8. Trial Dating: Ketiga

196 39 1
                                    

Dan di malam yang cukup menegangkan, Taehyun duduk tegap di kursi mahal di sebelah Beomgyu, di depan meja makan berbentuk lingkaran kokoh yang dihiasi lilin menyala. Ia memilih hanya melihat kakinya, terlalu gugup untuk menatap wajah kedua orangtua Beomgyu. Sayangnya, bukan hanya kedua orangtua Beomgyu yang hadir, melainkan juga sepupu serta kerabat dekat keluarga Choi. Beomgyu baru tiba setelah bersiap dengan rapi, mengenakan kemeja, dan duduk di samping Taehyun. Tentu saja, Beomgyu tampil rapi dalam acara keluarga seperti ini.

“Ini yang kau bilang cuma makan malam biasa?” bisik Taehyun dengan nada protes.

Beomgyu melirik ke arah Taehyun dan tersenyum kikuk. “Ya, benar. Aku juga tidak menyangka semuanya akan datang.”

Taehyun menggigit bibirnya. Beomgyu menyadari bahwa Taehyun tegang, lalu meraih tangan Taehyun yang berada di atas pahanya dan menggenggamnya dengan lembut.

Relax, hanya makan malam,” ucapnya.

Taehyun mencoba menarik napasnya, mengangguk pelan, berusaha menenangkan diri. Para pelayan di rumah Beomgyu kemudian datang menyediakan cangkir kecil dengan teh yang dituangkan oleh salah satu pelayan. Mereka juga menyajikan beberapa camilan dan kue ringan.

“Silahkan dinikmati, para kerabatku,” kata salah satu pria berpostur tinggi dengan kumis tebal, yang Taehyun duga Ayahnya Beomgyu. Semua tampak mengangkat cangkirnya, kemudian menghadap ke samping dan menegak minumannya. Taehyun agak bingung dengan cara mereka meminum teh, namun akhirnya ia mengikuti gerakan mereka saat meminum teh.

“Silahkan, untuk pemberian restu bisa kita mulai,” kata Ayah Beomgyu lagi.

Beomgyu menoleh ke arah Taehyun dan berbisik, “kau yang harus melakukannya.”

“Aku?”

“Tenang saja, hanya menawarkan kue ke setiap orang yang ada di sini. Dimulai dari orangtuaku, lalu kakakku dan seterusnya,” jelas Beomgyu. Taehyun tidak mengerti etika di meja makan atau susunan acara makan malam bersama keluarga Choi. Sepertinya tidak tepat untuk bertanya-tanya kepada Beomgyu sekarang. Taehyun hanya bisa menurut dan bangkit dari bangkunya, mengambil salah satu kue kering dengan selai cokelat di dalamnya.

Taehyun menghampiri salah satu bangku yang diduduki oleh Ayahnya Beomgyu, berdiri di samping belakang pria itu, lalu membungkuk sambil menyodorkan kue yang dibawanya. Ayah Beomgyu tersenyum dan mengambil satu kue, meletakkannya di piring kecil. Setelah itu, Taehyun menyodorkannya ke arah Ibu Beomgyu.

“Aku tahu, Beomgyu agak merepotkan. Tapi aku yakin kau bisa mengatasinya,” ucapnya sambil mengambil kue dari piringnya.

Taehyun hanya bisa tersenyum kikuk, merasa sedikit kebingungan dengan pernyataan dari Ibu Beomgyu. Selanjutnya, Taehyun menawarkannya kepada Kakak perempuan Beomgyu.

“Kau pandai memasak?” tanyanya.

“Tentu, aku sering membuatkan masakan untuk ibuku,” jawab Taehyun.

Sang kakak tersenyum dan mengambil kue dari piring. “Bagus, keluarga kami sangat menghargai keterampilan memasak.”

Taehyun tersenyum dan melanjutkan ke bangku selanjutnya, yaitu kakak laki-laki Beomgyu. Dia tampak diam, tidak berkutik, bahkan tidak melirik Taehyun. Taehyun bingung dan bertanya, “kau tidak ingin kue?”

Lelaki itu malah mendelik ke arah Taehyun, membuatnya gugup. Taehyun melirik ke arah Beomgyu, dan Beomgyu memberi kode untuk menuju ke bangku selanjutnya. Taehyun menuruti dan menawarkan kepada sepupu-sepupu Beomgyu yang mungkin terdapat tiga belas anak dengan orangtua mereka. Taehyun duduk di bangkunya dan meletakkan piring yang tersisa satu.

“Makanlah, jika kau ingin,” ucap Beomgyu.

Dengan cepat, Taehyun mengambil kue tersebut dan memakannya bulat-bulat. Semua mata langsung tertuju pada Taehyun.

“M-maaf,” ucap Taehyun, menutup mulutnya, lalu menunduk. Beomgyu mengulum bibirnya, menahan rasa gemas.

Setelah acara minum teh selesai, mereka beralih ke acara inti makan malam. Pelayan menyediakan beberapa garpu, dari yang kecil sampai yang besar, begitupula dengan pisau. Taehyun hanya diam sambil menatap alat makan yang tersusun rapi seperti itu. Kemudian dihidangkan steak daging sapi dan juga soup ayam yang terdapat brokoli dan juga wortel yang dipotong kecil-kecil.

Disaat semua orang sibuk dengan steak, Taehyun malah tertarik dengan soup. Pelayan juga menyediakan beberapa ukuran sendok di hadapannya. Taehyun sempat bingung, namun pada akhirnya ia asal mengambil dan menyeruput kuah soup. Seketika Beomgyu menahannya.

“Salah, itu sendok salad. Sendok soup yang ini,” kata Beomgyu sambil menunjuk sendok yang ukurannya sedang.

Taehyun tersenyum malu dan mengganti sendoknya dengan sendok yang ditunjuk Beomgyu. “Enak?” tanya Beomgyu.

“Sangat,” balas Taehyun.

Mereka berbincang ringan, dan beberapa kerabat Beomgyu menanyakan Taehyun tentang dirinya dan hobinya. Semuanya terasa santai dan nyaman, Taehyun pun merasa diterima dalam keluarga Beomgyu. Setelah selesai, mereka meletakkan piring kotor mereka di hadapan Taehyun dengan menumpuknya.

“Eh?”

Taehyun terkejut dan menatap Beomgyu dengan tanda tanya, sementara yang ditatap malah tersenyum senang seakan-akan Taehyun diberikan sebongkah emas.

“Maaf, tapi kau harus membersihkannya,” jawab sang Ibu.

Taehyun tercengang. Beomgyu masih menampakkan senyumnya, tampak senang. Taehyun tahu, ia cukup tahu diri saat bertamu dan makan di tempat seseorang, setidaknya mencuci piring bekas makan diri sendiri. Namun, ini terasa sedikit aneh, mereka seperti enteng sekali menumpukkan piring kotor di hadapannya. Dengan terpaksa, Taehyun menyuci piring mereka di tempat pencucian piring. 

Flavors of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang