Bab 04

291 13 0
                                    

Pov MINA

Namaku Mina Duarta Wijaya biasa dipanggil Mina, aku anak dari pasangan konglomerat yang nggak punya waktu untukku padahal aku anak semata wayang alias anak satu-satunya mereka. Aku kesepian, nggak  ada yang nemenin aku. Dari aku kecil mereka selalu sibuk bekerja berpetualang dari satu negara ke negara lain demi membangun kerajaan bisnis mereka. Di rumah aku selalu sendirian, ya walaupun ada ART dan sopir yang selalu siap kapanpun aku butuhkan. Tetapi sebagai seorang anak akupun masih sangat merindukan dan membutuhkan kasih sayang mami dan papi sebagai orangtua, bukan hanya tumpukan materi yang mereka selalu limpahkan selama ini.

Beruntung aku mempunyai teman. Ya dia Sinta Maulida Putri. Aku dan Sinta sudah berteman sejak kami duduk di kelas 1 sekolah dasar. Dia dari keluarga sederhana. Tapi aku selalu iri sama Sinta karena mempunyai orangtua dan kakak yang sangat perhatian dan selalu ada untuknya. berbeda dengan ku yang selalu kesepian. Orangtua ku selalu sibuk, aku bertemu dengan mereka bisa dihitung jari dalam setahun.Sudahlah lupakan orangtuaku, nggak ada cerita menarik tentang mereka kecuali sibuk sibuk dan sibuk.

Aku dan Sinta selalu bersama sejak kami kecil, sampai sekarang aku ngontrak satu rumah bareng sama Sinta, karena kebetulan aku dan Sinta bekerja di satu gedung yang sama. Eh sebenarnya bukan kebetulan sih, tepatnya aku yang selalu ingin dekat dengan Sinta, sehingga akupun nekat ngelamar pekerjaan di gedung tersebut, dan untungnya aku di terima sebagai sekretaris bos di sebuah perusahaan ternama. Awalnya mami dan papi menolak dengan keras keputusanku untuk kerja. Tetapi setelah benegosiasi cukup alot, akhirnya akupun diperbolehkan untuk bekerja di kota.

Suatu hari Sinta cerita kalau ada teman kantornya yang nembak dia. Harusnya aku senang ya, karena Sinta udah lumayan lama menjomblo. Tapi kenapa aku ngerasa ada yang mengganjal di hatiku. Malam itu sepulang aku kerja, aku melihat Sinta terlihat lebih cantik dari biasanya.
" Ciee, mau kemana lu Nta? rapi bener, wangi lagi." tanyaku heran karena jarang melihat Sinta seperti itu.
"Gue mau ketemu Rio, temen yang gue ceritain kemarin Na, ituloh yg nembak gue. Rencananya hari ini gue mau memberikan jawaban ke dia kalo gue mau jadi pacarnya." jawabnya sambil sesekali merapikan rambutnya yang berantakan.
"Oh, selamat deh." Jawabku singkat.
"Eh kenapa reaksi lu singkat bener Na? Ini kan atas usul lu kemarin." tanyanya penasaran
"Nggak papa kok Nta, sukses ya. Semoga langgeng lu sama Rio. Gue masuk kamar dulu ya, cape nih."

Aku masuk kamar dengan perasaan sebal, kenapa Sinta begitu cantik hari ini, tapi Sinta melakukannya untuk orang lain bukan untukku.
"Na, gue jalan dulu ya. Lu mau gue beliin apa?" tanya Sinta sebelum pergi.
"Nggak usah Nta, gue udah kenyang. Gue mau langsung tidur aja." jawabku dari dalam kamar.
"ok gue jalan ya Na, kalo butuh sesuatu langsung hubungin gue ya Na." pamitnya sekali lagi.
"Hemm."jawab ku singkat.
Di dalam kamar aku gelisah, nggak tau kenapa aku nggak rela melihat Sinta dengan yang lain.

Beberapa jam berlalu, dari jendela kamar ku lihat Sinta pulang diantar oleh laki-laki itu, Rio ya nama itu yang selalu disebut Sinta beberapa hari ini. Tanpa disangka Rio mencium kening Sinta. Perih rasanya hati ini melihat kejadian itu. Sinta masuk rumah dan bertanya apa aku udah tidur?
Sebetulnya hari ini aku lagi nggak enak badan ditambah ngeliat Sinta sama laki-laki itu. Aku deman, kepalaku pusing, badanku panas, meriang. Aku merintih kesakitan. Tiba -tiba terdengar ketukan dari pintu kamar. Sinta masuk kamar ku yang kebetulan nggak di kunci.
"Na, lu kenapa? badan lu panas, demam?"
tanyanya sedikit khawatir.
"Ngg ngg." jawab ku.
"Bentar gue ambil kompressan dan obat ya Na".
"Na, bangun minum obatnya biar demam lu turun." Sinta membantuku duduk untuk minum obat yang dia bawa.
"Makasih ya Nta, lu tidur disini ya Nta temenin gue." pintaku ke Sinta.
"Iya, gue temenin lu, udah lu istirahat ya Na, biar gue kompres lu, supaya panas lu turun."
jawab Sinta sambil mengkompres keningku.

Antara sadar dan tidak, sayup- sayup aku mendengar Sinta membisikkan sesuatu.
"Cepat sehat Mina, gue sayang lu."bisiknya sambil mencium keningku.
"Gue juga sayang elu Nta." jawabku antara sadar dan tidak.
"Kenapa Nta, kok diem. Lu beneran sayang ama gue kan Nta?." pertanyaanku menyadarkannya dari lamunan.
"Eh, iya tentu sayang dong Na, lu kan sahabat gue dari kecil, masa gue nggak sayang ama lu." Jawabnya menjelaskan.
Bukan jawaban seperti itu yang aku inginkan Nta, Aku beneran sayang sama kamu. Tapi sudahlah.
" Udah lu istirahat ya Na, biar besok sembuh." kata Sinta.

"Gue beneran sayang sama lu Nta, sayang gue ke lu lebih dari sekedar sahabat." kataku dengan sungguh- sungguh.
"Ngomong apa sih lu Na, udah lu tidur, istirahat, jangan ngomong yang nggak nggak deh , dasar lu ya lg demam juga bisa-bisanya lu becanda." jawabnya asal.
"Hmmm , makasih ya Nta lu udah jagainn gue, lu juga udah perhatian sama gue." tiba-tiba tanpa sadar aku mencium pipinya dengan sepenuh hatiku.

Ya Tuhan apa yang aku lakukan tadi ?. Aku mencium pipi Sinta?. Apa yang harus aku katakan sama Sinta besok?. Apa Sinta akan menjauh dariku?. Masih banyak pertanyaan yang muncul di benakku. Entah karena lelah berfikir, atau karena efek obat yang diberikan oleh Sinta, aku mengantuk dan tidur dengan lelap.

Esoknya tubuhku sudah lebih sehat dan bugar seperti biasanya. Aku mencari keberadaan Sinta, katanya dia mau menemaniku tidur disini, tapi kenapa nggak ada Sinta disini?.
"Na, gue udah siapin bubur dimakan ya, oh ya obatnya jangan lupa diminum. Gue ada kerjaan pagi ini. Gue kerja dulu. Lekas sehat lagi Na."
Begitulah pesan yang ditulis Sinta dan ditempelkan tidak jauh dari bubur dan obat yang dia sediakan buatku.

Jam baru menunjukkan pukul 07.00 pagi dan sepagi ini Sinta sudah berangkat kerja, apa dia sengaja menghindari aku? Atau  beneran ada kerjaan mendesak yang harus dia kerjakan? Aku memakan bubur yang sudah disiapkan Sinta, dan meminum obatnya. setelah selesai aku mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kerja karena kerjaan hari ini begitu banyak. Setelah siap aku berangkat kerja. Sesampainya di kantor aku sibuk tenggelam dengan tumpukkan kerjaan yang sudah tersedia di atas mejaku. Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam istirahat, aku putuskan untuk makan di cafe dekat kantorku. Disana aku tidak sengaja melihat Sinta dan Rio yang lagi makan siang bareng. Sengaja aku tak menyapa mereka, karena takut kehadiranku merusak suasana mereka berdua. Aku duduk agak jauh dari mereka, dan segera memesan makanan dan minuman kesukaanku di cafe ini. Sambil makan pandanganku tak pernah lepas dari wanita itu. Sinta. Ya dia satu-satunya wanita yang berhasil mengobrak ngabrik hatiku.

Entah dari kapan aku mulai menyukai ah bukan menyukai, melainkan mencintai wanita itu. Dia yang selalu ada bagaimanapun kondisiku.
Aku beberapa kali berpacaran dengan pria, akupun mencoba serius dengan hubunganku dengan pacar-pacarku terdahulu,tapi selau tak berhasil. Akan tetapi entah setiap Sinta bercerita menyukai seseorang dan orang itu mengajak pacaran atau hubungan yang lebih serius, hatiku selalu nyeri mendengarnya. Ah apa-apaan ini kenapa hatiku hanya berporos pada satu nama. Kenapa harus dia, yang notabene sama sepertiku. Kenapa dengan yang lain hatiku enggan.

#terimakasih sudah membaca cerita ini. Vote dan komen ya.. Gomawo.

Sahabat & CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang