04

161 13 0
                                    

"Kau mengundangku hanya untuk menyaksikan semua ini?"

Tautan bibir itu terlepas tatkala pemiliknya tersentak dengan suara familiar yang sangat tiba-tiba tersebut. Tidak ada helaan nafas berpacu cepat berusaha mengais oksigen seolah mereka memang sudah terbiasa melakukannya.

Beomgyu diambang pintu hanya mampu memandang kedua pemuda disana tanpa berkedip. Netranya menunjukkan sorot marah namun pelupuknya membuat bendungan. Dua emosi yang sangat tidak nyaman untuk beradu dalam satu raga.

"Beomgyu-ah, kupikir kau tidak jadi datang"

Pemuda cantik itu tersenyum sinis

"Berapa tahun kau mengenalku? Dan berapa tahun lagi yang dibutuhkan agar kau memahamiku?"

"Tapi kau tidak membalas pes..."

"Kau juga tidak!"

Terlihat jelas sakit yang berusaha disembunyikan dari manik itu. Manik milik seseorang yang terus mengangkat dagunya dengan nafas memburu.

"Beom-ie, maafkan hyung soal itu!"

"Maaf itu susah, tapi tak sesusah melupakan"

Suasana seketika hening, digantikan oleh hujan yang mengguyur deras menemani suasana hati Beomgyu saat ini.

"Dan satu lagi, hyung! Berhenti memanggilku 'Beom-ie' "

Tepat setelah menyatakan itu, Beomgyu berlari menuju pintu keluar disusul sang kakak. Puluhan kali namanya disebut, namun tak mempan untuk rungu itu. Bahkan ia langsung menerobos hujan begitu saja tak peduli jika hati kecilnya berteriak memintanya menjauhi tetesan air dan gelegar suara dari setiap sisi.

Tanpa pikir panjang, Soobin ikut mengurai langkah sang adik. Tak peduli jika nantinya keadaan di rumah itu akan berbalik dengan dirinya yang dirawat karena demam.

Sampai diujung jalan, langkah Soobin terhenti digantikan helaan nafas yang saling bersahutan. Emosi memang mampu mengambil alih seluruh tubuh. Buktinya Beomgyu tidak merasa lelah sama sekali dan malah mengambil langkah lebih cepat.

Hal terakhir yang mampu Soobin tangkap ialah adiknya mengusap mata menggunakan tangan kiri sebelum akhirnya menghilang dibalik tikungan. Melihat itu, pandangannya juga ikut memburam namun ia tidak segera mengusaknya. Ia justru membiarkan tetesan itu menyatu dengan air hujan yang menyentuh pipinya.

Sedang frustasi, pemuda itu mampu merasakan tetesan awan tak lagi menyapa tubuhnya. Spontan ia berbalik dan otomatis beradu pandang dengan kekasihnya.

"Hyung, kenapa kau kesini? Kau belum benar-benar pulih!"

"Satu-satunya yang belum pulih disini adalah hatimu!"

Soobin menunduk menyadari kemana pembicaraan ini akan membawa mereka

"Apalagi yang kau pertimbangkan, Soobin-ah? Cepat kejar dia sebelum menjauh!"

"Tapi bagaimana denganmu?"

"Aku sudah lebih baik! Lagipula, yang sakit adalah fisikku, bukan batinku"

Pipi Yeonjun seketika ditangkup oleh sepasang tangan besar Soobin

"Kau yakin sudah baik-baik saja, hyung?"

Yeonjun mengangguk

"Tidak apa kalau aku tidak menemanimu malam ini?"

Yang lebih tua melepaskan tangan sang kekasih dari pipinya

"Kenapa masih bertanya? Lupakan semuanya kecuali Beomgyu...termasuk aku"

"Hyung..."

"Sama seperti kakak yang tak mungkin tidak mencintai adiknya, adik tak mungkin bisa membenci kakaknya"

Perlahan-lahan Soobin melangkah mundur, membiarkan air hujan kembali mendekapnya.

"Prioritaskan adikmu dulu, Soobin-ah! "

Dengan senyuman yakin, Soobin berbalik badan sebelum berlari menuju kediaman lamanya dan tak lagi menengok sekedar untuk memastikan kondisi sang kekasih karena ia tahu, jika ia menoleh maka langkahnya akan berbalik saat itu juga.

Misplaced LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang