SIAP BACA BAGIAN KELIMA DARI CERITA DEAR R
•
~~~
•
JANGAN LUPA DUKUNG AUTHOR DENGAN CARA VOTE DAN COMMENT
AGAR AKU SEMAKIN GIAT UNTUK NULISNYA.~~~
"
Jujur, aku begitu cemburu dengan perlakuan Mama. Aku juga ingin merasakan belaian kasih sayang dari Mama." Raina.
•••
"Kek, maaf aku terlambat lima menit?"
"Sudah-sudah, tak apa. Cepat kamu ke dapur, banyak cuci mangkuk. Jangan lupa luka kamu bersihkan."
"Baik, kek."
"Padahal udah aku tutupi pake rambut dan sweater ku, kenapa Kakek Ahtong bisa tau, ya?" Raina bergumam pelan, sebelum ia melangkah menuju dapur.
Penindasan yang terjadi pada dirinya tak ia hiraukan sama sekali, ia lebih memikirkan pekerjaannya. Ia semaksimal mungkin untuk kerja lebih giat, lebih keras, dan lebih baik. Agar pemilik kedai mie ayam yang kini jadi bosnya merasa senang mengerjakan dirinya. Karena hanya Ahtong yang mau menerima Raina menjadi karyawannya.
Kemarin Raina keliling-keliling mencari pekerjaan, sama sekali tidak ada satupun pemilik usaha yang mau menerimanya. Malah mereka menghina fisik Raina yang kekurangan. Raina juga sadar akan hal itu, tapi tidak perlu menghina fisik segala kalau memang mau menolak Raina kerja di tempat mereka.
"Raina," Ahtong menepuk bahu Raina pelan. "Tolong, antarkan pesanan ini ke nomor delapan." Lanjutnya lagi.
Raina mengangguk, lalu gadis itu meraih nampan yang Ahtong sodorkan. Dengan semangat ia mengantarkan pesanan itu ke meja yang sudah di beritahu oleh pemilik kedai.
"Yang ini, ke nomor duabelas."
Lagi, Raina hanya meresponnya dengan anggukkan. Karena kedua tangannya sedang memegangi nampan yang akan menjadi tatakan dirinya untuk membawa beberapa mangkuk mie ayam dan beberapa gelas minuman.
Hampir beberapa kali Raina keluar masuk kedai hanya untuk menghantarkan pesanan pelanggan. Sesekali ia menyeka peluh di leher dan dahinya. Rasa capek sama sekali tak ia hiraukan, yang penting ia bisa mendapatkan uang buat kebutuhannya.
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, pelanggan masih lalu lalang silih berganti keluar masuk. Gadis itu masih terlihat semangat. Samapi-sampai pemilik kedai geleng-geleng melihat semangatnya. Ahtong tahu betul apa yang di pikirkan Raina saat ini, makanya ia senang memiliki karyawan seperti Raina. Meskipun gadis itu baru sehari kerja, tapi udah dapat penilaian plus dari pemilik kedai.
"Ini bayaran kamu untuk hari ini?" Ahtong menyodorkan beberapa lembar uang ke arah Raina.
Tapi Raina mengangkat satu alisnya dengan perasaan tak mengerti. "Bukankah bayaran itu suka di kasih setiap bulan, ya?" Raina malah bertanya perihal tentang bayaran yang langsung di kasih setelah selesai bekerja.
"Yang lain biasanya seperti itu, tapi buat kamu saya bedakan. Saya tau kamu pasti butuh uang ini kan. Jadi saya akan kasih bayaran kamu setiap hari." Jelas Ahtong yang langsung dapat anggukan dari Raina.
"Ya sudah, ini bayaran kamu hari ini. Kamu pulang dulu ini udah malam, nanti besok kembali lagi setelah pulang sekolah. Jangan telat lagi." Lanjutnya lagi.
Raina mengangguk. "Sekali lagi terima kasih ya, kek. Saya pulang dulu."
Gadis itu tersenyum bahagia, ia tak menyangka kalau Ahtong membayar upahnya langsung. Setiap hari setelah selesai bekerja. Sesekali Raina menatap lekat beberapa lembar uang yang ada di genggaman tangannya. Ia merasa puasa dengan hasil yang di diterimanya meskipun tidak besar.
•••
"Dari mana lo! Jam segini baru pulang?" sergah Rea. Gadis itu berdiri di depan kamar Raina. Matanya melotot mengarah ke arah gadis yang baru saja pulang bekerja.
Raina tidak bisa berkata apapun, ia hanya menundukkan kepalanya."Kalau di tanya tuh jawab! Jangan diem aja!" Rea mencengkram dagu Raina, sehingga wajahnya sedikit terangkat. "Apa! Mau ngomong apa! Mau teriak!"
Padahal Raina diam saja, tapi Rea terus-terusan menghakimi gadis itu dengan brutal. Dalam hati Raina ingin sekali berbicara, tapi itu semua tidak mungkin. Bahasa isyaratnya tidak akan di mengerti oleh saudara tirinya.Berselang beberapa menit, datang Vena menghampiri Rea dan Raina. "Ada apa sih ribut-ribut?" Vena mendekat ke arah Rea. "Rea, Raina ada apa?" lagi, wanita setengah baya itu bertanya perihal keributan yang terjadi antara kedua anaknya.
"Ini Ma, si bisu baru pulang jam segini. Mungkin dia keluyuran!" tuduh Rea, yang membuat Raina menggerak-gerakkan tangan dan menggeleng. Yang menandakan ia tidak membenarkan ucapan sodara tirinya itu.
"Tidak, Ma. Aku tidak seperti itu. Aku pulang ma..." Belum sempat Raina menyelesaikan gerakan tangannya, Vena lebih dulu memotongnya.
"Sudah Raina, mandi sana! Mama gak ngerti apa yang kamu katakan. Sudah sana!" Vena mengusir Raina dari pandangannya. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang di katakan Raina. Padahal ia adalah ibu kandung dari Raina. Mengapa ia tidak memahami perasaan Raina setelah dirinya berbicara seperti itu.
"Ayo sayang, mending kita tidur." Lanjutnya lagi, mengajak anak tirinya Rea untuk segera tidur. Karena malam semakin larut.
Raina memasuki kamarnya dengan lelehan air mata yang mulai membasahi pipinya. "Ma, aku iri. Iri banget ketika Mama panggil Rea dengan sebutan sayang. Aku pengen juga merasakan di panggil sayang oleh Mama." Batin Raina. Gadis itu merasa iri kepada Rea yang disayang oleh Vena. Padahal jelas-jelas yang anak kandungnya Raina darah dagingnya, tapi kenapa malah Rea yang mendapatkan kasih sayang seutuhnya dari Vena.
Sebelum tidur, Raina memutuskan untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Karena keringat yang bercucuran bekas bekerja tadi siang tidak akan bisa membuat nyaman dirinya tidur, yang ada malah gelisah karena tidak enak tidur dengan keadaan badan lengket dan bau badan.
~~~
Segini dulu ya, bab ini.
Semoga kalian suka.
Kalau ada typo jangan lupa di komen aja, aku senang kalau ada pembaca mau ngasih masukan.
Jangan lupa...👉👉 VOTE DAN COMMENT
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR R
Teen FictionSIMPAN KE PERPUS UNTUK DAPAT INFO UPDATE ~~~ "Kenapa tuhan memberikan aku mulut kalau tidak bisa di pakai untuk berbicara, kenapa juga aku dilahirkan ke dunia ini kalau hanya untuk di sakiti." "Mungkin kalau aku pergi dari dunia ini untuk selama-lam...