10. Night Messages Holding Feelings

2 0 0
                                    

Setelah mengantar Leona pulang, Theo tidak langsung pulang ke rumah. Dia memutuskan untuk mampir ke rumah Nathan dengan niat untuk gym bersama. Namun, saat tiba, Nathan sudah siap dengan bola basket di tangannya.

"Gimana kalo kita basket aja dulu?" Nathan menyeringai sambil memantulkan bola di lantai, mengundang Theo untuk ikut.

Theo menggelengkan kepala sambil melipat tangan di dadanya.

"Gue ke sini buat gym, bukan basket."

Nathan memainkan bola di tangannya, mencoba merayu Theo.

"Come on, man! Basket tuh fun! Lo gak pengen main bareng gue, huh?"

Theo tetap bersikukuh, wajahnya tetap serius.

"Gue gak bilang gak fun, tapi hari ini fokus gym."

Nathan tertawa kecil, tapi kemudian mencoba lagi.

"Seriously, Theo? Sekali-sekali lah! Gak akan ngerusak otot lo kok."

Theo memutar bola mata, tetap tenang tapi tegas.

"Nat, kalau kita terus-terusan main basket doang, kapan kita ningkatin stamina sama kekuatan?"

Nathan berhenti memantul-mantulkan bola, berpikir sejenak.

"Tapi, basket kan juga nambah stamina," katanya, tapi kali ini nadanya terdengar ragu.

Theo tersenyum kecil, tahu bahwa Nathan mulai goyah.

"Gue gak bilang basket jelek, gue mau lebih dari itu. Lo bilang mau lebih fit, kan? Ayo buktikan, ikut gue gym bareng."

Nathan mengerutkan dahi, merasa tak punya argumen lagi.

"Fine, fine. Kita akan gym hari ini."

Theo mengangguk dengan senyum tipis.

"Let's go!"

Nathan menurunkan bola basket ke lantai dengan sedikit berat hati.

"Alright, lo menang kali ini. Tapi jangan bilang gue gak usaha buat ngerayu, ya?"

"Lo usaha banget, kok," Theo menepuk bahu Nathan sambil tertawa kecil, lalu mereka berdua berjalan keluar rumah Nathan, menuju gym.

Setibanya di gym, suasana penuh dengan suara besi yang beradu, dengusan nafas berat dari para pengunjung, dan aroma khas keringat bercampur semangat. Theo langsung menuju area angkat beban, tanpa ragu mengambil dumbbell besar dan mulai memposisikan tubuhnya.

Nathan, yang masih setengah enggan, akhirnya ikut mengambil dumbbell, meskipun lebih ringan.

"Lo serius banget ya kalo udah urusan angkat beban, Theo."

Theo mengangkat dumbbell-nya dengan perlahan, menjaga postur tubuhnya tetap sempurna.

"Of course. You gotta challenge yourself, man."

Setelah beberapa set, Theo beralih ke bench press. Dengan ototnya yang sudah mulai mengencang dan dipenuhi keringat, dia berbaring di bangku, mempersiapkan diri untuk beban yang lebih berat. Nathan, di sampingnya, berusaha meniru, meskipun jelas dia agak kesulitan.

"Wah, ini berat banget, Yo! Gak bisa gue angkat sendirian nih," Nathan mengeluh sambil tertawa pelan.

Theo tersenyum sambil memantau Nathan.

"Lo bisa, Nat. Fokus. Ntar juga terbiasa."

Mereka melanjutkan sesi gym mereka dengan penuh semangat, hingga akhirnya Theo memutuskan untuk istirahat sejenak. Dia mengambil botol minumnya dan meneguknya perlahan, mengatur nafasnya yang berat. Keringat mengalir di dahinya, dia mengusapnya dengan handuk kecil yang tergantung di bahunya. Nathan juga sudah mulai kelelahan, duduk di samping Theo sambil meneguk minumnya sendiri.

The Full Moon's Secret: A Tale of October and MayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang