BAB 25 ~ Asleep

1.9K 51 0
                                    

Malam itu angin menyelinap dengan lembut, membius sekitarnya dalam kegelapan yang dalam. Bulan mengintip dari balik awan, menyinari langit dengan cahayanya yang samar, menciptakan suasana yang penuh misteri di udara. Suara angin berdesir pelan, menambah kesan hening yang menyelimuti malam.

Duduk di dalam mobilnya, Aksa memandang gerbang rumah Ara yang masih terkunci erat. Cahaya bulan melalui jendela mobilnya, menciptakan bayangan-bayangan yang misterius di sekitarnya. Setengah jam telah berlalu tanpa tanda-tanda Ara, meninggalkan Aksa dalam ketegangan yang tak terucapkan. Lampu mobilnya menjadi satu-satunya sumber cahaya di tengah kegelapan, menciptakan gambaran yang tegang di depan rumah Ara.

Tak mampu lagi menahan kekhawatiran, Aksa akhirnya memutuskan untuk meninggalkan mobilnya. Langkahnya tegap saat dia melangkah melewati jalan yang sepi menuju mobil taksi yang menunggu dengan sabar di depan pintu. Di tengah kegelapan, setiap langkah Aksa terdengar seperti jejak langkah menuju takdir yang belum pasti, diiringi oleh desiran angin malam yang menyapu jalanan yang sunyi.

Tuk Tuk

Aksa mengetuk kaca mobil pengemudi taksi dengan kekhawatiran yang semakin dalam.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu?" tanya sopir taksi dengan ekspresi waspada.

"Kenapa wanita itu tidak keluar dari mobil?" ucap Aksa, raut wajahnya mencerminkan kekhawatiran yang mendalam.

"Saya minta maaf, sebelumnya Anda siapa wanita ini?" tanya sopir taksi, tetap waspada.

"Saya suami dari wanita di dalam mobil," jawab Aksa dengan cepat, terpaksa berbohong demi mendapatkan informasi tentang kondisi wanitanya.

"O oh maaf, saya sempat mengira Anda seorang penguntit. Akhir-akhir ini banyak kasus penguntit di sekitar kota pada malam hari."

"Tidak masalah. Bagaimana kondisi istri saya?" tanya Aksa, mencoba menahan kekhawatiran yang semakin melonjak.

"Istri Anda sepertinya tertidur di dalam mobil saya, Tuan. Saya ingin membangunkannya, namun saya tidak tega karena melihatnya sedang hamil dengan wajah yang begitu lelah."

Aksa mengambil waktu sebentar untuk memproses informasi tersebut, tatapannya beralih ke arah pintu rumah Ara yang masih terkunci.

"Tunggu sebentar, saya akan kembali."

"Baik, Tuan," jawab sopir taksi dengan sikap yang penuh pengertian.

Dengan langkah yang cepat, Aksa berlari menuju pintu rumah Ara. Dia berusaha membukanya, namun dugaannya benar, pintu itu terkunci dengan rapat. Kepanasan saat malam itu mulai terasa, dan Aksa menyadari bahwa membawa Ara ke dalam rumah yang terkunci akan menjadi suatu tantangan.

Tanpa banyak pikir, Aksa mengambil ponsel dari saku celananya. Dia mencoba menghubungi Vera, mencari solusi dari kebuntuan yang dia hadapi.

"Halo? Ada apa, Aksa? Apakah terjadi sesuatu?" jawab Vera dengan nada khawatir di seberang telepon.

"Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin bertanya, apakah kau memiliki kunci cadangan untuk rumah Ara?" tanya Aksa dengan cepat.

"Memangnya kenapa? Aksa, jangan coba-coba untuk memaksa bertemu dengan Ara. Ingat apa yang aku katakan tadi pagi," peringatan Vera terdengar keras melalui sambungan telepon.

"Tidak, itu tidak seperti yang sedang kau bayangkan. Ara tertidur di dalam mobil taksi, dia baru saja pulang dari berkeliling. Karena terlihat begitu lelah, aku berniat menggendongnya ke dalam rumah."

"Dia baru pulang? Di jam yang sudah malam ini? Ara benar-benar bebal, padahal sudah kuperingati dia untuk jangan pulang sampai malam."

"Sekarang bukan waktunya untuk memarahinya, jadi cepat katakan apakah ada kunci cadangan?" desak Aksa, memohon agar Vera memberikan petunjuk yang diperlukan.

LimerenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang