3. Panggung Kematian [2]

40 5 2
                                    

Gadis itu terkekeh.

Pelan namun manis, manis namun memuakan. Bak kamu memakan terlalu banyak butir gula.

Ia menatap (Name) yang masih saja menikmati bincang santainya dengan para murid diatas panggung. Waktu tampilnya tersisa 3 menit lagi. Dan ini adalah waktu yang tepat untuk dia melaksanakan aksinya.

Perlahan, gunting tajam itu keluar dari sakunya. Tali yang mengikat lampu sorot itu bergetar, sebentar lagi 'kan putus. Dan ini adalah hal yang bagus.

Perlahan, dia mengarahkan guntingnya kearah tali rapuh itu. Dan mulai menyatukan gagang guntingnya.

Suara tali putus mulai terdengar.



































"LAMPUNYA JATUH!"

"MENGHINDAR!"

"(NAAAAAAMEEEE)!!!!!!!"

















Gadis bersurai blonde itu melirik kebelakang. Sebuah lampu sorot besar mendekatinya. Ia masih menatap, masih bingung.

Sehingga akhirnya, sebuah tangan dingin meraih bahu dan pahanya.












BRAK!!!!

PRANG!!!!







Lampu itu jatuh tepat di bawah ditempat (Name) duduk santai tadi. Kursi ditengah panggung terlempar karena hempasan yang besar. Ranjang ringan itu juga. Kayunya patah, terkena beberapa serpihan dari lampu itu.











Iris cantik berwarna ungu anggur itu terbuka. Berusaha menjelaskan pandangannya yang kabur. Deru napas berat bisa terasa hembusannya di pipi.

Tangan dingin itu perlahan mendudukkan (Name) di lantai. Pahanya menyentuh marmer yang sama dinginnya.

Saat pandangannya mulai menjelas, terlihat sebuah iris merah muda sayu. Menatapnya cemas. Dengan tangannya yang menggoyangkan bahu (Name) perlahan. Memanggil namanya beberapa kali.

"(Name), kamu tak apa?"

"Hei, jawablah!"

(Name) berhasil membuka keseluruhan kelopak matanya. Yang ia lihat adalah sosok Chigiri, dengan kostumnya. Yaitu jas dan kemeja putih, dasi hitam, dan juga rambutnya yang diikat satu dibelakang.

"C-Chigiri?"

"Ah, sudah sadar."

(Name) melihat seluruh Aula. Panggung itu sudah hancur. Lampu besar yang sudah jatuh itu pecah, kacanya tersebar di seluruh lantai. Memungkinkan ada beberapa yang terinjak. Tirai merah anggun itu-pun sudah robek.

"Kamu tak apa? Ada yang terluka?" Chigiri tersenyum cemas. Menatap (Name) yang masih linglung. Lelaki itu paham dia masih syok atas kejadian tadi.

(Name) menggeleng. Lidahnya kelu 'tuk sekedar mengatakan ya atau tidak. Tenggorokannya kering. Si*l! Apakah, ada seseorang yang hendak mengacaukan panggungnya? Ataukah itu hanya kecelakaan?

"Aku... Tak apa. Kamu?"

Chigiri hanya terkekeh. Menunjukkan telapak tangannya yang agak robek. "Ini hanya luka kecil. Tak apa, bisa aku obati sendiri."

(Name) mengernyit. Menyentuh tangan dingin itu, dan mengusap lukanya perlahan. Ada beberapa serpihan kaca yang menancap disana.

"Kamu sungguh tak apa? Apakah perlu aku panggil dokter? Nampaknya serius!" (Name) menegak salivanya.

Chigiri menggeleng. "Aku bisa obati sendiri, ojou. Aku tidak manja seperti kamu." Guraunya, menadah sedikit darah yang menetes dari tangannya, mengoleskannya pada pipi (Name).

"Dadah. Aku obati dulu, ya. Terimakasih sudah khawatir." Chigiri tersenyum, hendak berdiri. Namun, perhatiannya tertuju pada rok (Name) yang robek. Kini, roknya hanya sepaha, bahkan lebih pendek. Sepertinya menyangkut pada sesuatu yang tajam dan terkoyak.

Chigiri mengernyit. Ia melepas jasnya, menyampirkannya pada bahu (Name).

"Aku tak mau tubuhmu dilihat adik kelas." Ujarnya. Ia berdiri lagi, lalu mengelus kepala (Name). "Terimakasih, Nona. Aku obati dulu, ya."

(Name) ikut berdiri. Namun, ia masih lesu. Jadi, ia oleng dan hampir jatuh, namun untungnya berhasil ditahan oleh Chigiri.

"Kamu masih lemas, (Name)." Ujar lelaki dengan rambut sebahu itu. Ia berjongkok, membelakangi (Name).

"Sini, kugendong. Kita ke UKS untuk pemeriksaan."

*****
















"Ada sesuatu dibalik semua ini.

Tak mungkin tali untuk menyangga lampunya putus. Itu adalah jenis tali yang paling kuat. Dan pemasangannya-pun baru 2 Minggu lalu. Tak mungkin bisa putus. Ada yang mengguntingnya. Tapi, siapa?

Apakah Sora? Tak mungkin. Dia masih dalam masa Tahanan. Mustahil dia bisa keluar. Keluarganya juga belum bisa memaafkan dia. Dan kemungkinannya, dia dikeluarkan dari sekolah ini.

Lalu, siapa?

Apakah... Murid baru itu?

Ah, mustahil. Dia hanya Idol yang baru saja ikut tes dan akan di Audisi minggu depan."























(Name) melihat Naomi dengan Bu Hanna berdiri di depan pintu Aula. Gadis dengan surai pink pucat itu terlihat khawatir. Berkali-kali dia berbicara kepada Bu Hanna.

Namun, Bu Hanna menyuruhnya pergi. Naomi mengangguk dan pergi sembari membenarkan jepitan rambutnya.

"Mereka melakukan apa?" Gumam (Name) pelan. Chigiri mengangkat bahu, tanda dia tak tahu. "Siapa? Bu Hanna dan Gadis yang baru itu?"

"Iya." Jawab (Name).

"Entahlah. Mungkin dia hanya melihat beberapa hal."

(Name) termenung sesaat.

"Chigiri, besok ajak grup Seven'star dan Girl'shine ke backstage paling atas."




































"Aku gagal."

"SI*LAN!"

𝐬𝐭𝐚𝐫'𝐬 𝐬𝐞𝐜𝐫𝐞𝐭 • 𝐛𝐥𝐮𝐞 𝐥𝐨𝐜𝐤. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang