asrama untuk berburu street food. Walaupun Jisoo lebih suka menghabiskan waktu di kamar, dia tetap menepati janjinya."Kamu mau makan apa dulu?" tanya Jisoo dengan nada datar, tapi matanya tetap memperhatikan Rosé yang tampak antusias.
Rosé melompat kegirangan, "Aku mau tteokbokki dulu! Ayo, ke sana!"
Jisoo mengangguk dan mengikuti Rosé menuju gerobak tteokbokki di pinggir jalan. Saat mereka sedang makan, Rosé terus bercerita tentang banyak hal yang terjadi minggu ini, sementara Jisoo mendengarkan dengan tenang, sesekali mengangguk atau memberikan tanggapan singkat.
"Tidak menyangka kamu bisa menepati janji," kata Rosé sambil menyuapkan tteokbokki ke mulutnya.
Jisoo hanya mengangkat bahu. "Aku selalu menepati janji."
Rosé tertawa kecil. "Iya, tapi tetap saja. Kamu selalu terlihat dingin dan datar."
Jisoo hanya mengangguk, kemudian menatap Rosé dengan serius. "Aku hanya tidak ingin membuat kesalahan lagi."
Rosé merasa heran dengan kata-kata Jisoo, tapi ia tidak menanyakannya lebih lanjut. Setelah beberapa jam mengelilingi kios-kios makanan, mereka pun kembali ke asrama.
Sesampainya di kamar, Rosé terlihat lebih ceria dari sebelumnya, sementara Jisoo kembali ke kebiasaannya membaca buku. Namun, kali ini ada perasaan lega di antara mereka yang membuat suasana menjadi lebih hangat, meski Jisoo tetap dengan wajah tanpa ekspresinya.
"Terima kasih, Jisoo," kata Rosé tiba-tiba.
Jisoo menoleh, "Untuk apa?"
"Untuk hari ini. Dan karena kamu perhatian, walaupun seringkali tidak terlihat," jawab Rosé dengan senyum manis.
Jisoo hanya tersenyum tipis, kemudian kembali fokus pada bukunya.
·••••·
Selasa, 06 Agustus 2024TBC🥀
