EPILOG

245 16 1
                                    

"Sayangnya Papa sudah bangun? Hm?"

"Ha ha ha, Pa!"

"Iya, Sayangnya Papa."

Ramtara sudah berusia tiga tahun. Tara sangat merasa bahagia karena masih bisa melihat perkembangan anaknya. Dia sudah tidak lagi terpuruk atas apa yang terjadi di masa lalu. Dia sudah ditangani oleh Dokter profesional sehingga dia bisa kembali sadar dari rasa traumanya.

"Ayah!"

Tara berbalik, kemudian tersenyum lebar menyambut pelukan hangat dari suaminya. "Mas, selamat kembali ke rumah."

Kecupan hangat mendarat di kening Tara. "Terima kasih, Sayang."

Tara mengangguk. Dia berjinjit kemudian mengecup pipi suaminya. "Kamu sudah bekerja dengan baik."

"Berikan aku hadiah."

"Aku sudah menciummu, Mas."

"Masih kurang. Aku ingin lebih."

Pipi Tara merona malu. Dia menepuk pelan bahu suaminya. "Masih ada Ramtara, Mas. Jangan aneh-aneh, deh!"

"Aneh-aneh? Aku hanya ingin kamu mencium pipiku yang lain."

Wajah merah Tara semakin memerah setelah menyadari bahwa dialah yang berpikiran aneh! Langsung saja dia berbalik badan dan melangkah ke arah dapur. Dia sangat malu!

Ramtara tertawa melihat Papanya yang melangkah seperti gajah, menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Agra membawa tubuh Ramtara ke pelukannya. "Papamu sedang malu."

"Ayah, menggoda Papa! Hi hi hi, Papa malu!"

"Ayo kita ke dapur dan mengganggu Papamu."

"Ayo!"

Lalu dari arah dapur terdengar teriakan dari Tara yang disusul tawa dari dua laki-laki berbeda usia.

"Mas Gra! Kamu mengajari Ramtara!"

"Untuk apa kau mendatangiku?! Aku masih membencimu, Anak Anjing!"

Diagram tidak mempermasalahkan perkataan kasar dari Darma. Dia tetap setia berlutut, mencium sepatu Pria paruh baya itu.

"Saya ingin bersama Tara. Saya mohon, berikan saya restu."

Darma tertawa remeh. "Restu! Kau bermimpi! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah merestuimu untuk kembali ke anakku!"

"Anda tidak bisa melarang saya. Saya masih berstatus suami Tara yang artinya saya masih memiliki hak atas Tara."

Satu tendangan dari Darma membuat tubuh Diagram terhentak ke belakang. Tapi dia tidak peduli apa yang tubuhnya rasakan, dia tetap kembali ke posisi semula. Berlutut.

Melihat kegigihan Digaram, Darma menyeringai. Jika memang Anak Anjing ini benar-benar ingin kembali ke anaknya ... ya boleh saja. Tapi jika dia bertahan dengan tesnya.

Matius menatap kasihan pada Diagram yang tengah telanjang dan berdiri di jalan raya. Karena Diagram adalah seorang aktor, tentu banyak yang mengenalinya. Reputasinya bisa hancur. Tapi Diagram tetap diam dan melakukan tesnya dengan serius. Matius sedikit merasa kagum dengan kegigihan dari Digaram.

"Kau keterlaluan, Dar. Dia aktor. Figur publik."

"Aku hanya memberinya tes, dia bersedia melakukannya. Apa urusannya denganku? Memangnya aku yang memaksa? Dia ingin sendiri kok!"

Hubungan ke duanya sudah membaik. Bahkan lebih dari kata baik. Mereka kembali menjalin kasih setelah lama berpisah karena harus saling menikahi gadis lain.

Matius menghela napas tidak berdaya. Kekasihnya ini memang sedari dulu keras kepala. Tidak ada yang bisa melawan kekerasan kepalanya. Bahkan dia sendiri pun tidak bisa melawannya.

Berita tersebar dengan cepat. Gambar dan video Digaram yang telanjang di jalan raya tersebar luas di internet. Banyak kata-kata jijik terlontar, dan mengatainya gila meski ada beberapa yang masih memuji 'barang' miliknya.

Digaram seratus persen keluar dari dunia aktor. Dia tidak terlalu peduli. Dia hanya akan melakukan apa pun agar dia bisa kembali bersama dengan Tara.

"Maaf, Tara. Kembalilah bersamaku. Kumohon jangan berpaling dariku. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku sangat mencintaimu, Tara."

Tara menangis di pelukan Agra. "Aku mencintaimu, Mas. Masih sangat mencintaimu. Terima kasih sudah mencintaiku."

"Katanya cinta tak pernah salah? Benar. Cinta tak pernah salah."

TAMAT

Akhir kata, terima kasih.

Give Me The Right Love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang