"Selamat pagi dunia." Dengan langkah santai aku memasuki kelas dan mengabaikan semua tatapan yang terarah padaku. Meski hari ini aku datang lebih terlambat dari biasanya, aku tetap bersemangat, bahkan sangat bersemangat. Aku tidak sabar menyombongkan diri pada Tasya. Pasti Tasya akan sangat terkejut melihat fotoku dan Dimas. Tak hanya satu, tapi empat foto. Semalam Diams memang mengirim foto kita yang berada di ponselnya.
"Wah, semangat banget, kenapa?" tanya Alina saat aku sampai di kursiku.
"Pasti ketemu Dimas? Atau papasan kan?" Tasya tertawa kecil.
Aku menggeleng. Tanganku langsung bergerak menunjukkan ponselku tepat di depan wajah Tasya. Aku menatapnya dengan jumawa.
Tasya menatapku datar. "Apa? Ponselnya mati."
Aku sedikit malu, dengan cepat kutarik tanganku. Aku melihat ponselku yang menunjukkan layar hitam. Aku segera menghidupkannya kembali dan kali ini ponsel itu menampilkan fotoku dengan Dimas. Kubalik ponselku, agar Tasya dan Alina bisa melihatnya.
Dengan cepat Tasya merebut ponsel dari tanganku saat kutunjukkan foto yang kemarin ku ambil bersama Dimas. Matanya terlihat menatap tidak percaya.
"Bukan diedit kan?" tanyanya tanpa mengalihhkan mata dari foto itu. "Ini serius! Ada empat foto!" pekiknya, sambil menunjukkan salah satu foto padaku.
Alina merebut ponsel dari tangan Tasya dan memastikannya juga. Ia juga terlihat tidak percaya.
Aku hanya bisa tersenyum dan bangga melihat respon kedua sahabatku. Ah, dua ya, berarti tinggal Aksa yang belum tahu. Pasti dia juga sangat terkejut dengan ini.
"Aksa mana?" tanyaku saat mereka memeriksa keaslian empat foto itu.
Mereka beralih menatapku. "Itu tidak penting, sekarang jelaskan bagaimana kau mendapatkan foto-foto ini?" ucap Tasya.
Aku mengehela nafas lalu meletakkan tasku. Aku duduk dan menatap mereka. Aku berusaha menahan tawaku saat melihat wajah penasaran mereka. Dengan perlahan aku mendekatkan wajahku pada mereka sehingga mereka juga mendekat wajah. Mereka terlihat serius menatapku, tapi aku tetap diam, mencoba mengulur waktu. "Jadi..."
Aku menggantungkan kalimatku, tak lama terdengar bel tanda pelajaran di mulai. Aku menjauhkan wajahku dari mereka. "Yah, bel, nanti pas istirahat aja ya," ucapku berpura-pura kecewa.
Tasya berdecak sebal. "Kenapa harus bel sih," kesalnya.
Kulihat Alina pun sama, tapi ia lebih memilih diam dan mengambil buku pelajaran pertama.
Kelas berubah senyap saat guru mulai memasuki kelas. Kulihat Aksa berjalan tepat di belakang guru, telunjuknya berada di bibirnya, berharap kami diam.
Dengan cepat Aksa langsung duduk di sebelahku saat guru tidak menyadari. Saat guru menyapa kami, Aksa terlihat berpura-pura mengambil buku. Ia tersenyum puas saat guru tidak menyadari ia datang terlambat.
"Kenapa telat?" bisikku.
"Ada sedikit urusan tadi, khawatir ya?" Aksa menggodaku.
Aku memukulnya pelan. "Gak git-"
"Lia,Aksa, kalau ingin mengobrol ke luar saja!"
Aku langsung diam saat mendengar perintah guru dan berpura-pura mengambil buku.
***
Jam istirahat pun tiba, membebaskan kami dari kegiatan pembelajaran. Ruangan kelas berubah menjadi arena keceriaan, dengan murid-murid yang bergerak riang menuju lorong sekolah. Suara tawa dan candaan bercampur dengan langkah-langkah yang cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Sweet [END]
Humor[Lanjutan dari KUTUKAN] Peristiwa tidak terduga membawa Lia dan Dimas bersama di antara sentuhan manis dan pahit cinta. Toko kue menjadi saksi bisu perasaan tumbuh di antara mereka, keputusan tragis dan rahasia yang terungkap membentuk jalan yang ti...