Solar sedang membaca buku yang sebelumnya pernah dia baca di perpustakaan kampus, yang setelahnya fokusnya pada buku itu dirusak oleh Duri yang datang dan menyeretnya ke luar.
Buku itu berisi informasi penting milik korban kasus teror. Karena Kaizo adalah detektif, jadi perlu baginya untuk mencatat informasi korban yang kemungkinan ada hubungannya dengan kasus.
Termasuk pula informasi beberapa orang sudah masuk ke dalam daftar tersangka.
Solar mengetuk-ngetuk jari telunjuknya pada halaman buku yang saat ini masih dia perhatikan. Terdapat sebuah wajah yang dia kenal di halaman tersebut, yang persis sama seperti wajah yang dia lihat dalam kegelapan di bangunan terbengkalai itu.
Solar tidak terlalu akrab dengannya, tapi sebagian besar jadwal kelas yang Solar ambil sama dengannya.
Berdasarkan ingatan Solar, pemuda itu tidak banyak berbaur dengan mahasiswa lainnya, dan dia juga tidak banyak bicara. Termasuk Solar yang hanya pernah mengobrol sedikit dengannya saat mereka berada dalam satu kelompok untuk mengerjakan tugas bersama. Pemuda itu juga sama sekali tidak memberi kesan bahwa dia adalah seorang pemerkosa gila.
Solar tidak memiliki banyak teman sejak dia kecil hingga sekarang. Hanya Duri yang sangat suka mengganggunya itu yang bisa dianggap cukup dekat dengannya. Karena itulah dia yakin bahwa setidaknya dia lebih tahu soal pemuda penjahat ini ketimbang yang diketahui orang lain.
Dia memang tidak terlihat seperti itu, tapi kenapa? Apa mungkin dia hanya menutupi keinginan gila itu di permukaan? Bahkan semua petunjuk yang aku miliki sama sekali tidak mengarah padanya seolah-olah dia telah menyembunyikan seluruh jejak yang dia miliki sebersih mungkin. Itu mengerikan.
Solar merasa merinding saat dia dengan tidak sengaja mengingat kembali akan apa yang terjadi padanya di malam itu. Sentuhan itu, suara bisikannya di telinga Solar, itu benar-benar...
Solar melepaskan buku itu dari tangannya dan mendekap dirinya sendiri, masih merasakan kengerian di malam itu. Dia tidak pernah sekalipun merasa setakut ini di sepanjang hidupnya. Kejadian di malam itu terus terulang dalam pikirannya, dan setiap kali dia mengingat kejadian itu, dia selalu memiliki keinginan untuk merasakan sentuhan seperti itu lagi meski pikiran dominannya sama sekali tidak menginginkannya.
"Ini gila. Aku seharusnya tidak pernah memiliki keinginan untuk itu." Solar memejamkan kedua matanya, bergumam putus asa. Bahkan jika dia akan melakukan 'itu', dia sama sekali tidak ingin melakukannya dengan seorang bajingan.
Dalam beberapa hari setelah malam itu, Solar terus merenungkan apakah yang dia lakukan selama ini adalah kesalahan. Dia ingin para omega memiliki nilai dan perlakuan yang lebih baik sebagai manusia. Dia ingin membuktikan pada orang-orang bahwa omega tidak serendah yang mereka pikirkan. Dia ingin semua orang mendapatkan perlakuan yang sama tanpa peduli apakah mereka alpha, beta, ataupun omega.
Itulah kenapa Solar selalu menekan dirinya harus menjadi seseorang cerdas dan kuat tanpa memperlihatkan sisi lemahnya sekalipun. Dia akan selalu pergi ke tempat sepi jika dia merasa ingin menangis dan mengeluhkan tentang segalanya. Tidak pernah ada yang tahu sebesar apa tekanan yang dia tanggung selama ini demi keadilan yang dia inginkan dalam masyarakat.
Duri adalah satu-satunya teman alpha yang selama ini selalu bersamanya dan tidak pernah menyinggung gender keduanya selain di hari itu, pada saat dia mengatakan bahwa dia akan menemani Solar kembali ke asramanya.
Saat memikirkan momen itu, sekali lagi dia merasakan nyeri di hatinya.
Tapi Duri menyukai Gempa, kan? Seharusnya aku juga tahu kalau dia tidak punya alasan untuk menyukaiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Even If It's not Real [✔]
Fanfiction[𝐓𝐡𝐨𝐫𝐧 𝐱 𝐒𝐨𝐥𝐚𝐫] Kasus teror yang terjadi akhir-akhir ini membuat gelisah para mahasiswa, terlebih lagi para korbannya adalah beberapa omega yang berasal dari kampus yang sama. Solar, dengan prinsip kuat yang dia percayai kemudian memulai...