5. Chapter 5

102 59 11
                                    

“Dibandingkan pisau, perkataan manusia lah yang lebih perih dan akan menorehkan bekas luka yang tidak akan pernah sembuh”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Dibandingkan pisau, perkataan manusia lah yang lebih perih dan akan menorehkan bekas luka yang tidak akan pernah sembuh

Happy reading!
*
*

Selesai mengikuti perayaan hari ibu di sekolah nya. Tanpa adanya seorang ibu di samping nya, Eja hanya bisa menghela nafas dan bukan satu atau dua kali anak-anak mengejek dirinya, seperti sekarang Eja tengah menyendiri di pojokan sambil memegang bunga tulip kesukaan ibu nya itu. Ia merasa bingung harus ia apakan bunga nya ini dan entah pada siapa Eja harus memberikan bunga nya.

"Ibu.." Eja menunduk dalam-dalam, berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh.

"Eja kangen ibu, Eja juga ingin di peluk..." Eja menangis tanpa suara sambil memukul pelan dadanya yang terasa sesak.

Sambil menangis. Eja meremas kuat bunga tulip yang masih ia genggam, rasanya ia ingin sekali menumpahkan tangisnya sambil memeluk ibu nya.

"Eja? Kenapa nangis?"

Mendengar suara yang ia kenal. Seketika bocah itu mengangkat kepala, saat ia melihat siapa yang baru saja memanggil namanya. Ia langsung memeluk erat kakaknya dengan air mata yang masih saja keluar, Hanan pun membalas pelukan sang adik sembari menahan rasa sesak di dadanya. Pasalnya ia sudah bisa menebak penyebab adiknya menangis.

"Kenapa Eja dan Mas tidak punya ibu?...Eja juga ingin di peluk dan di sayang seperti mereka" Suaranya bahkan hampir tidak terdengar karena tangisannya itu.

Hanan mengusap punggung sang adik dengan lembut. Sambil mendongakkan kepalanya ke atas dan berusaha menahan air matanya agar tidak keluar, karena rasanya ia tidak ingin memperlihatkan tangisannya ke Eja.

"Sudah jangan nangis,ya." Hanan berusaha tersenyum sembari mengusap kening adiknya yang di penuhi dengan keringat.

"Eja mau ikut ke rumah ibu?" Tanya Hanan sambil berusaha membantu adiknya berdiri.

"Ibu punya rumah?, memangnya dimana?" Eja merasa bingung dengan ajakan kakaknya. Karena yang ia tahu ibunya sudah di surga, lalu kenapa bisa punya rumah. Apa mungkin ibu nya itu masih ada?.

"Ikut saja, nanti kamu akan tahu sendiri"

***

Tidak memerlukan waktu yang lama. Hanan dan Eja kini sudah berada di pemakaman umum, kali ini Hanan akan memberitahu sang adik bahwa rumah abadi yang ibu mereka tempati itu ada nya disini.

Saat sedang menyapu dedaunan. Laki-laki tua yang memang ada disana itu merasa kaget dengan ada nya kedua bocah yang berdiri di samping makam yang entah siapa namanya.

"Anak-anak seperti kalian tidak baik ber lama-lama disini"

"Saya mau ketemu ibu" Hanan menjawab pertanyaan laki-laki tua itu dengan mata yang berkaca-kaca dan seolah-olah paham arti tatapan matanya. Laki-laki tua itu kemudian mengangguk, lalu beranjak dari sana dan pindah ke tempat lainnya dan melanjutkan kegiatannya.

Surat terakhir (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang