Bab 18

17 5 0
                                        

Aku masih menunggu buah pemikiran Mark yang tak terduga itu. Mark terus membuat wajah menyebalkan itu seakan ia sedang bermain sulap dan menyuruhku untuk menebak.

"Berhenti membuat wajah itu. Kau membuatku penasaran," ujarku yang sudah tak sabar.

"Kau sudah dekat dengan mereka, kan?" katanya padaku.

"Dekat? Tidak. Aku tidak dekat dengan mereka."

"Oh, benarkah? Tapi, kurasa mereka menyukaimu."

Aku terdiam, mungkin saja itu terjadi. Mengingat perilaku mereka yang aneh saat berada di dekatku.

"Kau pikir begitu?" kataku lagi.

Mark mengangguk, "Baiklah," katanya. "Kita akan mulai misi membalas dendam," lanjutnya lagi.

Aku menyipitkan mata dengan menelengkan kepalaku sedikit, "Balas dendam?" tanyaku.

"Ya, apalagi? Kau mau membalaskan dendam pemilik tubuhmu yang lama itu, kan?"

"Tapi, kurasa balas dendam tidak terdengar bagus."

"Lalu?" Mark menatapku sembari mencondongkan tubuhnya padaku.

"Aku lebih suka menyebutnya ... pembalasan," kataku kemudian. Mark langsung menegapkan tubuhnya lagi.

"Apa bedanya kalau begitu?" protesnya padaku. "Kau ini memang bodoh atau apa sih?"

"Memangnya sama?" tanyaku kemudian sambil berpikir.

"Sudahlah, kau minum saja itu minumanmu." Mark mengambil punyanya dan meminumnya dengan satu hisapan dalam.

///

Hari berikutnya tiba, aku dan Mark kini berangkat bersama. Ayah pun tak masalah jika kini ia tak harus mengantar-jemputku ke sekolah karena ada Mark di sisiku. Ayah mempercayai Mark seperti anak sendiri. Bagaimana malaikat menganggur itu memperdaya ayahnya Arshea hingga ia bisa percaya padanya? Aku saja tidak bisa mempercayai Mark sepenuhnya.

Kembali ke sekolah, kini lagi-lagi aku menjadi pusat perhatian. Tapi kali ini bukan hanya aku saja, tetapi Mark juga. Malah sepertinya Mark yang jadi bintang disini.

Jessi dan geng-nya hendak memasuki kelas, berseberangan dengan aku dan Mark yang juga akan memasuki kelas. Ia menatapku dengan sinis, sementara Mark langsung merangkuk pundakku dan mengajakku masuk kedalam kelas yang hanya tinggal beberapa langkah saja.

"Hei, jangan berlebihan. Nanti rencana kita gagal," bisikku padanya saat kami sudah duduk di kursi masing-masing.

"Kenapa? Tak ada dua orang itu, kan? Lagi pula aku hanya mau memulai hal kecil dengan membuat anak perempuan itu merasa 'panas'. Lalu aku akan membuatnya menyukaiku, dan kemudian aku akan campakkan dia," katanya dengan penuh percaya diri.

"Dih, kayak dirimu tampan saja," cibirku yang merasa mual mendengar dia yang penuh percaya diri itu.

Mark menyeringai, "Lihat saja, aku akan perdaya dia dengan ketampananku," katanya dengan gaya yang sok cool dihadapanku. Aku memutar tubuh ke depan, menatap sebuah papan tulis kosong. Kebetulan Mark duduk di belakangku, memudahkan kami untuk mengatur strategi. Tetapi aku juga tidak nyaman karena makhluk yang satu ini sering sekali menjahiliku.

Sudah cukup dirumah ia menjahiliku, kalau di kelaspun begitu maka aku menyerah.

Kelas pagipun dimulai, kami belajar dengan serius. Walau Mark nampak tak peduli dengan pelajaran. Yang dia lakukan hanya memutar-mutar pensil dan sesekali menguap.

Jam istirahat berbunyi, aku memutuskan untuk pergi ke kantin sendiri karena Susi lagi-lagi mengikuti Jessi dan geng-nya. Ada apa dengan anak itu sebenarnya? Jarak kami pun semakin merenggang, walau kami duduk satu meja tetapi kami seperti orang asing.

Suddenly I've Become My Master [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang