23 | Friendship

136 31 11
                                    

“Kau bisa melakukannya atau tidak??”

Calypso mencurutkan bibirnya, kala pria di sampingnya ini tidak bisa diam dan membuatnya kehilangan fokus pada bidikannya di depan. Dia sudah kehilangan dua kesempatan, dan hanya satu lagi kesempatan untuk menembak papan bidik di depannya, atau uang 50 berry-nya hangus begitu saja. Alih-alih mendapatkan boneka naga (yang mengingatkannya dengan Red Force), yang ada Calypso malah tekor. “Sekali lagi kau berbicara, senapan ini aku pukul ke kepalamu!” ucap gadis itu dengan ketus.

Ace tertawa. Dia akhirnya mengunci mulutnya dan mengamati gadis di sampingnya yang memegang senapan laras panjang, menfokuskan penglihatannya untuk membidik tanda merah pada papan di depan sana. Saat trigger dilepas, pelurunya justru meleset. Ace sebisa mungkin menahan tawa yang kemudian disusul oleh rengekan Calypso yang kesal karena tidak berhasil membawa pulang boneka incarannya.

“Ini semua gara-gara kau!” protesnya.

Ace melotot. “Kenapa kau jadi menyalahkanku? Kau saja yang tidak pandai membidik!” balas Ace tidak mau mengalah. Lupakan perbedaan usia mereka yang terpaut 5 tahun. Pria itu senang membuat gadis itu kesal.

“Kalau kau tidak menggangguku dari awal, aku mungkin tidak akan melewatkan 2 kesempatan sebelumnya secara percuma!”

Pria berambut hitam itu tertawa. “Sudah akui saja kau tidak bisa membidik!” katanya seraya mengacak-acak rambutnya. “Paman, berikan aku senapan dan pelurunya. Aku akan menunjukkan bagaimana cara membidik yang benar!” ucap Ace kemudian.

Senapan pun kini ada di tangan Ace. Pria itu mengambil ancang-ancang dengan senjata api tersebut, dan tidak butuh waktu sepuluh detik baginya untuk berhasil menembak tepat sasaran. Ace tertawa penuh kemenangan, membuat Calypso merasa jengkel. Gadis itu jadi menyesal telah menolak tawaran untuk belajar menembak dari Benn dan Yasoop.

“Lihat! Tidak perlu waktu lama bagiku untuk berhasil!” Ace menyombongkan dirinya.

Calypso memutar bola matanya jengah, memilih untuk meninggalkan pria itu ke stand lain yang berada di festival malam ini. Sepertinya jagung bakar lebih menarik ketimbang permainan tembakkan yang membuatnya rugi 50 berry.

“Ayolah Calypso, aku kan hanya bercanda!” Ace datang menyusul. Di tangannya terdapat sebuah boneka kepala naga yang berukuran kepala manusia. Calypso menatap pria itu tersenyum lebar seraya memberikan benda di tangannya tersebut.

Gadis itu menghela napas kasar. Menerimanya dan memberikan jagung bakar ke padanya. “Kita sudah berkeliling festival. Kau ingin pulang?” tawar Ace.

Tadi siang, pria itu tidak sengaja bertemu dengan Calypso dan bajak laut Akagami. Karena Ace sudah cukup akrab dengan mereka, alhasil dia disambut (lumayan) ramah oleh sang kaisar. Bajak laut tersebut berlabuh di pulau tak berpenghuni yang bertetangga dengan pulau berukuran lebih besar. Di sana terdapat kota kecil yang akan mengadakan sebuah festival. Ace mengajaknya untuk mengunjungi pulau itu seraya melihat-lihat. Shanks mengizinkan (atas desakan Benn dan Yasoop) asal tidak boleh lebih dari 3 jam. Makanya Ace sedari tadi menghitung waktu, dia tidak mau mengingkari janjinya pada ayah sahabatnya ini.

“Masih ada waktu satu jam. Lebih baik kita makan jagungnya dulu.”

“Baiklah.”

Mereka akhirnya duduk di atas tumpukan batang pohon yang terletak di ujung dermaga tempat Ace menaruh rakit miliknya.

“Apa aku boleh bertanya?” Ace membuka pembicaraan, sebab mereka sedari tadi hanya sibuk makan dan menatap laut malam.

“Tanya apa?”

“Kenapa kau tidak pernah mau makan daging? Padahal daging itu enak, loh! Apalagi daging sapi yang dipanggang dengan bumbu barbeque!”

Mendengar pertanyaan pria itu, Calypso batal mengigit jagungnya. Dia menatap jagung tersebut dengan tatapan yang sulit diartikan bagi Ace. Apakah dia salah bertanya?

Under The PaintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang