Cafe Abytar

16 5 4
                                    

Umur Athar udah 26 tahun. Sudah jadi dosen, jadi CEO, punya beberapa usaha makanan. Sudah mapan secara finansial. Tapi sayang, diumur yang udah matang, Athar belum pernah mengenalkan perempuan kepada kedua orang tuanya.

"Kamu ini, kerja terus, kapan mau cari istri?" Kalimat ini, seperti makanan sehari hari yang selalu Athar dengar dari Risma--mamanya.

"Aku baru pulang loh ma" Balas Athar baru pulang dari kampus, kemudian ikutan duduk disebelah Risma.

"Makanya, jangan kerja terus, cari istri, Athar, biar mama bisa ngemong cucu dari kamu"

"Kan udah ada Ira, mama bisa tuh ngemong Ira" Jawab Athar lempeng.

Jawaban Athar membuat Risma menarik nafas panjang. "Ya beda, Ira anak kakak kamu, dari kamu belum, kamu udah 26 tahun loh, udah pantes punya anak"

"Athar, mama lagi bicara sama kamu, dengerin mama gak sih, kamu itu?" Omel Risma yang melihat Athar malah fokus pada tayangan televisi.

"Iya ma"

"Iya-iya, dengerin mama gak?!"

"Iya ma, ini lagi diusahain" Jawab Athar malas.

"Apa yang lagi kamu usahain?"

"Calon istri"

Risma yang mendengar ucapan Athar, lantas menoleh kearah Athar dengan tatapan senang.

"Jadi kamu udah ada calon? Siapa? Kenapa gak pernah dibawa ke rumah?" Tanya Risma antusias.

Athar yang mendengar pertanyaan Risma meringis. "Ya gak tau, kan lagi diusahain nyari"

"Kamu ini! Gak tau lah, mama marah sama kamu!" Ucap Risma yang langsung meninggalkan Athar diruang tamu dengan tatapan binggung.

"Gue salah apa" Tanya Athar pada angin lewat.

---

Setelah keluar dari kelas dengan kepala seperti ditumpuk batu yang besar, menggendong tugas tak kasat mata, seperti rentenir yang selalu menagih janji. Kepala Sifa pusing tujuh tanjakan.

"Kepala gue serasa mau pecah dengerin Pak Abiyun jelasin materi kayak orang lagi ngejar maling, cepetnya kebangetan" Cerocos Sifa yang saat ini berada dikantin gedung belajarnya, menyantap risol sebagai ganjel perut, karena tadi pagi dia hanya makan sedikit, dan kini sudah jam 2 lewat, telat makan lagi.

"Lo, sih, fokus banget dengerin Pak Abiyun ngoceh. Gue si ogah, dapet ilmunya kagak, pusing iya"

Pak Abiyun itu, tipe dosen yang menganggap mahasiswa udah pinter layaknya seorang profesor handal, nerangin materi kayak lagi balapan mobil, brumbrum. Belum sempat masuk diotak, udah disiram lagi sama materi baru. "Kalo gak didengerin, bakalan lebih pusing lagi pas UAS nanti, Dan" Belas Sifa kepada Dania yang masih sibuk memakan bakso pak haji.

"Itumah pikir belakang" Jawab Dania santai.

"Eh iya, nanti jadi kan ketemu sama Edo?" Tanya Sifa yang teringat bahwa hari ini, dia bersama Dania akan bertemu dengan Edo.

Sambil memperbaiki cara duduknya, Dania menghadap kearah Sifa dengan tatapan centilnya. "Jadilah, lo apa gak lihat, tampilan gue udah cetar gini" Ucap Dania sambil mengibas rambut panjangnya.

"Pantes, lo makek lipstik kayak baru makan darah orang, merahnya terlalu over tau Dan"

"Ini tuh lagi tren pakek lipstik setebal kamus perempuan, lo sih, gak tau tren trenan gini" Terang Dania sambil membuka kaca kecilnya.

"Lo pakek deh Sif, bibir lo terlalu pucat" Ucap Dania sambil menyodorkan lipstiknya.

"Gak ah, gue udah pakek, emang gak kelihatan aja" Tolak Sifa. Dania yang mendengar penuturan Sifa langsung memasukkan Lipstik kedalam tas, gak mau memaksa Sifa, karena Sifa emang selalu tampil sederhana, berbeda dengan dirinya, yang selalu tampil cetar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Surga Itu KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang