NorthJordan School
Didirikan oleh Jordan Barqelee, salah satu pencetus kemerdekaan di negara utara, membuat NorthJordan menjadi sekolah tertua di negaranya, apalagi dengan mengikuti zaman yang terus berkembang NorthJordan pun mampu menjadi sekolah termegah yang pernah ada, Bahkan mampu menampung 30 ribu siswa belum dihitung jumlah guru dan staff sekolah.
Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Hanin keluar dari sana dan kembali terpaku pada pemandangan pertamanya itu. Tatapan matanya seolah sangat-sangat pasrah, bagaimana tidak? Gerbang raksasa itu menjulang tinggi seperti tsunami yang siap menghatamnya. Hanin menggelengkan kepalanya, mengaburkan pikirannya dan menutup pintu mobil. Entah kenapa sudah hampir 6 tahun sekolah disana, Hanin sama sekali tidak terbiasa. Apa dirinya megalophobia? Entahlah.
Hanin memasuki jalan utama yang terbentang sangat luas. Banyak siswa yang berlarian mengejar waktu, ada juga yang mengobrol santai sambil tetap berjalan cepat, bahkan ada yang masih menetap di gerbang menunggu temannya agar bisa ke kelas bersama.
Gedung sekolah NorthJordan terbilang unik. Entah karna memang didirikan setelah perang kemerdekaan atau punya filosofi tertentu, konsep gedung NorthJordan adalah benteng pertahanan berbentuk oktagon, bintang dengan 8 sisi. Setiap sisi gedung ditandai oleh menara yang dinamai sesuai dengan arah mata angin.
Setelah dari jalan utama, Hanin berbelok memasuki jalan ke gedung Barat. Gedung khusus untuk anak-anak kelas 12. Resiko sekolah di tempat yang sangat besar harus siap jalan jauh. Jarak antar menara saja sekitar 500 meter.
Sesampainya di menara Barat, Hanin memasuki lobi gedung dan menaiki tangga ke lantai 2, sebenarnya ada lift sih, tapi selalu penuh. Lebih baik jalan terus daripada nunggu, capek hati, mana mesti desak-desakan lagi, iya gak sieh???
Dan yang lebih Hanin suka, lokasi kelasnya memang lebih dekat dari tangga. Hanin menghentikan langkahnya di depan kelas, sesuai protokol keamanan, sebelum masuk kelas harus absen dengan scan telapak tangan dulu.
Setelah masuk, Hanin menghela nafasnya saat melihat deretan meja. Dia melihat seseorang melipat tangan di meja dan tertidur disana.
"Huh, Arra tidur mulu deh."
Hanin selalu mengeluh. Kenapa pemandangan pertamanya setiap masuk kelas selalu Jia yang tertidur?. Anak itu kenapa juga harus datang pertama hanya untuk tidur di kelas sih? Aneh banget.
Hanin menaruh tasnya persis di belakang Jia, dan mengeluarkan segala buku 'kematian' nya yang selalu mendapat tatapan ngeri dari semua teman-temannya disana.
Walaupun kelasnya luas dan banyak bangku, tempat duduk tetap diatur, kalaupun Hanin bisa memilih, dia tidak mau dibelakang Jia ataupun disampingnya, pokoknya jauh dipojok kelas, dibelakang atau yang benar-benar paling di depan sana, pokoknya gak liat Jia bahkan bisa anggep Jia gak ada dikelas.
Tapi...
Saat Hanin melirik punggung Jia yang naik-turun secara perlahan itu, hatinya tersenyum seolah sangat-sangat bersyukur.
Gak papa deh, liat punggungnya aja udah cukup.
"Hanin." Seorang siswi perempuan memanggil Hanin, membuyarkan lamunannya.
Siswi itu duduk di atas meja sambil memainkan bola basket di tangannya. "Buku yang kamu cari udah ada di perpus tuh." Lanjutnya sambil melempar bola basketnya yang ditangkap oleh seorang anak laki-laki 2 bangku di depannya. Anak laki-laki itu hanya mengomel mendapat lemparan tiba-tiba.
"Benarkah?" Hanin bangkit dari kursinya dan berjalan keluar kelas setelah mendapat anggukan dari temannya itu.
Hanin berlari kecil di koridor sekolah yang cukup panjang. Perpustakaan sekolah berada di menara Selatan. Hanin lagi-lagi mengeluh, dia harus melewati menara Barat daya untuk sampai di menara Selatan, dan posisi perpus ada di sayap kiri gedung.

KAMU SEDANG MEMBACA
WAW : Who Are We?
أدب الهواةWAW : Who are We? Kebersamaan yang telah terjalin sejak kecil terpaksa pupus karna permasalahan yang menimpa. Menjadi asing telah menjadi keputusan bulat, terus menjauh, tidak ingin peduli dan tidak ingin kembali mengenal adalah hal yang mereka ingi...