CHAPTER 6

159 15 0
                                    

"Tara ...."

"Ya, Mas? Ada apa?"

Tara tersenyum tapi Agra tidak menyukai senyuman itu. Terlihat sangat menyedihkan. "Aku perlu bantuan memasangkan dasiku. Pasangkan untukku."

"Ya ...."

Agra menarik bangku kecil dengan kakinya, dan meletakkannya tepat di hadapannya. Tara menaiki bangku tersebut, kemudian mulai memasangkan dasi yang diminta Agra dalam diam.

"Tidak ingin berbicara?"

Tara mendongak sedikit, menatap manik mata Agra. Namun tidak lama, dia kembali menunduk dan merapikan lipatan-lipatan dasi tersebut.

"Tidak ada yang ingin aku bicarakan."

"Kau sudah mulai tidak acuh kepadaku."

Tara menghela napas, dia menepuk dua kali bahu bidang Agra, menyingkirkan debu yang barangkali lengket. Kemudian turun dari bangku kecil.

"Aku hanya benar-benar tidak memiliki apa pun untuk dibicarakan. Ingin sarapan? Atau Mas ingin sarapan di luar seperti biasa?"

Tatapan Agra mengikuti setiap gerakan Tara yang merapikan handuk yang baru saja dia pakai. Lalu meletakkan kembali ke tempatnya hanger yang dia lepas asal tadi. Kemudian beranjak keluar kamar.

Agra merasa asing.

"Aku ingin kembali ke rumah Ayah. Apa Aku boleh pergi, Mas?"

Gerakan mengangkat sendok Agra terhenti. Dia beralih menatap lekat wajah Tara yang memandangnya dengan senyum lebar.

"Aku akan mengantarmu—"

Tara tertawa kecil. "Tidak perlu, Mas. Aku bisa pergi sendiri. Kamu pasti sibuk dengan jadwal agensi. Jangan terlalu merepotkan diri."

Agra tidak menyahut. Ya ... lagi pula memang seharusnya dia tidak menyahut. Seperti biasanya.

Darma dengan kehati-hatian memeriksa tubuh Tara. Ada memar. Dia benar-benar akan membunuh Diagram! Anjing itu!

"Ayah akan memanggil Dokter—"

Tara memeluk tubuh Darma dengan erat. Dia menangis di pelukan Ayahnya. "Aku tidak menginginkan Dokter. Aku hanya ingin Ayah memelukku."

Maka Tara mendapatkan apa yang dia inginkan. Darma memeluknya dengan erat namun penuh kasih sayang. "Ayah selalu akan memeluk Tara, selama yang Tara inginkan."

"Hm! Terima kasih, Ayah! Aku mencintai, Ayah lebih dari apa pun!"

"Ayah mencintai, Tara lebih dari apa pun!"

Biarkan, biarkan saat ini Tara menenangkan hatinya dengan memeluk Ayahnya. Hanya sebentar saja. Dia tidak akan lama. Dia tahu diri. Tapi tolong sebentar ....

" ... and action!"

"Maafkan aku, Bella. Aku menyesal. Tolong jangan meninggalkanku—"

"Menyesal kamu bilang?! Setelah semua yang kamu lakukan?! Aku terluka! Hatiku sakit dengan semuanya, aku sampai ingin memilih mati! Dan kamu dengan mudahnya mengatakan kamu menyesal?! Kamu bermimpi!"

"Bella ... dengarkan aku. Aku hanya harus melakukannya. Aku tidak bisa tidak melakukannya. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu. Bella kumohon ...."

"Cukup. Aku tidak ingin mencintaimu lagi. Sakit. Rasanya sangat menyakitkan. Aku membencimu!"

"Tidak, Bella—"

"Cut! Good job, Guys!"

Kru segera merapikan peralatan syuting dan mulai mengerjakan bagian yang lain. Penata rias menghampiri Agra. Merapikan penampilan laki-laki itu. Dia fokus tanpa memedulikan Agra yang sedang berbicara dengan lawan mainnya tadi.

"Kau seperti sedang tidak akting, Gra. Aku sampai berpikir kau benar-benar Thomas."

Agra tertawa kecil. "Terima kasih, Mar. Aku hanya terpancing karena melihatmu. Sungguh kemampuan yang luar biasa."

Tapi jauh di dalam lubuk hatinya, Agra membenarkan perkataan Maria.

"Apa, Sayangnya Ayah sudah berpikir dua kali?"

"Sudah, Ayah. Aku benar-benar tidak bisa meninggalkan Mas Agra. Aku sangat mencintainya."

Damar menghela napas. "Jika kamu sudah berkata seperti itu, Ayah hanya bisa setuju. Tapi kamu harus berjanji, jika sekali lagi, sekali lagi dia menyakitimu, Ayah akan membawamu dengan paksa."

Tara tersenyum tulus. Dia sangat tahu bahwa Ayahnya mengkhawatirkannya. Tapi dia benar-benar masih sangat mencintai Agra. Dia hanya beristirahat sejenak.

"Aku janji, Ayah."

"Katanya cinta tak pernah salah?"

Give Me The Right Love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang