Khaisa memegang erat kotak kue ditangannya dengan dua tangan. Matanya juga memejam erat. Semoga gaada Joan semoga gaada Joan. Rapalnya dalam hati. Ia membuka perlahan pintu berwarna gelap didepannya.
"Tante Dona~"
Rumah nampak sepi tapi Khaisa bisa mencium aroma mi instan yang sepertinya baru matang. Khaisa melangkah masuk berniat meletakkan kue ini di meja dapur karena sepertinya rumah ini kosong. Ia buru-buru keluar dapur begitu tugasnya selesai. Tapi dia sempat melirik mi di meja makan yang masih mengepul dengan aroma kari dan rawit yang kuat. Khaisa gemas ingin menusuk kuning telur yang mengkilap itu supaya meleleh.
Oke setelah ini dia akan pergi ke warung membeli mi kari dan satu butir telur lalu dimasak dengan rawit yang banyak atau menambahkan apapun agar kuahnya merah merona.
Khaisa terlonjak karena tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Disana Joan berdiri tegak, tangannya berhenti mengeringkan rambut dengan handuk. Mungkin dia juga kaget dengan kehadiran Khaisa yang tepat di depan pintu. Wangi semerbak sabun tercium jelas di hidung Khaisa. Tangannya tiba-tiba gemetar melihat Jo yang shirtless dan hanya mengenakan celana setengah paha.
Otot perutnya memang belum terbentuk sempurna tapi itu cukup membuat Khaisa meleleh. Darahnya seperti meluruh kebawah. Khaisa segera memalingkan wajahnya yang memerah.
"I-itu ada kue dari Mika, eh- maksudnya dari Mama." Apa-apaan dia jadi gugup begini.
Joan keheranan karena Khaisa berbicara tanpa menatapnya. Dia memiringkan kepala berusaha menatap wajah Khaisa. Tapi nihil. Khaisa terus memalingkan wajahnya karena malu.
"Mami ada di belakang. Gue keatas dulu."
Khaisa bernafas lega. Ia menengok ke tangga dimana Joan berjalan menuju kamarnya.
Punggung berotot itu---
Shit!
Tarik nafas... Buang. Tarik nafas... Buang.
Lebih baik ia menemui Dona terlebih dahulu.
"Tante lagi apa?"
Dona menoleh kearah Khaisa. "Eh ini lagi nyuci sepatu roda punya Lisa." Sepatu roda berwarna pink itu memang sedang Dona sikati dibawah kran air yang mengalir di halaman belakang.
"Mau Lisa pakai ya?" Khaisa mengambil duduk di kursi rotan sedangkan Dona melanjutkan kegiatan mencucinya.
"Iya. Kayanya. Lisa bilang katanya pengen kaya teman-temannya yang suka bermain sepatu roda sama ayah ibunya. Terus dia marah karena Tante gamau. Bukannya apa, cuma--- masa Tante udah tua mau main sepatu roda?"
Dona berdiri sambil mematikan kran air kemudian mengelap sepatu yang selesai dicuci. Diletakkannya sepatu itu di bawah matahari yang terik. Ia mendudukan diri di kursi bersebelahan dengan Khaisa.
Tante Dona belum terbilang tua. Ada sedikit kerutan di beberapa bagian di wajahnya tapi tetap terlihat cantik. Tubuhnya yang tidak gemuk juga tidak kurus masih terlihat sangat sehat. Tapi untuk bermain sepatu roda? Khaisa tahu itu tidak mungkin.
"Lisa masih mengurung diri dikamarnya. Ga mau keluar daritadi. Tante pusing harus gimana buat bujuk Lisa."
"Aku boleh ketemu Lisa gak, Tan?"
"Boleh dong."
Mereka masuk kedalam rumah melewati tempat mencuci, dapur, lalu kamar mandi, dan menaiki tangga menuju lantai dua. Disana ada ruangan tanpa pintu atau tembok pembatas untuk bersantai dan menonton televisi. Lalu ada tiga pintu yang semuanya adalah kamar.
Dona membuka satu pintu yang mana itu adalah kamar Lisa. Didalam sana, Lisa yang mendengar pintu terbuka langsung berlari dan mengurung diri di dalam almari. Khaisa masuk lalu berjongkok di depan pintu lemari yang bergambar karakter Frozen.
Tok tok tok.
"Do you wanna build a snowman?~" Khaisa bernyanyi salah satu lagu di kartun Frozen.
"Lisa." panggil Khaisa.
Pintu lemari didorong pelan dari dalam sampai terbuka tapi Lisa masih diam disana. Khaisa tersenyum. "Keluar yuk?" Lisa menggeleng. Matanya memerah mungkin sedari tadi dia menangis.
Khaisa menoleh kebelakang. Dona dan Joan berdiri di ambang pintu. Kali ini Joan sudah memakai pakaian lengkap.
"Gimana kalau kalian aja yang nemenin Lisa main sepatu roda?"
"HAH?!" Teriak Lisa dan Joan bersamaan.
"Oh nggak bisa aku habis ini ada kerjaan." Joan sudah berbalik arah tapi Dona menahan lengannya. "Ayolah sebentar aja. Kamu gak kasihan sama Mami?" Dona memasang raut memelas. Joan menghelas nafas.
"Fine."
Dona langsung sumringah. "Khaisa juga mau kan? Sip ayo sana kalian siap-siap."
Khaisa hanya tersenyum paksa.
****
Joan selesai mengikat tali sepatu milik Lisa lalu membantu adiknya untuk berdiri. Khaisa yang juga sudah siap meraih tangan Lisa untuk dituntun. Mereka bergerak mengayunkan kakinya bergantian.
"Seru banget, Kak!" Khaisa ikut tersenyum melihat Lisa yang sudah berubah ceria.
Lisa menoleh ke belakang dimana Joan malah duduk santai di kursi taman, padahal ia sudah memakai sepatu rodanya. "Ayo, Jo! Kita keliling keliling."
Khaisa buru-buru menegur. "Kebiasaan. Manggil kakaknya kok gitu?"
Lisa menyengir. Melepas genggaman tangan Khaisa lalu menghampiri Joan. "Ayo cepatt." Lisa menarik sekuat tenaga tangan Kakaknya hingga Joan berdiri dengan lemah lesu.
Gadis kecil itu menggandeng Joan dan Khaisa di tangan kanan dan kirinya lalu bersemangat mengayun kakinya yang memakai sepatu roda. Khaisa menoleh ternyata Joan juga sedang menatapnya. Ia lalu tersenyum tipis.
"Wuuu meluncur~"
Khaisa tertawa begitu juga dengan Joan melihat Lisa yang begitu bersemangat. Akhirnya mereka berselancar dengan sepatu roda melewati jogging track mengelilingi danau buatan disana.
Lama-lama Khaisa lelah juga mungkin karena jarang berolahraga, lalu memutuskan duduk di pinggir track dibawah pohon. Kakinya ia selonjorkan. Khaisa menatap Lisa yang belum lelah karena terlalu bersemangat memastikan kalau gadis kecil itu masih ada dalam jangkauannya.
Joan datang membawa botol air dingin, beberapa snack dan es krim. Khaisa menerima saat Joan menyerahkan satu botolnya lalu meneguk hingga sisa setengah. Ia melepaskan sepatu mengganti dengan flatshoes. Joan juga sudah memakai kembali sepatu nike nya.
"JO BELIIN ES KRIM NIH LISA! SINI CEPET!" Teriak Joan lantang. Dari kejauhan Lisa yang mendengar kata es krim langsung putar arah menuju kakak-kakak nya berada.
"Oalah jadi lo yang ngajarin Lisa gak sopan gitu?" Sahut Khaisa.
Joan menoleh. "Gak sopan gimana? Orang udah biasa."
Khaisa geleng-geleng tak percaya. Bisa-bisanya Joan sesantai itu menyuruh Lisa memanggilnya yang jauh lebih tua tanpa embel embel 'kak' atau 'bang'.
"Mana es krim?" Lisa datang langsung menagih es krim nya. Ia duduk di hadapan Joan dan Khaisa. Joan memberikan satu es krim stroberi untuk Lisa, satu untuk Khaisa, dan satu lagi untuk dirinya sendiri es krim coklat.
Mereka menikmati momen ini dengan hikmat. Sejauh mata memandang yang dilihat hanya pepohonan hijau, tanaman berbunga, dan danau buatan yang tenang. Harusnya tadi Khaisa tidak berpikir untung menolak suruhan Tante Dona karena nyatanya sekarang dia menikmati momen bersama Joan dan Lisa.
Semoga suatu saat ia bisa mengulang lagi momen ini dengan orang yang sama. Joan. Tapi ditambah anak mereka kelak.
****
To be contiuned.Hari ini aku update dua chapter.
Sengaja setiap part dibikin pendek tapi diusahakan update cepat biar chapternya ada banyak.Add this story to your library now.
Sampai jumpa,
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Sentence
Historia Corta"Jo, Shall we dating?" "Enggak. Kita gak bisa." "Kenapa?" "Yakin bukan cuma pelampiasan?" ....... Dipaksa tunangan dengan Candra sama sekali tidak membatasi Khaisa untuk caper dengan Joan. Joan yang tak lagi berstatus single juga tidak akan mengura...