Aisha

21 2 0
                                    

"Pak Athar" Ucap Sifa kepada Athar yang berdiri di depan pintu kosnya dengan keadaan yang cukup berantakan. Rambut acak-acakan dengan baju yang sudah terkeluar.

"Papa!!" Sudah di bilang, kosan Sifa hanya kosan sederhana, kecil lagi, terbagi menjadi dua sekat, ruang pertama yang di tata menjadi kamar dan ruang kedua khusus untuk tempat masak dan kamar mandi. Alhasil ketika Sifa menyebut nama Athar, Ira juga langsung dengar.

Dengan langkah tertatih-tatih Ira mendekati Athar dan langsung di bawa ke dalam dekapan oleh sang papa.

"Jangan hilang lagi Ira, kamu bikin papa kawatir."

Dosen yang selama dikelas mengeluarkan kharisma yang cetar, kini tampak tak berdaya di depan anaknya, Sifa sampai terharu melihat pemandangan didepannya ini. Athar itu masih muda, bukan gambaran dosen-dosen dengan kepala yang sebagian sudah tidak di tumbuhi rambut, bukan juga gambaran dosen yang sudah keriput. Athar itu gambaran laki-laki yang lakikk, badan tinggi menjuntai, rambut tertata rapi tapi sedikit acak, mata yang tajam dan jangan lupakan suara yang bikin kaum hawa terpesona. Ditambah lagi, Athar mempunyai jiwa kebapakkan, duh, Sifa jadi pengen nyari suami duplikat Athar, kecuali untuk sifat datarnya, jangan deh.

Sifa jadi kasihan sama pencita dosen tampan satu ini, kalau mereka tahu Athar sudah beristri plus punya anak gimana reaksi mereka ya?

"Maafin Ira ya pa, Ira janji, Ira gak akan pergi sebelum jemputan datang, kayak yang di bilang sama kak Sifa tadi." Balas Ira sambil melihat kearah Sifa.

Seketika Athar juga melihat ke arah Sifa, atau mungkin Athar baru sadar ada makhluk hidup yang dari tadi melihat keuwuan dirinya dan Ira.

"Terimakasih banyak." Ucapan tulus yang langsung tertuju ke mata Sifa, tapi hanya sebentar. Sifa mengangguk tanpa Athar ketahui karena sekarang fokus Athar kembali ke Ira.

"Ini kenapa?" Tanya Athar dengan suara dingin, bukan kepada Ira tapi kepada Sifa.

Tiba-tiba suasana jadi horor, kenapa si suara Athar bisa berubah secepat itu, tadi lembut sekarang dingin banget, sampe rasanya Sifa lagi berhadapan sama dosen penguji, ternyata aura-aura dosen sudah melekat di mata tajam dan suara Athar.

"Ira tadi kecelakaan Pak." Balas Sifa langsung, toh Sifa tidak ada salah sama sekali dalam kasus yang menimpa Ira, jadi untuk apa takut.

"Papa, jangan marahin Kak Sifa, malah kak sifa yang nolongin Ira."

"Coba jelasin."

"Ih papaa, suaranya biasa aja dongg, jangan galak-galak!"

Sifa sangat berterima kasih kepada Ira karena sudah mewakili kedongkolan hatinya, kan kalau anaknya langsung yang ngomelin Athar, Athar bisa apa, mampus gak tuh!.

Tampak Athar gemas kepada Ira terlihat senyuman manis yang Athar tunjukkan ke Ira dengan tangan yang mengacak-acak rambut Ira.

Ya ampun, ternyata spesies manusia seperti Athar bisa tersenyum semanis itu, gula aja kalah manis, biyuhhh.

"Papaaa! Jangan di acak-acak rambut Iranyaa!"

"Iya-iya maaf, sekarang coba Ira jelasin kenapa kaki Ira bisa luka kayak gini?"

"Tadi Ira keserempet motor karena ngejar kucing, terus jatuh deh, kaki Ira luka, terus papaa, orang yang bikin Ira luka gak bertanggung jawab. Tapi papa tenang aja, untungnya ada kak Sifa yang udah ngobatin luka Ira, ngajak Ira kesini, sampai kak Sifa buatin nasi goreng biar cacing Ira diem" Cerita Ira dengan nada yang kelewat semangat.

Athar melihat kearah Sifa yang senantiasa menjadi penonton drama antara anak dan bapak.

"Sekali lagi terimakasih, maaf juga karena Ira udah ngerepotin kamu."

Surga Itu KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang