✮
✮
✮Anantasya Vinindia, atau yang lebih akrab dipanggil Tasya, menatap langit senja dari sudut kafe kampus yang penuh dengan hiruk pikuk mahasiswa. Udara sore terasa sejuk, menyelimutinya dengan keheningan yang aneh di tengah keramaian. Matanya menerawang, terpaku pada rona jingga yang perlahan-lahan memudar di cakrawala. Rasanya, ada yang hilang dalam hidupnya. Entah apa. Atau mungkin, siapa.
Tiga bulan telah berlalu sejak Tasya resmi menyandang status mahasiswi di Universitas Gaya Nusantara. Di kampus yang terbilang besar itu, Tasya mendapati dirinya lebih banyak menghabiskan waktu sendirian. Bukan karena dia tak punya teman-ada Alya, sahabatnya sejak SMA yang selalu mengajak hangout-tapi ada sesuatu yang membuatnya lebih suka tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Sya, lo dengerin gue nggak sih?" Alya tiba-tiba menginterupsi lamunan Tasya sambil melambaikan tangan di depan wajahnya. "Lagi melamun, ya?"
Tasya mengerjap cepat, menyadari bahwa pikirannya tadi melayang entah ke mana. "Oh, iya. Maaf, Ly. Lo ngomong apa tadi?"
Alya menghela napas panjang, seolah sudah terbiasa dengan kebiasaan temannya yang sering hanyut dalam lamunan. "Gue bilang, ada anak baru di kampus, katanya jenius banget. Namanya Alvino Trizyan. Lo tau nggak?"
Tasya hanya menggeleng, nama itu belum pernah dia dengar sebelumnya. Namun entah kenapa, ada sesuatu dalam nada bicara Alya yang membuatnya penasaran. "Emang kenapa dengan dia?"
Alya meletakkan cangkir kopinya dengan dramatis. "Banyak yang ngomongin dia, Sya. Dia itu kayak enigma. Dateng-dateng langsung bikin gempar di jurusan desain. Karya-karyanya gila, tapi dia nggak banyak ngomong. Misterius banget, deh. Orang-orang jadi penasaran sama dia."
Tasya mengangkat alis. "Misterius?"
"Iya, kayak... ya lo tau lah, orang yang jenius tapi sedikit aneh. Lo harus liat sendiri, karya dia tuh bener-bener beda dari yang lain." Mata Alya berbinar, seolah sedang membicarakan sesuatu yang sangat mengagumkan.
Sore itu, percakapan tentang Alvino berakhir begitu saja tanpa Tasya memberi perhatian lebih. Dia pikir, siapa pun anak baru itu, pasti tak lebih dari sekadar cerita sesaat di antara mahasiswa kampus. Namun, takdir ternyata punya rencana lain.
---
Hari berikutnya, Tasya memutuskan untuk pergi ke perpustakaan kampus. Ada tugas kelompok yang harus dia kerjakan, tapi seperti biasa, Tasya lebih memilih menyelesaikan bagian tugasnya lebih dulu. Dia selalu merasa lebih tenang saat bekerja sendirian.
Langkahnya perlahan memasuki ruang perpustakaan yang sunyi, hanya ada beberapa mahasiswa yang asyik tenggelam dalam buku atau laptop mereka. Tasya memilih meja di dekat jendela, tempat favoritnya yang jarang dijamah orang. Udara sejuk AC mengisi ruang dengan nyaman, membuat Tasya bisa fokus sepenuhnya.
Namun, di sudut ruangan, sesuatu menarik perhatiannya. Seorang laki-laki duduk sendirian di pojok, sibuk dengan sketsa-sketsa di buku gambarnya. Rambut hitamnya sedikit berantakan, dan meski mengenakan kemeja sederhana, ada sesuatu yang membuatnya tampak berbeda. Tatapannya fokus, jarinya bergerak cepat di atas kertas, seolah dunia luar tak ada di sekitarnya.
Tasya tak bisa menahan rasa penasaran yang tiba-tiba muncul. Itu pasti Alvino Trizyan, anak baru yang dibicarakan Alya kemarin. Dari sudut pandang Tasya, dia tampak seperti seseorang yang sangat tertutup, seolah dikelilingi oleh dinding yang tak terlihat, memisahkannya dari semua orang di sekitar.
Tanpa sadar, Tasya terus memperhatikannya. Dia tertarik, bukan hanya karena rumor, tapi ada sesuatu dalam cara Vino membawa dirinya yang membuatnya ingin tahu lebih banyak.
Tasya menggigit bibirnya, mencoba fokus kembali pada tugasnya. Namun pikirannya terus kembali pada sosok Vino. Mungkin, ini hanya rasa penasaran sesaat. Atau mungkin, ini awal dari sesuatu yang lebih besar-sesuatu yang bahkan belum dia mengerti.
Lalu tiba-tiba, saat Tasya tengah asyik menatap laptopnya, suara kursi yang bergeser di seberang meja membuatnya tersentak. Vino kini duduk di sana, tanpa sepatah kata, masih tenggelam dalam dunia sketsanya.
Tasya menahan napas. Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia menyapa? Namun, sebelum sempat berpikir lebih jauh, Vino mendongak. Tatapan mereka bertemu sejenak, dan dalam pandangan singkat itu, Tasya bisa melihat sekilas tatapan kosong yang dalam-tatapan seseorang yang menyimpan rahasia besar di balik ketenangannya.
Dan untuk pertama kalinya, Tasya merasa hidupnya mulai berubah.
Bersambung...
halowww bolehh kritik gimana chapter ini yaaa, akuu bakalan terima masukan dari kalian agar ceritanya lebih baik kedepannya, jangan lupa votee yaaa🌟
감사합니다✨
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love Sempiternal
Teen Fiction--- Kisah ini bukan tentang cinta pada pandangan pertama, melainkan cinta yang tumbuh perlahan, seperti embun pagi yang menetes di dedaunan, seiring waktu, mengukir garis-garis halus di kanvas kehidupan. Tasya, gadis yang selalu berpijak pada logika...