3 - Sepupu Adiyan

131 47 2
                                    

Sebelum baca, jangan lupa tekan bintang vote dan ditunggu komentarnya ya~selamat membaca💛

-✿✿✿-

ALUNAN lagu When You're Gone milik Avril Lavigne mengisi Minggu pagi di kediaman Adiyan. Lagu yang terdengar dari speaker besar di rumah Adiyan yang terhubung lewat bluetooth dari ponselnya Pinus.

Mendengarnya, mengingatkan Adiyan pada sepupunya. Bukan karena arti dari lagunya tapi penyanyinya. Sepupunya itu penggemar Avril Lavigne, semua lagu-lagunya nggak ada yang nggak hafal. Makanya, setiap Adiyan nggak sengaja dengerin lagu milik Avril, pasti bakal langsung terbayang sepupunya itu.

Pagi ini memang Adiyan bersiap-siap menjemput sepupunya di stasiun bersama Pinus dan Ijaz. Afik dan Khajik nggak ikut karena masih terbang ke alam mimpi. Untungnya, Adiyan juga nggak masuk angin atau sampai meriang setelah malamnya hujan-hujanan sampai basah kuyup. Soalnya begitu sampai rumah kemarin malam, Adiyan buru-buru mandi air anget, abis itu dibalur minyak kayu putih seluruh badan, terus langsung bergelung selimut dan bobo.

Rumah Adiyan memang selalu dijadikan basecamp oleh teman-temannya karena letaknya yang paling strategis. Selain rumahnya yang gede, halamannya juga luas banget dan nggak dempetan sama tetangga. Tapi bukan hanya itu, di rumah Adiyan bebas mau ngapain aja. Mau ngabisin stok makanan yang nggak ada habisnya, dibolehin. Mau berisik, mau kayang, mau jungkir balik. Bebas.

Liburan aja mereka sering bobo di tempat Adiyan. Nggak cuma Adiyan yang baik, keluarganya juga. Orang tuanya nggak ribet kayak orang tua di desa pada umumnya. Sohibnya Adiyan malah udah kayak bestie sama bapak ibunya.

Meski Purwokerto termasuk kota kecil, tapi mereka berempat tidak tinggal di perumahan. Mereka anak desa yang tumbuh besar di pedesaan, lumayan jauh dari pusat kota termasuk sekolah. Karena sekolahnya letaknya di tengah kota, sedangkan mereka di pinggiran kota. Tapi sejauh-jauhnya pinggiran kota ke pusatnya cuma memakan waktu kurang lebih lima belas menit. Soalnya nggak pernah macet.

"Arep siki jempute?" (Mau sekarang jemputnya?) tanya Pinus ketika melihat Adiyan yang kini duduk di sebelahnya di ruang tamu.

"Dela meneh, keretane esih telung puluh menit maning butule." (Bentar lagi, keretanya masih tiga puluh menit lagi sampainya.)

Pinus mengangguk-angguk. "Jere Afik, semalem nemu cewek putih-putih. Siapa tuh? Beneran menungsa atau jangan-jangan—" Pinus menjeda ucapannya sambil berekspresi menakut-nakuti Ijaz yang duduk di hadapannya yang sama sekali tidak berekspresi. (Jere = kata, menungsa = manusia)

"Bukan kuburan kan pas jemput kemarin?" sarkas Adiyan, membuat Pinus tertawa.

"Kata Afik uayu tenan biar ketutup masker, jadi penasaran secantik apa. Harusnya tadi malem ajak kenalan ke kita-kita. Iya ora, Jaz?"

Ijaz hanya mengangguk singkat sebagai tanggapan sambil main game di ponselnya seperti biasa.

"Mau bilang sendiri atau aku yang bilang ke Tari?" tawar Adiyan dengan senyum jahilnya.

"Guyon elah." Pinus menanggapi santai. "Abis ko terlalu baik. Nggak takut kalo itu cewek komplotan kriminal yang suka mancing-mancing?" (Guyon = bercanda, ko = kamu)

Adiyan menggeleng. Karena feeling-nya tidak mengatakan demikian. Justru Adiyan merasa kalau cewek itu merasa tidak aman. Dan feeling Adiyan selalu tepat. Tidak pernah meleset. Adiyan nggak mungkin meninggalkan cewek sendirian malam-malam.

"Kayak nggak ngenal Adiyan ae, kalo dicegat begal aja udah pasti begalnya dibaikin, diajak ngopi sambil udud sekalian."

Adiyan dan Pinus kompak tertawa mendengar ucapan Ijaz barusan. Pinus setuju sih dengan ucapan Ijaz. Adiyan tuh baiknya nggak ngotak. Sering banget nolongin orang di jalan, nggak takut dijahatin.

ADIYANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang