🏀 POINT BATTLE 🏀: AKHIRNYA

43 9 4
                                    

Karena kegirangan mereka langsung berlarian ke lapangan basket, membuka gudang berdebu dan mengambil bola yang beberapa di antaranya sudah tak berbentuk lagi, debu tebal membuat mereka terbatuk tak kuat menahan setiap partikel kecil kotor itu terhirup saat bernafas.

“Kak, bukankah seharusnya kita membersihkan gudang terlebih dahulu sebelum mencoba lapangan? ini sangat luar biasa kotor.” Thailand keluar dari gudang karena tidak kuat dengan udara kotornya, tapi dia juga membantu yang lainnya mengangkat semua perabotan yang ada di dalam gudang.

“Laos, lu mending benerin bola-bola itu biar bulet lagi. Kalo urusan lapangan biar gua sama yang lainnya.” Kata Singa memberi perintah kepada Laos, satu-satunya perempuan di antara mereka.

Laos mengangguk dan patuh mengikuti apa yang Singa perintahkan. Hari ini mereka harus ekstra membersihkan gudang, agar besok semuanya bisa kembali digunakan.

Malay sudah mengetahui bahwa ekskul basket sudah kembali, dengan sabar dirinya menunggu Indonesia yang sedang sibuk mengantarkan tumpukan buku milik murid lain, karena dia terpilih menjadi ketua kelas.

“Hei kau, sejak kapan berada di kelas ini?” tanya salah satu teman sekelas Indo yang menyadari kehadirannya di bangku Indo, dengan malas dirinya menatap—kemudian menghembuskan napas panjang tak peduli.

“Gua lagi nunggu Indo. Lama bener dia,” kata Malay tak sabaran.

Tak lama setelah kalimat Malay selesai, Indo datang sambil menghembuskan napas panjang lantara merasa terbebani dengan jabatannya sebagai ketua kelas.

Malay bangkit dari duduknya, mengambil tas Indo lalu berjalan menarik tangan pemuda merah putih yang belum sempat duduk itu.

“Lu mau ke mana sih?!” Indo menggerutu kesal, cengkraman tangan Malay cukup keras membuat sang pemilik merasa kesakitan.

Mendengar ringisan yang keluar dari mulut temannya, perlahan Malay melepaskan cengkraman itu, mengambil minuman dari mesin pendingin kantin—langsung memberikannya kepada Indo.

“Kalo keberatan bilang.” Tiba-tiba Malay berkata. Indo tentu saja bingung, kenapa pula temannya ini mengajaknya ke kantin yang tak terlalu ramai sekarang.

“Cepet minum dulu, kalo lu udah mendingan, kita ke lapangan basket," kata Malay dengan santainya meneguk sebotol cola yang sempat dia ambil dari mesin pendingin juga.

Indo hanya mengangguk pelan, membiarkan minuman bersoda dingin itu membasahi tenggorokannya yang kering.

“Ngapain kita ke lapangan basket? gua gak mau ngelakuin hal konyol itu lagi." Indo membuka percakapan setelah keheningan mencoba melanda mereka berdua.

Malay menyeringai, rambut berantakkannya itu membuat seringaiannya menjadi lebih menyebalkan.

“Ekskul basket udah dibuka lagi," balas Malay membuat Indo batuk hebat lantaran tersedak soda yang sejak tadi dia minum.

Malay panik, mencoba mengambil air putih dan memberikannya kepada Indo. ”Heh terharu jangan sampe mau mati gitu!"

Indo menerimanya dan meneguk kasar air putihnya hingga mengenai seragam putih yang membuatnya menjadi basah.

“Ko bisa?!" tanya Indo tak memperdulikan wajahnya yang memerah karena kesakitan.

Malay mengangkat sebelah alisnya, terkekeh pelan mendengar pertanyaan bodoh yang keluar dari mulut temannya. “Ya bisa lah, dari awal itu memang milik basket.”

Mendengar hal itu, senyuman besar terlukis diwajah lelahnya. Malay ikut tersenyum dan keduanya pergi dengan semangat berlarian kearah lapangan basket—benar saja mereka sedang sibuk membersihkan tempat itu, juga Timor yang bergelut dengan debu tebal.

Menyadari kehadiran Indo dan Malay, Timor mengerutkan dahinya dan mendelik perlahan namun tajam.

“Kak Singa lihatlah, sudah kubilang akan ada yang berdatangan kan?” Dengan santainya Timor berkata.

Singa keluar dari gudang, dia menyambut baik Malay dan Indo—bercakap sebentar sebelum menyuruh keduanya ikut membantu membersihkan lapangan basket.

“Wah ini pekerjaan yang sungguh menyebalkan," ucap Malay sembari tersenyum mengeluh di depan seniornya.

“Ayolah, kau harus memperbaiki etikamu di depan senior kita, Malay.” Timor Leste membalas, dia memang sengaja ingin membuat keributan—tapi tak apa yang penting Indo berada jauh dari Timor, dia ditugaskan di dalam GOR menyapu dan mengepel semuanya hingga kinclong.

____________________

“Sialan, kenapa cuman gua yang bersihin lapangan segede harapan orangtua ini?!” gerutu Indo dalam diam.

Laos yang sejak tadi ada di dalam menghampiri Indo dan bertanya. “Siapa?”

“Eh—huh, Sejak kapan ada orang di sini?!” tanya Indo balik. Dia memeluk sapu dan menatap kaget wanita pendek—ya lebih pendek darinya itu sedang menatapnya bingung.

Kontak mata terjadi, Indo bingung siapa wanita ini—apakah dia salah satu ekskul volly yang masih tak bisa melepaskan lapangan ini? atau murid biasa yang mencari tempat pelarian diri?

“Lapangan ini bukan buat mainan anak kecil. Ekskul volly ada di lapangan lain, ini tempat basket.” Indo berkata dengan tegas. Dia mencoba untuk bersikap so keren dan dingin seolah aura kuatnya akan membuat wanita itu terpesona.

Laos memiringkan kepalanya sedikit, menyelidik Indo dengan sedikit geli.

“Oh kau junior yang tak sopan ya. Aku adalah bagian sekaligus pelatih basket ASEAN. Sejak tadi aku mendapatkan hinaan dari junior-junior sialan seperti ini, dan tidak akan ada kata maaf bagi kalian.” Laos tersenyum kesal. Dia menatap Indo yang terkejut sembari menahan emosi agar tidak menjitak kepalanya.

“Pelatih? Lu?!” teriak Indo tidak percaya.

Wanita itu mendengus kesal, kembali ke tempatnya dengan marah memukul-mukul bola basket.

Kayaknya gua harus minta maaf,” gumam Indo menggelidik ngeri.

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, selama empat jam mereka sibuk membersihkan hingga seragam putihnya kotor akibat sisa debu dan keringat yang menyatu.

Singapore menyuruh mereka semua berkumpul, memberikan beberapa patah kata untuk pertemuan hari ini, dan rasa bahagianya ketika berhasil membuat lapangan basket ini kembali seperti yang seharusnya. Kebanyakan dari mereka memang sudah berpengalaman—Singa pun mantan pemain basket di Sekolah Menengah Pertamanya, dia ingin basket ASEAN kembali jaya seperti beberapa tahun yang lalu sebelum insiden mengerikan itu terjadi.

Tidak tanggung-tanggung, dia mengatakan kepada anggotanya bahwa mereka akan memenangkan banyak pertandingan, klub basket tidak boleh redup lagi, dari sini mereka harus serius mengembangkan ekstrakurikuler ini menjadi salah satu ikon sekolah, banyak klub basket atas yang menunggu penantian ASEAN kembali—hari ini, mereka meresmikan bahwa basket ASEAN akan kembali kelapangan.

“Besok pagi kita kumpul sebelum jam masuk sekolah. Aku akan memberitahu penjaga sekolah agar membuka gerbang lebih awal dari biasanya, jangan sampai terlambat karena kita akan membicarakan tentang posisi, juga tentang kalian semua. Paham?!” kata Singa dengan tegas. Mereka semua mengangguk dan berseru penuh semangat.

Pertemuan hari ini harus mereka akhiri, rasa gatal di sekujur tubuh benar-benar membuat mereka harus pergi menceburkan diri ke air. Lapangan basket dan semuanya sudah siap digunakan, kemungkinan terbesar besok mereka bisa mulai berlatih setelah mengorganisir posisi.








TBC


Battle Point [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang