CHAPTER 10

158 14 1
                                    

Tara kembali dengan kebiasaan yang menyakiti pahanya. Kukunya sudah kembali menorehkan luka baru pada kulit yang tidak bersalah itu.

Dia ketakutan.

"Agra mencintaiku! Hanya mencintaiku, Tara. Dia tidak mencintaimu. Dia membencimu! Kau pembuat masalah dalam hidupnya! Kau tidak dicintai!

Kuku-kuku tersebut semakin dalam menekan pahanya. Semakin banyak darah yang mengalir. Tangan satunya memukul-mukul kepalanya, berusaha menghilangkan semua ilusi yang memenuhi pikirannya.

"Aku membencimu."

Tara menggeleng, dia menarik rambutnya dengan kuat. "Jangan katakan itu ...."

"Aku membencimu."

"Tidak, tidak!"

"Aku membencimu."

Dengan kekuatan penuh, Tara membenturkan kepalanya ke dinding. Berulang kali. Bayangan-bayangan yang memenuhi pikirannya tidak juga berhenti. Mengingat Agra membencinya membuatnya semakin kalut.

"Santa menginginkan dua anak. Kau melahirkan untuknya."

"Kau melahirkan untuknya."

"Kau keguguran! Kau tidak memiliki anak!"

"Santa menginginkan dua anak—"

Tara menggeleng dengan kuat. Anak! Tidak! Tidak boleh. Anak ini, anaknya. Tidak boleh ada yang memiliki selain dia!

"Anakku! Kau melahirkan anakku! Anakku dengan Agra!"

"Hanya agar kau tidak keberatan untuk hamil lagi. Santa menginginkan dua anak."

Tara berteriak frustasi. Kepalanya ingin pecah. Dia tidak bisa menyerahkan anaknya lagi! Ini anaknya. Benar, anaknya!

Dengan tergesa-gesa, Tara mencari gunting tajam. Tanpa merasa sakit, dia menusuk perutnya sendiri, mengoyak daging tersebut. Darah memenuhi lantai. Mulutnya senantiasa bergumam, "Anakku."

Dengan kedua tangannya, dia mengeluarkan janin yang baru terbentuk itu dari dalam perutnya. Dia memeluknya dengan erat. "Anakku. Hanya anakku."

Darma menatap tajam tubuh Matius yang tergeletak tidak berdaya. Kini tatapannya beralih pada Agra yang berusaha memeluk tubuh Santa.

Darma menyeringai, tapi matanya mengeluarkan air mata. "Menjijikkan! Sangat menjijikkan. Kau bebas berpelukan di sini, tapi di sana anakku menderita! Aku memintamu membuatnya membencimu. Bahkan aku membiarkanmu melukai fisiknya. Tapi kau malah membuatnya semakin mencintaimu demi Indukmu. Kau Anak Anjing paling sial yang pernah kuberi makan."

Agra menatap penuh waspada pada Darma yang sudah mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya. Dia segara melepaskan pelukannya pada Santa dan mendorong Santa menjauh.

"Sejak awal Anda yang meminta saya melakukan ini. Kenapa saya yang disalahkan—"

"Benar, aku yang memintamu. Tapi kau harus ingat Anak Anjing, aku memintamu untuk hanya menikahinya saja tidak untuk menghamilinya. Tapi aku tetap diam, karena Tara mengatakan dia senang. Aku memintamu untuk membuatnya membencimu, tapi kau sengaja mengatakan cinta padanya, membuatnya semakin mencintaimu. Kau benar-benar menyulut amarahku!"

Tanpa gerak-gerik yang jelas, Darma berhasil menusukkan pisau tajam miliknya ke dada Agra. Agra merasakan sakit yang luar biasa. Bukan hanya itu, Darma juga meninju rahangnya dengan kekuatan penuh. Agra batuk darah.

"Kau sangat mencintainya kan?" tunjuk Darma ke arah Santa yang sudah menangis histeris. Seketika tubuh Agra membeku. Jangan katakan—

"Arkhh! Sakit!"

Terlambat. Darma sudah menusuk perut Santa. "Kau ingin memiliki anak kan? Maka kau harus merasakan perutmu terkoyak."

Ketika hendak kembali menusuk perut Santa, Matius menahan tubuhnya dari belakang. Darma tidak memberontak. Dia membiarkan Matius menahan tubuhnya. Dia tidak akan melawan karena dia sedang menyaksikan drama Anak Anjing memeluk Induknya yang menangis.

"Kau keterlaluan, Darma."

"Tidak, Matius. Aku tidak keterlaluan karena aku tidak membunuh mereka. Aku masih berbelas kasihan karena aku melihatmu. Jika tidak, maka kau hanya bisa melihat mereka tanpa nyawa lagi."

Beberapa petugas keamanan dan petugas medis menerobos masuk. Mereka segera melakukan pertolongan. Dan mengamankan Darma yang tidak memberontak sama sekali. Dia tidak takut. Dia memiliki kuasa. Dia akan aman.

"Katanya cinta tak pernah salah?"

Give Me The Right Love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang