"Bagaimana keadaan Alio Rem?"
Pelayan pria tadi pertanya, Remi nama dokter itu sahabat karib dari Tama pelayan pribadi Alio sekaligus tangan kanan sang kepala keluarga. Tama memang tak mengerti kenapa keluarga ini tak menyukai Alio selain Alio tak sepenuhnya bagian dari keluarga ini.
Sialnya Alio terlahir oleh rahim simpanan dari sang kepala keluarga, mungkin itu salah satu penyebab Alio tak diakui. Tama sudah sering melihat bagaimana Alio berusaha agar setidaknya diakui, tapi usahanya sia-sia. Jangankan diakui dilirik saja Alio tak pernah, bagi keluarga ini Alio hanya angin lewat yang keberadaannya tak penting.
"Tam keluarga yang lo layanin gila yah?, beruntung banget ini anak bisa selamat. Gue gak ngerti jalan pikir mereka tapi yang gue tau bukan anak ini yang salah, kalo mereka gak becus buat ngurus anak ini lebih baik gue bawa dia. Biar gue yang ngerawat!"
Remi berdiri dari duduknya dengan marah, ia tak mengerti dengan pola pikir mereka. Remi tahu bahwa Alio bukan anak sah, tapi untuk menjadi alasan mereka tak peduli itu salah. Tama yang mendengar itu menghela nafas berat, ia sebenarnya setuju dengan sahabatnya ini. Tapi jika ia membiarkan begitu saja kepalanya ini bisa terpisah dari badannya.
"Rem jangan aneh-aneh deh, lo mau gue mati?. Nih anak gak bakal boleh dibawa, gue sebenarnya setuju sama lo tapi lo tau kan mereka itu otaknya udah kegeser?"
Tama berbicara dengan ketus, membuat Remi hanya menghela nafas kasar. Jika sekali lagi ia melihat anak ini hampir mati, maka ia akan secara paksa membawanya. Masa bodo jika ia ditubuh menjadi penculik, ia tak tega melihat Alio dengan wajah kesakitan itu.
"Eugh Paman Tama, bisakah Alio minta tolong untuk ambilkan air"
Setelah tersadar Alio dengan suara lemahnya meminta tolong pada Tama, Tama yang mendengarnya dengan sigap memberikan air untuk Alio.
"Terimakasih paman!"
Alio berucap dengan senyum lembutnya, jika bisa dibilang Alio seperti lukisan indah yang di lukis oleh Seniman terkenal. Bahkan Remi sempat terksemia, sebelum akhirnya bertanya keadaan Alio.
"Bagaimana keadaan anda, apa masih ada yang sakit"
Remi bertanya dengan lembut, Alio hanya menggalangkan kepalanya. Sakitnya sudah tak terasa walau memang tadi seperti akan mati.
"Tidak, sudah tidak sakit paman, Alio sudah baik-baik saja. Terimakasih"
Alio menjawab dengan suara lebih ceria walau masih lemah, kulitnya yang memang putih dengan mata sayunya membuat Alio terlihat akan hilang ketika mereka memalingkan perhatian mereka. Tama yang melihat ini mau tak mau berjanji dalam hatinya untuk menjaga Alio, begitu kecil dan rapuh.
"Tuan-"
Sebelum Remi melanjutkan perkataan, ia diinterupsi dengan suara lembut milik Alio.
"Jangan panggil tuan muda, panggil aku, Al atau Lio. Alio tidak suka dipanggil tuan muda!"
Ucap Alio dengan raut kesalnya, Tama dan Remi tertawa bahkan pelayan wanita tadi yang mengangkat Alio ikut tersenyum.
"Baik Alio, mulai sekarang juga Alio harus memanggi paman ini sebagai Papa Remi!"
Remi berucap dengan senyumnya, Alio yang mendengarnya hanya mengangguk dengan antusias.
"Maaf tuan Tama dan Remi saya menyela, Tuan Alio anda harus makan. Biar saya yang membuatkan bubur"
Pelayan wanita yang sedari tadi melihat interaksi mereka menyela dengan sopan, mengingatkan Alio untuk makan. Pasalnya Alio belum makan karena saat makan tadi hanya menyuap sedikit itupun tak dilanjutkan karena alergi nya.
"Oke Alio akan makan bubur mmm-"
Alio menjawab dengan antusias lalu berhenti, kala ia tak mengetahui nama pelayan wanita tersebut.
"Rachel, nama saya Rachel tuan"
Rachel menjawab sambil membungkukkan badannya, Alio hanya ber 'oh' ria saat mengetahui nama dari pelayan wanita itu.
"Kalau begitu terimakasih kak Rachel sudah mau membuatkan Alio bubur!"
Alio berujar dengan antusias membuat 3 orang yang berada disana tersenyum, melihat Alio ceria seperti ini rasanya membuat bahagia.
"Tugas saya tuan, saya permisi dahulu"
Rachel menjawab lalu pergi dari kamar Alio, kini hanya tersisa Remi dan Tama. Mereka memandang Alio takut saat mereka memalingkan pandangan maka Alio akan menghilang.
Tadinya mereka tak mau pergi dari kamar Alio, tapi karena Alio memaksa dan bilang bahwa ia sudah tak apa-apa. Maka dengan terpaksa Remi dan Tama keluar dari kamar Alio.
"Akhirnya mereka keluar, Ingetin gue buat ngebantai keluarga bajingan ini!"
Alio menghela nafas, ia mendapatkan Alio asli. Bagaimana mereka menyalahkan segala sesuatu ke Alio, mengabaikannya, dan ini bukan yang pertama kali keluarga ini tak peduli saat Alio hampir mati. Alio pernah mengalami hal yang sama persis, cuma berbeda nya saat itu terjadi di sekolah.
Dan keluarga ini berpikir bahwa Alio hanya berpura-pura, astaga keluarga ini benar-benar ancur.
"Otak ni keluarga kegeser semua kah?, yah bodo deh mending gue porotin dulu baru gue kabur!"
Ucap Alio dengan kekehannya, ngapain pusing-pusing ngubah alur cerita kalo alurnya aja gak jelas, mana pemeran utama juga kagak jelas. Mendingan juga hidup damai dan tentram, kalau pun dia gak sengaja ngerusak alur. Peduli apa Angga dengan alur cerita ini, lebih baik ia mengutamakan dirinya sendiri.
"Dari pada harus ribet ngerubah sikap si keluarga Alio, mending gue lanjut ngegalauin mas Dokja!"
Alio berucap dengan malas, ia kembali berbaring lalu mengambil ponsel milik Alio asli yang berada di nakas sebelah ranjangnya.
"Idih hidupnya si Alio gak berwarna banget, minimal download game ini kagak ada apa-apa selain Whosapp sama Catgram!"
Ia menggerutu dengan kesal, lalu mulai mendownload aplikasi yang biasa ia pakai sebagai dirinya. Kini dirinya benar-benar sibuk dengan ponsel, Alio menatap ponselnya dengan sendu. Bukan hal serius, ia hanya menonton video karakter favoritnya yang di putar berulang kali.
"Mas Dokja gak ada gitu niatan buat wake up dari tidurnya"
Alio berkata dengan suara yang di lebay-lebaykan, tapi kalau diingat Angga kesal dengan novel yang ia baca sebelum mati tanpa tau alasannya lalu pindah kedalam novel itu sendiri.
Novel dengan judul 'all the boys just love me', yang menurut Angga cringe ini memang memiliki alur cerita yang gak jelas.
Cerita ini klise, Angga sudah berulang kali membaca cerita yang sejenis seperti itu. Niatnya ingin ia abaikan tapi tangganya gatal untuk mengkritik sang penulis. Mungkin ini karma Angga karena selalu saja mengkritik tanpa memikirkan dua kali tentang perasaan si penulis.
"Duh bosen, udah malem juga sih. Nih anak besok sekolah yah?, duh males banget lagi! Enakkan juga tiduran di rumah"
Alio bergumam, muka malasnya itu kadang membuat orang kesal terkadang juga terlihat menggemaskan. Daripada pusing memikirkan hari esok Alio lebih memilih terlelap, ia tak mau tidur larut malam. Sudah kebiasaannya tidur lebih awal dan bangun juga lebih awal, kebiasaan itu tak bisa lepas darinya.
-To Be Continue-

KAMU SEDANG MEMBACA
Different but Same
Fantasy"Aku dan kamu itu sama, hanya saja kamu lebih beruntung" Hanya tentang pembaca yang menggantikan peran penjahat [THIS WORK IS TRULY MINE!!! ] WARN! -Contains BxB -Mature -Harsh Word _Please be wise in your reading choices_