Seorang pemuda kini mengerjapkan matanya, ia melihat sekita dengan mata malasnya. Kini pemuda itu mulai beranjak dari ranjangnya dan berjalan ke pojok ruangan, disana ia berdiri di depan kaca besar.
Penampilannya kini berbeda, rambut putih, mata biru, kulit pucat, hidung mancung, dan bibir kecilnya yang agak pucat.
"Beneran jadi Alio gue, mana penyakitan juga lagi. Sial bet deh hidup gue, udah sakit masuk novel juga sakit"
Angga atau kini menjadi Alio berujar dengan ketus, sudah tahu dirinya dulu juga penyakitan masuk ke tubuh Alio yang penyakitan juga apa gak sial.
Angga menatap dirinya yang kini sudah berbeda, ia bukan Angga lagi melainkan Alio. Si antagonis bodoh yang melakukan tindakan buruk hanya karena butuh kasih sayang, sejujurnya kehidupan Alio sungguh menyedihkan.
Di abaikan, di benci, bahkan menurut sebagian orang ia hanya beban. Memang Alio ini penyakitan ditambah Alio adalah albino, dimana ia kekurangan pigmen warna. Menyebabkan dirinya berbeda dari manusia normal, tapi itulah spesialnya Alio.
Angga menghela nafas, ia kini menjadi Alio dimana dirinya juga akan mati di bab menuju akhir. Angga ingin mati alami bukan karena dibunuh atau bahkan karena penyakit yang menggerogoti tubuh.
Alio kini mulai berjalan pelan, ia kembali keranjang dan menduduki dirinya disana. Ia dengan malas menatap sekitar, entah apa yang ia tatap tapi kini berbagai pikiran berputar di otaknya. Tapi semuanya buyar saat suara ketukan terdengar.
"Tuan muda ini waktunya anda makan malam, keluarga anda sudah menunggu"
Suara seorang pria terdengar, mengingatkannya untuk makan malam bersama. Biasanya Alio akan selalu senang saat makan bersama, karena ini satu-satunya cara ia bisa berdekatan dengan keluarganya.
"Baik aku akan kebawah"
Alio menjawab dengan malas, kalau bisapun ia tak kebawah untuk melihat keluarga Alio.
Alio kini beranjak dari ranjang dan berjalan menuju pintu, ia keluar dengan muka malas membuat pria tadi mengerutkan alisnya.
"Ada apa tuan muda apa kau tak senang makan bersama keluarga anda"
Pria itu bertanya, Alio menatap pria itu. Ah ini adalah tangan kanan ayah dari Alio, sengaja menjadi pelayan pribadi Alio untuk mengawasinya.
"Tidak!, aku bukan tidak senang. Mood ku rusak karena mimpi buruk"
Alio menjawab seadanya, ia tak ingin pelayan ini curiga padanya. Malasnya rasanya berkutat dengan alur cerita, lebih baik hidup tenang dengan uang yang banyak. Dulu saat dia masih menjadi Angga, ia harus menghemat uang dan bekerja paruh waktu untuk biaya sekolah.
Sekarang ia sudah jadi Alio, anak ketiga yang keluarganya kaya. Kau mau makan enak pun bisa, lebih baik ia menikmati makanan enak yang bahkan belum tentu ia mampu membelinya saat menjadi Angga.
"Kalau boleh tau mimpi apa yang tuan muda lihat?"
Lagi pelayan itu bertanya dengan penasaran, Niat hati Alio tak ingin menjawab pertanyaan itu tapi nanti malah curiga.
"Mimpi aku sekarat lalu mati"
Alio menjawab spontan, itu bukan mimpi sejujurnya karena memang ia sekarat lalu mati dan malah menjadi penjahat di novel yang ia baca.
Pelayan yang mendengarnya membulatkan matanya, karena memang Alio menjawab dengan enteng seakan itu mimpi buruk biasa. Sorot mata pelayan itu sulit diartikan, ia melihat Alio yang kini menjauh mendekati meja makan yang sudah berisi keluarganya.
"Kau terlambat"
Seorang pria dengan muka tegas berbicara, matanya begitu tajam menatap Alio. Alio hanya bisa menunduk takut, astaga dia kira menghadapi keluarga Alio akan mudah ternyata tidak.
"Maaf, aku akan lebih berhati-hati"
Alio menjawab cepat lalu duduk dibangku paling jauh dari semua mahluk itu, serius deh benaran kaya monster yang lagi natap dia seakan-akan dia mangsa yang akan mati sebentar lagi.
Sudah beberapa menit sejak si kepala keluarga menginstruksikan untuk mulai makan, tapi Alio hanya menatap makanannya. Bukan tak menghargai, tapi Angga punya alergi terhadap ikan dan udang dan di hadapannya adalah makanan itu.
Ia tak mau mengambil resiko untuk memakannya, lalu dengan konyol mati seperti sebelumnya.
"Alio makan"
Ayah Alio berucap, membuat Alio menggeleng tak mau.
"SAYA BILANG MAKAN!"
kini pria itu berbicara dengan aura yang lebih mengerikan, menatap tak suka ke Alio karena tak memakan makanannya.
Dengan terpaksa Alio mengangkat sendok dan mulai memakannya, di dalam hati ia sudah berdoa untuk tidak mati. Semoga alerginya hilang karena ia berada di tubuh Alio, satu suap masuk kedalam mulutnya.
Tidak, alergi itu tak hilang sama sekali. Alio menjatuhkan sendoknya, ia panik. Gejalanya lebih para dari di tubuh aslinya.
'Sial!, Sial!, Sial!, kukira akan hilang karena aku berpindah ternyata masih ada!. Oh Tuhan aku tak ingin mati lagi'
Alio terus mengumpat di dalam batin, tubunya mulai meras agatak. Nafasnya kini mulai sesak, ia bernafas dengan tersendat-sendat. Wajahnya mulai pucat, matanya kini mulai mengeluarkan air mata.
Rasa sakit ini kembali ia rasakan, ia sama sekali tak suka. Ini menyakitkan, terlalu menyakitkan untuk ditanggung sendiri.
"Sakit"
Alio berkata dengan lemah, ia mulai beranjak dari bangku langkahnya sempoyongan dengan tangannya yang setia memegang dadanya.
Belum sempat ia menaiki anak tangga tubuhnya sudah runtuh, untung seorang pelayan perempuan menangkapnya dan dengan panik membawanya ke kamar. Ruam merah dengan jelas terlihat di tubuh Alio, pelayan perempuan itu yang melihatnya marah.
Ada apa dengan keluarga ini, mereka tak mengetahui anak mereka yang memiliki alergi pada ikan dan udang. Pelayan wanita itu berteriak histeris sambil berlari.
"Panggilkan dokter, tuan muda butuh dokter!!"
Ia berteriak, lalu mendobrak pintu kamar Alio dan menidurkan tubuh Alio di ranjangnya. Kini tubuh itu sudah mulai dingin, Alio mulai kejang dengan ruam yang mulai bertambah.
Pelayan wanita itu panik dan terus berteriak memanggil dokter, pelayan pria tadi bersama pria berjas putih berlari dengan muka panik mereka. Melihat keadaan Alio dokter yang dibawa pria itu meringis.
"Keadaan tuan Alio sangat buruk!, apa mereka tak tahu bahwa anak mereka memiliki alergi. Mereka benar-benar akan membunuh anak ini jika seperti ini!"
Dokter itu menggerutu kesal dengan tingkah keluarga Alio, ia dengan cepat mengobati Alio. Melihat bagaimana anak ini menahan rasa sakit membuat dokter itu merasa iba, seorang anak menanggung rasa sakit yang begitu menyakitkan sendiri. Rasanya tak adil untuk seorang anak merasakan hal ini, jika bisa dokter itu akan membawa anak ini dan mengadopsinya.
Fakta bahwa keluarga ini bahkan tak peduli pada anak ini, sudah membuatnya kesal. Ditambah saat melihat ekpresi tak peduli kepala keluarga yang notabene nya adalah ayah dari anak ini.
'Dasar keluarga sinting, jika bisa aku ingin membawa anak ini dan merawatnya'
Batin dokter itu, sungguh ia kesal dengan tingkah mereka. Bahkan tangan kanan dari ayah Alio tak habis pikir, ia tahu tuan mudanya nakal. Itu pun karena ingin perhatian dari mereka, tapi mengapa mereka tak bisa menyayangi Alio, mungkin bernar mereka akan menyesal kalau Alio sudah tiada.
'Benar adanya, manusia itu kehilangan dulu baru menyesal'
-To Be Continue-
KAMU SEDANG MEMBACA
Different but Same
Fantasia"Aku dan kamu itu sama, hanya saja kamu lebih beruntung" Hanya tentang pembaca yang menggantikan peran penjahat [THIS WORK IS TRULY MINE!!! ] WARN! -Contains BxB -Mature -Harsh Word _Please be wise in your reading choices_