03

175 15 0
                                    

Ruang televisi tidak tampak remang berkat bantuan LED yang menerangi di langit-langitnya. Ditambah lagi televisi menyala yang suaranya mengalahkan sahutan guntur diluar sana. Tapi insan di sofa ruang televisi tersebut tidak terusik sama sekali. Ia tidak berusaha untuk mematikan televisi yang tidak ditontonnya sama sekali. Hanya matanya yang terfokus kesana, pikirannya tidak.

Ia berusaha memikirkan kemungkinan terbaik mengapa sang adik tidak segera membalas pesannya. Sangat tidak biasa mengingat pemuda itu selalu cepat membalas pesan. Terutama dengan keluarganya.

Apa ia sedang tidur? Tapi di tengah perdebatan guntur seperti ini? Bocah itu akan langsung terbirit-birit atau berteriak histeris meminta ditemani.

Atau ia sedang ditemani seseorang? Tapi siapa kemungkinan terdekatnya? Semenjak langit menghitam, Taehyun sudah memberi pesan kalau dia sedang berada di kampus dan tidak bisa pulang dalam waktu dekat sementara Beomgyu sendirian di rumah.

Kemungkinan yang paling tak ingin dia pikirkan adalah pemuda itu tengah dalam perjalanan menuju kediamannya. Tidak! Ia bisa memberi kabar supaya dijemput 'kan? Kenapa harus berjalan kaki? Tapi jika diingat kembali, itu lebih baik daripada menuruti ego dan melawan rasa takut.

Masih dengan pikirannya, layar televisi tiba-tiba padam dengan sendirinya. Reflek, pemuda itu membalikkan badan dan mendapati sang kekasih tepat dibelakangnya.

"Jangan menyalakan televisi jika sedang guntur, Soobin-ah! "

"Hyung, kau sudah lebih baik? Kenapa tidak beristirahat di kamar saja?"

"Bagaimana aku bisa beristirahat dengan tenang kalau pikiranmu terus mengungkapkan kalimat-kalimat gelisah?"

Pemuda itu mengambil posisi tepat disebelah Soobin. Tangan mereka sama-sama menumpu kepala dan menyandarkannya pada sofa. Jarak kedua tatapan itu hanya menyisakan jalur udara sebanyak lima centi.

"Ada apa, Soobin-ah?"

"Hyung, apa aku sudah menjadi kakak yang buruk dengan menghancurkan perasaan adikku sendiri?"

"Tidak ada kakak yang buruk! Kau hanya belum mengerti apa yang Beomgyu harapkan darimu"

"Aku tahu jelas, hyung! Kau juga tahu itu!"

Yeonjun semakin memangkas jarak antara wajah mereka

"Kalau kau tahu, kenapa kau memilih jalan ini?"

"Karena...aku tidak mungkin"

Yeonjun tersenyum menenangkan. Ia juga memainkan kerah kaus Soobin yang sialnya membuat pemuda tinggi itu menelan saliva kasar.

"Kau masih kakaknya, Soobin-ah!"

Jarak yang sudah tipis itu semakin dibuat hampir tak bercelah oleh Yeonjun

Dengan nada rendah, Yeonjun mengatakan sesuatu tepat dengan kondisi hidung mereka hampir menyatu

"Kau masih tetap memegang kendali"

Dalam sepersekian detik, Soobin langsung menarik tengkuk itu agar plum mereka menyatu. Tak hanya sampai disitu, pengecap mereka juga bermain-main di dalam menciptakan kesan manis pada kerongkongan.

Yang tidak keduanya sadari adalah kehadiran seseorang yang menyaksikan dari bawah daun pintu ruang televisi.

Misplaced LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang