Bab 23

11 1 0
                                    

Esok pagi tiba. Aku masih memikirkan perkataan Mark yang katanya bisa membuatku cantik. Aku penasaran apa yang direncanakan Mark untukku.

"Hei, Shea-sea. Kau sudah bangun rupanya," kata Mark saat aku keluar dari kamarku dengan sebuah handuk yang mencantel dipundakku.

Mark juga sepertinya baru selesai mandi. Terlihat rambutnya yang basah dan lemas. Hanya memakai celana pendek dan mengalungkan handuk dilehernya tanpa memakai baju. Otot maskulinnya terlihat tajam dengan tonjolan otot-otot lengan dan perutnya.

"Shea-sea? Siapa yang kau maksud?" ujarku bersedekap sembari menyender di tembok.

"Nama panggilanmu. Aku yang membuatnya. Cantik, kan?" Mark tersenyum.

Aku memutar bola mata, "Itu norak. Sudah, aku mau mandi. Ayah mana?" tanyaku.

"Dia sedang membetulkan mobil di depan."

"Rusak?"

"Mungkin."

Aku terdiam lalu berlalu ke kamar mandi. Sepertinya aku dan Mark akan menggunakan bus untuk ke sekolah hari ini.

Kami berjalan beriringan. Tubuh Mark yang besar tinggi dan cukup kekar membuatku terlihat seperti seorang anak kecil yang memiliki bodyguard. Yah, memang saat ini tinggiku hanya sampai pada dadanya. Aku bahkan harus mendongak untuk berbicara padanya.

Mark pun juga sudah bisa beradaptasi dengan gaya manusia. Lihat saja penampilannya saat ini; rambut dengan poni terbelah di ujung ala idol negeri gingseng, baju seragam dengan kerah yang terbuka dan dasi yang kendor; dan tas punggung yang hanya ia kalungkan di sebelah bahunya. Belum saja ia memakai tindikan, tapi sepertinya ayahku akan berkomentar pedas jika Mark memakai tindikan seperti anak remaja yang nakal.

Seperti biasa, aku dan Mark akan berpisah di depan gerbang. Mark akan melewati jalan rahasianya menuju kelas, sedangkan aku akan memakai jalur biasa pada umumnya.

Sepertinya Mark mulai terbiasa dengan cara ini. Akupun juga tidak keberatan.

Aku menapaki koridor. Tak begitu banyak murid berlalu lalang. Padahal jam bel masuk masih sekitar setengah jam lagi. Biasanya masih banyak murid berlalu lalang di jam seperti ini. Tetapi, semuanya nampak begitu hening dan aneh.

Aku berjalan menuju kelas, aku melihat kelas itu sudah ramai dengan para murid dan mereka melihatku. Hal yang janggal semakin ku rasakan tatkala aku melihat Susi berada di tengah-tengan Jessi dan gengnya.

Susi menggelengkan kepalanya padaku, tetapi aku tak tahu apa maksudnya. Jessi kemudian menutup mulut Susi dengan seringai. Aku pikir Jessi mulai merundungnya lagi. Tanpa pikir panjang aku cepat melangkah dan membuka pintu.

Zraasshh!

Suatu cairan putih mengenai seluruh tubuhku. Jessi dan gengnya seketika tertawa, beberapa murid lainnya juga tertawa namun tak sedikit yang hanya terdiam.

Baunya sangat menyengat. Apa ini cat? Ayah menggunakannya saat sedang mewarnai tembok.

"Arshea!" Susi langsung berlari kearahku. Matanya membelalak dengan mulut membulat. "Maafkan aku! Aku benar-benar minta maaf! Ini semua gara-gara aku." Mata Susi berkaca-kaca dengan bibir yang gemetar.

Aku menghela napas sejenak, lalu menepuk pundak Susi dengan lembut.

"Aku tidak apa-apa. Kau tak usah khawatir. Ini bukan salahmu," kataku pelan.

Susi lalu mendongak, melihat sesuatu di belakangku. Aku seketika menoleh saat tubuh bidang Mark merapat hangat dibelakangku.

"Mark?" ucapku sedikit terkejut. Mark menatapku tajam. Lirikan itu, aku tahu artinya.

Suddenly I've Become My Master [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang