Bagian 11

57 6 0
                                    

Yohan terus berjalan mendekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yohan terus berjalan mendekat. Suara tangisan anak kecil itu masih terdengar jelas. Sampai akhirnya ia sampai satu meter tepat di depan pintu. Kini ia juga mendengar suara orang-orang dewasa yang sedang mengucapkan kata-kata secara bersamaan. Yohan menelan ludah. Masih berpikir dua kali untuk melihat ke dalam.

“Anak itu, apa yang mereka lakukan?” gumam Yohan dengan wajah cemas.

Sampai akhirnya Yohan memberanikan diri, ia membuka sedikit pintu dan mengintip ke dalam. Tampak orang-orang berbaju hitam yang merupakan para ajudan El sedang duduk bersimpuh menghadap ke dua orang anak perempuan kembar dengan umur sekitar enam tahun.

Kedua anak itu diikat di sebuah kursi tanpa mengenakan sehelai benang pun. Rambut mereka berdua juga sudah dicukur hingga botak seperti El. Mereka menangis ketakutan, berusaha lepas dari ikatan tapi jelas tak akan bisa.

“Venire, venire, venire!” ucap para pria berbaju hitam diikuti dengan isak tangis kedua anak itu.

El datang dari arah samping ruangan sambil membawa sebuah mangkuk. Dengan jubah hitamnya yang khas, ia berjalan ke arah dua anak itu. Anak kembar itu menangis semakin keras saat melihat pria botak itu datang. Dalam diam, Yohan ikut takut. Ia takut El melakukan hal jahat pada dua anak itu.

“Astaga, tidak,” gumamnya.

Sesampainya di depan dua anak itu, El berhenti dan menatapnya dengan tatapan datar. Lalu dengan kasar, El memaksa salah satu anak itu meminum cairan kental berwarna merah yang ada di dalam mangkuk itu. Sang anak awalnya menolak, akan tetapi El terus mendorongnya hingga cairan itu masuk ke dalam mulut. Mau tak mau si anak itu harus menelannya.

“Hueekk!!”

“Jangan dimuntahkan!” bentak El yang kemudian menampar bocah itu tanpa ampun.

El beralih ke anak yang satunya. Ia harus menerima nasib yang sama dengan saudara kembarnya. Meminum cairan merah yang berbau amis itu. Mata si anak melotot saat merasakan cairan itu masuk ke dalam mulutnya, lalu memenuhi tenggorokannya dan mengalir masuk ke perut.

“Uhuk! Uhuk!” Si anak batuk-batuk dengan mata berkaca-kaca.

Yohan masih di sana dan diam-diam memperhatikan. “Ini gila! Ini gila!” gumamnya. Ia melihat sekitar, tapi tak ada siapa pun. “Percuma, tak ada yang  bias dimintai tolong. Semua orang di sini gila.”

El ikut duduk bersimpuh bersama para anak buahnya. “Venire!”

Tak lama setelah El mengucap kata itu, angin kencang pun berembus. Berputar-putar di dalam ruangan itu. Menerbangkan kertas dan berbagai barang yang ada. Hawa panas pun mulai terasa, Yohan pun bisa merasakan kedatangan sosok yang teramat kuat.

“Dia di sini,” ucap Yohan dengan wajah ketakutan. Seluruh tubuhnya bergetar. “Satan.”

El mulai bersujud, akan tetapi tak diketahui kepada siapa ia bersujud. Tak ada sosok yang datang, hanya aura dan kekuatannya saja yang terasa. Sedangkan dalam bentuk fisik, sosok iu tidak tampak di mata Yohan mau pun orang-orang yang ada dalam ruangan itu.

“Tuanku yang agung mulia, engkaulah yang akan menentuka pilihanmu. Silahkan, silahkan pilihlah!” ucap El.

Tak lama setelah El berkata begitu, salah satu dari anak perempuan itu tiba-tiba terbang dan terlempar dengan sendirinya ke arah dinding. Bahkan bersama kursinya juga. Setelah terpental dan menabrak dinding, anak malang itu terjatuh ke lantai dan tak sadarkan diri.

“Kakak!” teriak anak yang satunya. “Aaaaaaaa!!!” Anak kecil itu mendadak teriak kesakitan. Muncul sebuah asap mengepul dari dahinya. Pelan-pelan sebuah luka bakar tercipta di kulitnya.

El melihat itu dengan wajah serius. “Hail Satan,” gumamnya pelan.

“Tidak, itu sama seperti aku.” Yohan teringat kembali dengan apa yang ia alami sesaat sebelum datang ke tempat ini.

Pelan-pelan asap itu pun menghilang, meninggalkan sebuah luka bakar yang menghitam di dahi anak itu dengan bertuliskan Satan. Setelah itu, hawa panas pun menghilang dari dalam ruangan. Yohan merasa sosok itu sudah pergi.

El bangkit dan berdiri, ia tatap anak itu sambil tersenyum. Sementara sang anak masih menangis terisak-isak karena merasakan luka bakar di dahinya. El berbalik badan, menghadap ke arah para ajudannya dengan perasaan bangga.

“Satan telah memilih! Satan telah memilih!” teriak El.

“Hail Satan!” jawab para ajudannya secara serentak.

Saat sedang berdiri, tiba-tiba tatapan mata El mengarah ke arah Yohan yang mengintip dari celah pintu. Ia sadar kalau pria berkumis itu diam-diam menyimak. El pun tersenyum ke arahnya.

“Sial!” Yohan buru-buru kabur saat sadar kalau dirinya ketahuan. Karena panik ia langsung belari ke arah kamarnya. Ia lupa kalau sedang membawa perhiasan emas, sehingga ketika lari, emas-emas itu berguncang dan menimbulkan suara gemerincing.

“Siapa itu?” tanya J dari dalam ruangan.

“Sssst! Biarkan saja,” kata El sambil tersenyum.

Yohan buru-buru membuka pintu dan masuk ke dalam. Ia tutup pintu rapat-rapat dan menguncinya. Tas berisi harta yang ia ambil segera ditaruh di bawah kasur. Yohan langsung duduk di lantai sambil bersandar di kasur. Nafasnya terengah-engah, pandangannya menatap ke depan.

“Ini gila,” gumamnya.

Beberapa saat, ia menenangkan dirinya. Mengatur pola nafasnya dan mengelap keringat. Pelan-pelan tubuhnya mulai rileks. Tapi saking rileksnya, Yohan malah tertidur di lantai. Badannya lemas, terkulai di atas keramik lantai yang dingin.

***

Yohan sampai di sebuah tempat dengan tanah gersang dan penuh kerikil serta bebatuan. Dirinya bingung, tempat macam apa ini? Pohon-pohon mati dan bangkai hewan ada di mana-mana. Kabut tebal pun menyelimuti. Ia tak bisa melihat sekitar. Jarak pandangnya hanya sekitar dua sampai lima meter.

“Di mana ini?” gumamnya. Pelan-pelan ia mulai merasakan hawa panas.

Yohan

Yohan

Yohan

“Siapa?” tanya Yohan saat mendengar seseorang memanggilnya. Hawa panas mulai terasa, karena ketakutan ia pun segera berlari menjauh walau tak tahu arah.

Matanya tak sengaja melihat sekelompok orang berbaju hitam yang berdiri di dekat pohon yang sudah kering. Mereka semua menunduk dan memasang wajah sedih di depan sebuah liang kubur yang baru digali.

“Hei!” Yohan pun langsung mendekati mereka.

Betapa kagetnya Yohan saat sampai di sana. Ia melihat dirinya sendiri sedang terbaring di dalam peti mati dengan pakaian rapi dan wajah pucat. Di sekitarnya ada beberapa teman yang ia kenal, semuanya menangis melihat Yohan yang akan segera masuk ke tempat peristirahatan terakhirnya.

“Apa-apaan ini?” tanya Yohan dengan wajah takut.

Seorang pria paruh baya berpakaian jas dan kemeja rapi mendekat ke arah peti mati. “Selama hidupnya, ia dikenal baik. Dicintai semua orang, gigih dan berusaha menjadi yang terbaik. Ia akan tenang di alam sana. Di neraka,” kata pria itu sambil menatap ke arah Yohan yang terbaring di peti mati.

“Apa-apaan ini? Aku belum mati, aku di sini!” Yohan berusaha mengajak bicara orang-orang itu, tapi semuanya seakan tak menyadari keberadaan Yohan.

“Sayangnya, di akhir hidupnya. Pria bernama Yohan ini malah mencuri!” Tiba-tiba pria paruh baya itu menatap ke arah Yohan yang asli. Begitu juga dengan orang berbaju hitam lainnya.

Pria berkumis itu pun bingung. “Kalian liat aku?”

“Pencuri, pencuri, pencuri!” ucap semua orang yang ada di sana secara bersamaan.

“ Apa ini?” Yohan semakin takut. Ia tutup kedua telinganya dan melihat sekitar.

“Pencuri!!!” Pria paruh baya itu mengeluarkan sayap dan tanduk, kemudian terbang cepat menyerang Yohan.

“Aaaaaa!!!” teriak pria berkumis itu.

Ave Satanas (Terpujilah Setan) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang