4. Pita

38 4 1
                                    

Bagian belakang panggung masih terlihat aman. Namun, panggungnya sunggh terlihat menyedihkan. Puing-puing bangunan berserakan dimana-mana. Lantai marmer itu juga mempunyai banyak retakan.

(Name) dan teman-temannya berhenti berjalan didepan Aula. Pintu besar itu tertutup rapat dengan papan bertuliskan 'DILARANG MASUK' yang ditulis dengan tinta merah terang.




"Kamu yakin kita bisa masuk?" Isagi mengernyit. Melihat papan besar dan juga dua orang satpam yang berjaga disana membuat lelaki bersurai bluberi itu tak yakin.

"Bisa." (Name) terkekeh. Ia mengikat rambutnya dan mulai menghampiri dua satpam itu.

"Kalian tunggu disini. Jangan mencontoh perilaku yang kulakukan juga." Ujar gadis Yoshiko itu sebelum meninggalkan teman-temannya disana.






"Kamu mau apa disini?" Tanya seorang satpam pada (Name). Gadis itu hanya mengernyit.

"Aku baru ingat kalau barangku ketinggalan disana."

"Tak penting. Nanti kamu bisa tertimpa puing-puing!" Ujar Satpam lainnya.

(Name) yang masih punya rencana B, langsung menyeringai.





BUAK!!!!

















******

Aula itu memang masih terlihat menyedihkan. Hantaman keras pada panggung menyebabkan beberapa fondasi yang tersambung padanya runtuh tak bersisa.

Mereka bisa masuk karena (Name) menonjok dua satpam itu sehingga mereka pingsan dalam beberapa waktu. Sinting, pikir Isagi dan Reiko ketika mereka melihat perilaku gadis Yoshiko itu. Yang agak blak-blakkan.



"Jadi, apa yang ingin kamu lakukan disini?" Kunigami menatap (Name) yang melihat kearah backstage paling atas.

"Kuni, bisa coba naik keatas tangga? Apakah itu rapuh?"

Kunigami mengernyit. Ia menghela napas dan mengangkat bahu. Seraya mendekati tangga menuju backstage diatas dan menaiki dua anak tangganya.

"Aman. Ini terbuat dari marmer, 'kan?" Ujarnya.

(Name) terkekeh gembira. "Terima kasih!" Lantas ia berlari menembus puing-puing disana. Membuat semua orang harus mengikutinya.


"Apa yang 'kan dia lakukan?" Isagi mengernyit. Bachira disampingnya mengangkat bahu.

"Dia akan melakukan hal sinting lagi, pasti." Stella mencibir, Karen disebelahnya-pun menempeleng kepala gadis itu.

"Kurasa dia menyadari sesuatu," Chigiri berkata, sambil tetap berlari karena tangga menuju backstage paling atas memang agak jauh.

"Aku juga tahu kecelakaan ini memang tak bisa disebut sebagai 'kecelakaan'. Ini adalah suatu hal yang disengaja. Tak mungkin tali yang dipasang dua minggu lalu bisa putus begitu saja. Bahkan, jenis talinya adalah tali yang paling kuat." Lelaki berambut merah muda itu beranalisa panjang.

"Ada seseorang yang hendak mengacaukan panggung (Name). Atau, kemungkinan terburuknya, ada seseorang yang hendak membunuh gadis itu."


"Tak mungkin! (Name) tak pernah melukai orang lain, 'kan? Analisamu hanya mengarang, s*alan!" Reiko menganggapi.

"Mungkin Sora, 'kan? Aku hanya asal memikirkannya." Bachira menyuarakan pendapatnya.

"Dia masih ditahan. Masa tahanannya dua bulan lagi. Jadi, hal itu agak sedikit mustahil." Kunigami menimpal.




Akhirnya, mereka sampai diatas. Keadaan masih bagus, lantainya juga masih bisa diinjak, masih kuat.

(Name) dengan teliti menelusuri seluruh tempat itu. Perlahan ia mendekati tempat lampu-lampu dipasang. Dari bawah, terlihat jelas panggung Aula. Ini adalah tempat yang paling bagus untuk menjatuhkan lampunya. Dan, ini juga adalah posisi dimana lampu yang jatuh itu berada.




(Name) menatap area itu. Sehingga, ia menemukan sebuah benda yang tidak sengaja diinjaknya.

(Name) memungut benda itu. Rasanya familiar. Seperti, pernah dilihatnya.

Ingatannya berputar ke satu hari yang lalu. Mulai saat ia tampil, free talk dengan penonton, saat tali putus dan lampu jatuh, saat Chigiri langsung melompat dan meraihnya, lalu saat mereka keluar dari aula.


Ah, ia ingat.


"Hah, seperti itu ternyata."


(Name) mengambil sebuah plastik zip lock dari saku celananya dan memasukkan benda itu kedalamnya.

"Aku sudah selesai. Mari kita kebawah lagi, dan, aku juga ingin naik ke panggung." (Name) berdiri, lalu menatap semua orang yang memandangnya heran.

"Apa kau gila?! Panggungnya masih rapuh. Kau bisa jatuh!" Karen memperingatkan.

"Bodoh, panggungnya terbuat dari batu, bukan dari kayu. Pasti ada bagian yang masih bagus. Pasti berada dibawah puing-puing." (Name) merotasi bola matanya. Ia lalu menuruni tangga lagi. Disusul semua orang.

















(Name) menginjakkan kakinya. Aman. Panggung itu masih bisa berdiri. Meski harus tetap hati-hati, kakimu bisa tertusuk kayu atau pecahan kaca. Itu sebabnya (Name) menggunakan sepatu sneaker nya.



Perlahan ia mendekati puing lampu yang jatuh itu. Melihat tali yang menyangganya sebelum 'putus' satu hari lalu.


(Name) menarik sarung tangan karet dari sakunya dan mulai menelisik tali itu secara teliti. Di bagian ujungnya terdapat bekas guntingan yang rapi. Serat talinya dibuat terulur agar bisa memanipulasi seolah talinya memang putus. Ia lantas mengeluarkan ponsel dan memotretnya.

"Pelakunya cerdas." (Name) berdiri, melepas sarung tangannya. "Dia menarik serat talinya agar keluar saat menggunting, agar menciptakan kamuflase seperti talinya memang putus."


"Siapa pelakunya?" Chigiri bertanya. "Yang pasti, dia bukan anak SMP. Anak seumuran mereka takkan secerdas itu."

(Name) mengangguk. Ia turun dibantu Stella dan Reiko. Ia mengeluarkan plastik zip lock yang berisi sebuah benda yang dipungutnya dan memotret dengan ponselnya.



"Aku sudah bisa tahu dari benda ini," (Name) menunjukkan isi plastik itu. "Tapi aku tak ingin melaporkannya. Aku tahu ada sesuatu yang aneh dari pelaku."



"Kenapa kau tak ingin melapor? Ini sudah tindakan kriminal." Kunigami mengernyit bingung.

"Ah, itu. Aku tahu pelaku masih merencanakan hal lain." Jawab (Name). Ia berjalan dengan santai keluar Aula.


















"Kita lihat seberapa mahir permainan murahanmu, haha."

𝐬𝐭𝐚𝐫'𝐬 𝐬𝐞𝐜𝐫𝐞𝐭 • 𝐛𝐥𝐮𝐞 𝐥𝐨𝐜𝐤. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang