✮
✮
✮Sudah hampir dua minggu sejak kebiasaan baru Tasya dan Vino terbentuk. Mereka bertemu di perpustakaan hampir setiap sore, duduk di meja yang sama, dengan keheningan yang aneh tapi nyaman. Meski Vino tak banyak bicara, Tasya merasa hubungan mereka mulai terbentuk dengan cara yang tak biasa-seolah tanpa perlu banyak kata, mereka mulai memahami satu sama lain.
Namun, Tasya tak bisa menyangka
bahwa ada yang mengganjal dalam dirinya. Seperti ada rahasia besar yang disembunyikan Vino, sebuah lapisan misteri yang semakin menariknya lebih dalam. Setiap kali mereka bertemu, rasa penasaran Tasya semakin besar. Dia ingin tahu lebih banyak, ingin mengenal Vino lebih dekat. Tapi bagaimana caranya? Vino begitu tertutup, seperti dikelilingi tembok tebal yang sulit ditembus.Hingga pada suatu sore, hal yang tak terduga terjadi.
---
Hari itu, Tasya sampai di perpustakaan lebih awal dari biasanya. Vino belum tiba, dan dia merasa sedikit aneh. Biasanya, Vino akan datang lebih dulu, dengan gaya khasnya yang tenang dan misterius. Namun sore itu, Vino terlambat.
Tasya menunggu dengan sabar, membuka laptop dan mencoba fokus pada tugasnya. Tapi pikirannya terus teralihkan. Sepertinya ada sesuatu yang tak beres. Entah kenapa, firasat buruk mulai merayapi pikirannya.
Sekitar satu jam kemudian, pintu perpustakaan terbuka dan Vino masuk dengan langkah tergesa. Tasya menatapnya dan segera tahu bahwa ada sesuatu yang salah. Wajah Vino terlihat tegang, bibirnya tertarik menjadi garis tipis, dan matanya yang biasanya tenang tampak gelisah.
Vino duduk tanpa sepatah kata, tapi jelas ada sesuatu yang menghantui pikirannya.
"Lo nggak apa-apa, Vino?" Tasya memberanikan diri bertanya, mencoba menangkap pandangannya.
Vino menatapnya sejenak, tapi segera mengalihkan pandangan, seolah tak ingin Tasya melihat apa yang tersembunyi di balik matanya. "Gue baik-baik aja," jawabnya singkat, terlalu singkat untuk dipercaya.
Tasya mendesah pelan, sadar bahwa percakapan ini tak akan mudah. Namun, dia tak ingin menyerah. "Kelihatannya lo nggak baik-baik aja. Kalau lo ada masalah, lo bisa cerita."
Hening. Vino tetap diam, tangannya bergerak menggambar di sketsa buku, tapi jelas terlihat dia tidak benar-benar fokus. Ada sesuatu yang menghantam Vino hari ini, sesuatu yang dia sembunyikan dari semua orang.
"Keluarga," gumam Vino tiba-tiba, membuat Tasya tersentak. Vino masih menatap sketsanya, tidak melihat Tasya, tapi suaranya terdengar berat. "Masalah keluarga."
Tasya terdiam. Dia tahu Vino bukan tipe orang yang mudah membuka diri, apalagi soal masalah pribadi. Tapi mendengar kata 'keluarga' dari mulutnya, Tasya tahu ini adalah celah kecil yang selama ini dia tunggu. "Apa yang terjadi?" tanya Tasya hati-hati, berharap Vino mau melanjutkan.
Vino menghela napas panjang, jari-jarinya berhenti menggambar. Dia tampak seperti seseorang yang sedang bertarung dengan dirinya sendiri, memutuskan apakah dia bisa mempercayai Tasya atau tidak.
Tasya yang sekaan tau apa yang ada dipikiran vino pun membuka suara, "oh sorry kalo misalnya privasi gak usah diceritain.
Vino menatap wajah Tasya lamat-lamat, Setelah beberapa detik yang terasa lama, Vino akhirnya berkata, "Ayah gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love Sempiternal
أدب المراهقين--- Kisah ini bukan tentang cinta pada pandangan pertama, melainkan cinta yang tumbuh perlahan, seperti embun pagi yang menetes di dedaunan, seiring waktu, mengukir garis-garis halus di kanvas kehidupan. Tasya, gadis yang selalu berpijak pada logika...