09.

8 0 0
                                    

Ajik udah stand by nungguin Khaisa di parkiran Kafe. Akhir-akhir ini dia jadi rajin jemput sepupunya tepat waktu bahkan sebelum Khaisa mengabari, Ajik udah datang duluan. Khaisa mengabari lewat ponsel kalau dia masih ada urusan sebentar di dalam dan Ajik harus menunggu di luar.

Khaisa bilang harus ya.

Tapi Ajik bandel, dia penasaran urusan apa yang dilakukan Khaisa sampai melarang dia menyusul.

Lonceng berbunyi saat Ajik membuka pintu masuk, disambut aura menusuk yang Ajik yakini itu dari Khaisa. Ajik bodoamat langsung melangkah ke meja barista dengan angkuh. Ia melirik dari ekor mata Khaisa masih menatapnya tajam. Gadis itu duduk berhadapan dengan seorang laki-laki.

"Mbak Diah~," Ajik memanggil seorang perempuan yang sedang sibuk dengan mesin kopi. Kedua tangan menumpu di meja kasir.  Matanya menatap genit si barista.

"Selamat sore. Ingin memesan? Kalau boleh saya rekomendasikan kopi racikan baru di Kafe ini. Apa ingin mencoba?" Gadis yang diduga bernama Diah itu menatap datar Ajik. Ia sepertinya malas menanggapi si lelaki buaya ini.

"Gimana kalau Mbak Diah aja yang coba racikan saya? Racikan full cinta,"

Sekarang tahu kan apa alasan Ajik rajin jemput Khaisa tanpa dipaksa. Diah kelihatan sekali menahan geram. "Baik kopi hitam tanpa gula satu ya. Silahkan ditunggu."

Khaisa yang melihat dari kejauhan menahan tawanya. Lagi-lagi Ajik ditolak Diah. Salah sendiri deketin cewek kok pakai gaya alay begitu.

"Jadi kamu suka sama Jojo apa laki-laki itu?" Pertanyaan tiba-tiba yang dilontarkan Candra membuat Khaisa menghentikan tawanya. Raut wajahnya berubah kebingungan.

"Hah?"

"Kamu sukanya sama yang main piano tadi apa cowok itu?" Khaisa mengikuti arah pandang Candra yang menatap Ajik.

"Aku gak suka siapa-siapa kok," jawab Khaisa polos lalu melahap taost nya. Begitu sadar apa yang ia katakan, Khaisa langsung menatap Candra. "Eh maksud aku--"

Candra memotong dengan anggukan kepala juga senyum kalem seperti biasa. Khaisa jadi merasa bersalah. Jangan-jangan Candra tahu kalau dia menyukai seseorang selain Candra.

Eh memangnya Khaisa suka Candra?

"Kenapa gak bales chat aku?" Bagai ditikam belati. Hati Khaisa terasa sakit, darahnya seolah membeku sampai seluruh tubuhnya menegang. Tidak biasanya Candra menyebut diri sendiri dengan 'aku' saat mengobrol dengannya. Sebelum ini Candra selalu menyebut dirinya 'Mas'.

Kenapa rasanya tidak rela?

"Emm aku juga gak bales pesan Mama Papa. Aku cuma pengen menikmati waktu bebas aku sebentar aja, Mas. Maaf. Nanti kita ngobrol lewat chat kaya biasa, ya?" Astaga susahnya dari orang gak enakan ya gini.

Katanya mau lepas kok masih diladenin?

Lagi-lagi Candra hanya tersenyum. "Gak usah. Kamu sekarang bisa bebas dari aku sepenuhnya. Itu kan yang kamu mau?"

Wajah Khaisa langsung pias. Tidak. Apa maksudnya?

"Kemarin Om Raka datang kerumah. Kebetulan aku juga ada disana. Beliau bilang ingin mengundurkan pernikahan kita. Bukan mundur tanggalnya tapi maksud Papa kamu, pernikahan kita dibatalkan."

Pernikahan kita dibatalkan. Pernikahan kita dibatalkan. Kalimat itu terus mengusik pikiran Khaisa. Harusnya dia senang. Dia bisa lega tapi kenapa rasanya malah menyesakkan. Harusnya kemarin mereka saling memaafkan dan tetap berkomunikasi baik tanpa ada masalah. Kenapa malah jadi seperti ini?

"Khaisa turun dulu. Ada Joan dibawah."

Khaisa menoleh ke pintu dimana suara Mama Mika berasal. Mendengar nama Joan, Khaisa langsung bersemangat. Benar. Dia tidak boleh berlarut memikirkan nasib dia dan Candra. Sekarang dia bebas mengejar Joan.

Magic SentenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang