03. Ucapan yang Benar

7 1 0
                                    

Sudah 1 bulan Purnama, Sejak kepergian prajurit Thalnian, Taemara terus melamun memikirkan pedang yang tadi dipegang oleh pasukan Thalnian.

"Hah, Sedang apa kau disini?" Kejut Jiran

Taemara yang terkejut pun lantas menggapai sebuah batu kecil dan melemparkannya pada Jiran.

"Bisa tidak kau jangan menggangguku." Pinta Taemara dengan wajah kesal.

"Habisnya kau seperti orang gila yang duduk termenung dipinggir danau," Ujar Jiran pelan. Ia pun ikut duduk di samping Taemara.

"Ada yang ingin aku tanyakan." Taemara lantas berbalik dan menatap serius Jiran.

"Bagaimana kau tahu tentang pedang? Aku saja yang lahir lebih dahulu belum pernah melihat benda seperti itu." Tanya Jiran dengan wajah serius.

Taemara menghela nafas panjang dan menghembuskannya berat. Ia memandang kearah Langit biru.

"Langqun pernah memilikinya." Jawab Taemara sembari tersenyum namun pandangannya terlihat pilu dan penuh kesedihan.

(Langqun dalam bahasa suku Mori artinya serigala).

"Ah, paman dengan baju berbulu itu." Jiran mengangguk-angguk, "Waktu berlalu sangat cepat, itu sudah lama sekali sejak ia datang. Lalu pedangnya sekarang dimana?" Tanya Jiran

"Ayah yang menyimpannya."

Jiran yang mendengar suara Taemara bergetar pun sontak berbalik menghadap Taemara, dan meneliti wajahnya.

"Kau menangis!?" Heboh Jiran dengan rait wajah yang terlalu lucu untuk di dekripsikan.

"Mana ada!! Aku tidak menangis!" Teriak Taemara tepat di depan telinga Jiran. Dan secara reflek ia mendorong temannya itu hingga terjatuh ke danau.

"Awh, astaga. Lama-lama aku bisa Tuli dan gila jika terus berada di sampingmu." Protes Jiran yang berenang ke permukaan sembari memegang telinganya.

Jiran naik ke permukaan dan dengan tiba-tiba menarik Taemara hingga mereka berdua jatuh bersamaan kedanau.

"JIRAN!!" Teriak Taemara penuh emosi, ia berusaha berenang mengejar Jiran yang berenang menjauh darinya.

Jiran tertawa terbahak-bahak melihat wajah kesal Taemara.

Taemara berenang naik ke tepi danau dan disusul oleh Jiran. Ia berdiri dan menatap kesal jiran yang berusahan naik ke permukaan.

"Gara-gara kau aku jadi basah." Protes Taemara.

"Kau pikir aku tidak basah? Kau yang lebih dulu mendorongku." Jiran maju dengan berkacak pinggang.

"NONA TAEMARA!!!" Teriak seseorang dari dalam hutan mengundang atensi Taemara dan Jiran.

Taemara memicingkan matanya, mencoba untuk melihat jelas kedalam hutan, terlihat seorang pria yang juga dari suku mori berlari menghampiri Taemara dan Jiran dengan wajah penuh ketakutan dan luka disekujur tubuhnya.

"Moa, apa yang terjadi. Kenapa kau penuh luka seperti ini." Tanya Taemara mencoba berlari kearah pria bernama Moa itu.

"Ada yang menyerang desa, mereka membawa pedang," Ujar Moa sambil menangis merengkuh Taemara yang masih nampak kebingungan.

"Mereka membakar habis seluruh desa, banyak warga yang mati," Sambungnya.

"Bagaimana mungkin?" Taemara bermonolog sendiri. Mencoba mencerna semuanya.

Tidak mungkin bangsanya dapat dikalahkan semudah itu. Ada sesuatu yang tidak beres dengan semua ini.

Taemara yang mendengar itu lantas berlari menuju Dataran Miruhon, ia disusul oleh Jiran dan Moa yang terus berlari mengejarnya dari belakang.

Namun begitu tiba disana tak banyak yang dapat ia lihat selain rumah-rumah warga yang telah terbakar hangus.

Desa yang menjadi tempat tinggalnya, tempat ia tumbuh dan dewasa, tempat dimana ia merasakan kasih sayang begitu banyak orang, kini semua telah hilang dan musnah ditelan si jago merah.

Namun keanehan terjadi saat Jiran dan Moa terjatuh lemas. Taemara menoleh kaget dan menggapai keduanya membawanya menjauh dari area itu.

"Taemara, ada yang aneh. Aku merasa seluruh tubuhku tak berdaya. Aku belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya." Ungkap Jiran sembari terus memegang dadanya yang mulai terasa sesak. Anehnya hal itu hanya terjadi pada Jiran dan Moa.

"Semua warga pasti dibawa oleh orang-orang itu, aku harus pergi dan menyelamatkan mereka." Taemara berdiri dan menatap Jiran dan Moa yang masih kesakitan, entah apa yang terjadi ia kembali berlari memasuki rumah jeraminya yang telah terbakar, mencari sesuatu di dalam sana.

"Taemara apa yang kau lakukan, keluar dari dalam sana atau kau akan mati," Jiran memaksa untuk berteriak meski dengan suara yang pelan dan lemas.

Tak lama kemudian terlihat Taemara yang keluar dari kobaran api sembari menggenggam sesuatu ditangannya. Ia menatap Jiran dan Moa dari jauh dengan mata yang berkaca.

"aku akan kembali."

Taemara pun langsung berlari pergi dari situ. Mengandalkan naluri Suku Mori miliknya ia dengan mudah menemukan jejak orang-orang itu.

****

"Kerajaan Tang membawa Suku Mori?!" Gara berdiri dari kursinya. Ia sungguh tak menyangka akan hal ini. Bagaimana bisa Kerajaan Tang dengan begitu mudahnya mengalahkan Suku Mori yang merupakan ras terkuat masa itu.

"Bagaimana Bisa!" Teriak Gara pada Para Jenderal yang tengah berdiri dihadapannya itu. Suaranya menggema di seisi ruangan tempat ia bekerja dan menerima laporan itu.

"Yuhwang, yang mulia." Jawab Jenderal Seongnam.

Atensi Gara lantas tertuju pada pria itu, ia berjalan mendekatinya, "Yuhwang?"

['Yuhwang' artinya Belerang/sulfur]

"Tidak mungkin, Mereka terlalu kuat bahkan untuk Dikalahkan dengan Yuhwang." Ujar Gara.

"Itu mungkin, yang Mulia. Sebab, Indra penciuman suku Mori jauh lebih tajam dan kuat dibanding manusia pada umumnya, sehingga jika mencium bau Yuhwang dalam jumlah besar akan membuat mereka melemas dan menderita gangguan pernapasan." Ungkap Jenderal Seongnam.

"Prajurit yang diletakkan di tepi Dataran miruhon mengatakan bahwa ia melihat ada orang yang mencurigakan yang menabur yuhwang dan membakar rumah-rumah warga sebelum prajurit kerajaan Tang menyerang." Ujar Jenderal Youngjae.

"Ini saat yang tepat yang mulia," Seorang Pria muncul dari balik tirai, maju dan mengungkapkan pendapatnya.

"Kerajaan Tang ingin merebut suku mori dan dijadikan pasukan mereka secara paksa. Tapi jika kita menyelamatkan suku mori, itu akan menjadi hutang budi seumur hidup bagi mereka. Mereka akan mengabdi bagi kerajaan."

"Dan setelah kita mengalahkan Kerajaan Tang dan merebut suku mori, maka Thalnian akan menjadi kerajaan terbesar dan terkuat di seluruh dataran manusia."
Usulan dari Pria terdengar sangat menarik ditelinga Gara. Ini memang saat yang tepat.

"Seongnam, Goma, dansae, Kumpulkan semua pasukan unit divisi. Kita akan berperang melawan Kerajaan Tang." Ujar Gara sembari tersenyum senang.

Ketiganya pun menunduk memberi hormat, mengiyakan perintah Raja. Raja kemudian berbalik menghadap pria yang memberi usulan itu.

"Taehyun, Kau akan memimpin pasukan digaris depan." Ujar Gara sembari menggenggam pundak pria bernama Taehyun itu, "Kau selalu bilang, bahwa yang Kuat akan dengan yang lebih licik. Hari ini aku percaya pada kata-katamu itu."

Gara berbalik dan kembali duduk dikursinya, "Saatnya kita lihat bagaimana kau beraksi di medan perang."


𓃗See you on Chapter 4𓃗
»»————>

****

Ig : @chelseaezter

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Chronicles of ThalnianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang